Sabtu, 29 Maret 2008

Main Pasir




Anak-anakku sangat bisa, dan biasa, dan selalu susah kalo disuruh berhenti MAIN PASIR.

Abe dulu waktu hari pertama di Playgroup sudah jadi target pencarian guru kelasnya, karena menghilang dalam waktu yang lama. Ketika ditemukan, ternyata dia lagi asyik mojok di kolam pasir sekolah :-D

Waktu di TK malah suka bikin dudul, karena ketika sekolah udah sepi pada pulang pun, dia masih asyik mojok di kolam pasir sekolah, nggak mau diajak pulang sampai Pak Satpam mengunci pagar. Akhirnya seringlah terjadi aksi theatrikal duet antara Ibuk dan Pak Satpam sekolah, agar pura2 bahwa memang itu sudah waktunya pagar sekolah dikunci...

Foto-foto kali ini, waktu itu sedang ada acara seputar launching Sekolah "Al-Badar", sekolah yang didirikan Kakung di Tulungagung. Karena masih dalam rangka pembangunan, maka disitu teronggoklah dengan mengundangnya, gunungan pasir.... Abe pun tak terbendung, diikuti adik2nya...

Jadi, ketika di bagian lain Kakung sedang menjelaskan tentang konsep sekolah Islam Terpadu - Full Day yang baru didirikan kepada para audience, di bagian lain di tempat pasir ini ditunjukkanlah bagaimana hasil pendidikan yang diterima cucu-cucu Kakung...live...!! :-D

hehehe...

[Samita] Volume 3 : Hasta Brata, 8 Sifat Seorang Pemimpin

Pas ya! Pas Mbak Irma posting soal Pemimpin Masa Depan, pas aku selesai mempersiapkan tulisan ini. Jadi dua postingan ini, insyaalloh merupakan doa buat anak-anak kita semua, generasi penerus pewaris khalifah dunia ini...

Masih diambil dari novel Samita karangan Tasaro, inilah 8 sifat yang harus ada pada diri seorang pemimpin. Versi filsafat Jawa Kuno tentu saja. Duh...di jaman sekarang ini, masih ada nggak ya? Karena pastinya kita sangat merindukan adanya seorang pemimpin yang mempunyai sifat-sifat berikut ini : 


1
Seperti Suryo (Matahari) :
Memancarkan sinar terang sebagai sumber kehidupan. Menumbuhkan daya hidup rakyatnya untuk membangun negerinya.

2
Selaksa Candra (Cahaya/Bulan) :
Memancarkan sinar ditengah gelap malam. Mampu memberi semangat kepada rakyatnya ditengah suasana suka maupun duka.

3
Berjiwa Kartiko (Bintang) :
Memancarkan sinar kemilauan. Berada ditempat yang tinggi sehingga dapat dijadikan pedoman arah. Menjadi teladan perbuatan yang baik.

4
Berhati Angkoso (Angkasa) :
Luas tak terbatas. Mampu menampung apa saja yang datang padanya. Punya ketulusan batin dan kemampuan mengendalikan diri menampung pendapat rakyatnya.

5
Berjiwa Maruto (Angin) :
Ada dimana-mana tanpa membedakan tempat. Selalu mengisi semua ruang yang kosong. Dekat dengan rakyat tanpa membedakan derajad dan martabatnya.

6
Bersemangat Samudro (Samudera) :
Betapapun luasnya, permukaannya selalu datar dan bersifat sejuk menyegarkan. Bersifat kasih sayang kepada rakyatnya.

7
Memiliki Kemampuan Dahono (Api) :
Punya kemampuan membakar semua yang bersentuhan dengannya. Berwibawa dan berani menegakkan kebenaran secara tegas tanpa pandang bulu.

8
Berhati Nurani Bhumi (Tanah) :
Kuat dan murah hati. Selalu memberi hasil kepada yang merawatnya (rakyatnya). Tidak akan mengecewakan kepercayaan dan amanah dari rakyatnya.
 

:::::.....

Sungguh, ternyata alam semesta adalah sumber segala pengetahuan dan pelajaran untuk manusia... Subhanalloh...

Jumat, 28 Maret 2008

[Samita] Volume 2 : Tentang Bisikan Buruk Yang Berdetak di Hati Manusia...

....masih cuplikan adegan dari novel Samita-nya Tasaro....

:::::..... 

Suatu hari, bertanyalah Martaka kepada Guru Kesawa yang berasal dari Gujarat (India) itu :

“Guru, Di setiap hati manusia selalu terbersit pikiran buruk walaupun sedikit. Bagaimana caranya untuk membuat pikiran buruk itu menjadi kerdil dan tidak merusak hidup kita?”


Jawab Guru Kesawa : 

Jika pada hati manusia berdetak sebuah bisikan buruk, maka pemiliknya harus berusaha agar bisikan itu tetap dihatinya. Jika tidak, hal itu akan berubah menjadi buah pikiran.

Tapi jika terlanjur menjadi buah pikiran, hendaklah orang itu mendiamkannya dalam benaknya. Jika tidak, ia akan berubah menjadi nafsu birahi. 

Jika kecenderungan itu terlanjur menjadi nafsu birahi, maka orang tadi harus bisa meredamnya. Sebab jika tidak, ia akan menjadi rencana buruk dalam bentuk kehendak.

Jika terlanjur menjadi kehendak, inipun harus harus dihentikan. Sebab jika tidak, ia akan mewujud menjadi perbuatan jahat. 

Jika perbuatan jahat itu tidak bisa dicegah, ia akan menemani manusia sebagai sebuah kebiasaan. Sedangkan bagi manusia, alangkah sukarnya meninggalkan sebuah kebiasaan...

:::::.....

Wah, ternyata manusia sebenarnya mempunyai banyak kesempatan dan kemampuan untuk menghentikan setiap bisikan buruk yang masuk ya... Tetapi kenapa masih saja banyak yang berbuah menjadi perbuatan, bahkan menjadi kebiasaan buruk yang keji dan merugikan, baik untuk orang lain maupun diri kita sendiri??? :-(

Astaghfirullah....

Rabu, 26 Maret 2008

[Samita] Volume 1 : Ha-Na-Ca-Ra-Ka Sebagai Falsafah Hidup

Sebelumnya, aku tentu saja hanya menganggap bahwa 20 aksara Jawa ini adalah sebuah potret nilai pas-pasan dalam pelajaran Bahasa Daerah (Jawa) yang sangat menyusahkan. Dari SD, tugas menghapal bentuk hurufnya, tanda bacanya, cara menyambungnya, dlsb, sangat membuat frustasi karena betapapun hebatnya berusaha, nilai rapor tak akan bisa lebih dari angka 7, kebanyakan yang muncul malah 6.

Kemudian di awal-awal novel Samita, aku tahu bahwa itu juga sebuah rapal jurus kanuragan persilatan yang dengannya, seseorang yang menguasai ilmu ha-na-ca-ra-ka mampu mengeluarkan daya tenaga dalam yang mahadahsyat, saking dahsyatnya sampai para pendekar kungfu Cina terpesona melihat olah beladiri pribumi Jawa Dwipa ini. 

Di akhir novel, aku baru tahu bahwa ternyata sejatinya ha-na-ca-ra-ka adalah sebuah falsafah hidup yang agung. Mengungkap kesejatian hidup manusia di muka bumi ini. Maka simaklah ini...

(Bismillahirrohmaanirrohiim...kalimat yang didalam tanda kurung akan mewakili bagaimana aku pribadi memaknainya)
 

Ha-Na-Ca-Ra-Ka :
Berarti hono (ada) sebuah ‘UTUSAN’ (caraka).
Utusan ini berupa ‘nafas’ yang diberikan kepada manusia oleh Sang Pencipta.
Setiap tarikan dan helaan nafas membawa tugas menyatukan tubuh dan jiwa manusia kepada Sang Penciptanya.

(Setiap tarikan dan helaan napas kita yang tanpa henti seumur hidup kita ini, sebenarnya didalamnya terkandung utusan yang bertugas untuk mendekatkan dan menyatukan kita dengan Allah SWT Sang Maha Pencipta.)

 

Da-Ta-Sa-Wa-La :
Berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan “doto” atau saatnya (dipanggil) tidak boleh “sawala” (mengelak). Manusia dengan segala atributnya harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan.

(Dari saat ketika kita diciptakan, sampai dengan saat kita mati nanti, kita tidak boleh mengelak dari segala kehendak Allah SWT. Manusia boleh merencanakan dan menginginkan apapun dalam hidupnya, tetapi semua akan kembali kepada keputusan Allah SWT. Tak ada kesempatan dan kemampuan kita sedikitpun untuk mengelak dari kehendak dan keputusan Allah SWT.)


Pa-Dha-Ja-Ya-Nya :
Podho berarti sama, cocok. Berarti sanggup memahami kehendak Zat Pemberi Hidup (Tuhan).
Dia-lah yang joyo (menang) sesungguh-sungguhnya menang. Bukan menang-menangan atau sekedar menang.

(Menurutku, ini adalah wujud kehambaan kita. Sejauh mana kita bisa merendahkan diri kita dihadapan Allah SWT yang Maha Kuasa dan Maha Penguasa Alam. Aku pernah mendapat cerita seorang ustad, bahwa manusia di kelilingi setan dari segala arah (depan, belakang, kanan dan kiri) tanpa bercelah. Ada ayatnya di Al-Qur’an duh aku lupa. Diatas adalah tempat Allah Sang pencipta. Sehingga yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan diri dari setan hanyalah bergerak kearah bawah...dan menggantungkan diri kita kepada Allah SWT.  Bergerak kearah bawah dengan meruntuhkan habis segala kesombongan kita, melepaskan dengan total segala keangkuhan kita dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT.)

 
Ma-Ga-Ba-Tha-Nga :
Berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk menanggulanginya.

(Tidak sulit untukku menyimpulkan bahwa ini adalah menyangkut ikhlas... Tetapi sebagai ilmu tertinggi hati manusia, tentu saja ikhlas sama sekali tidak gampang untuk diamalkan... Apalagi ikhlas yang bukan sepenuhnya pasrah. Tetapi ikhlas yang mengandalkan sebuah proses kepada usaha terbaik kita sekuat tenaga sebagai manusia, dan menyandarkan sepenuhnya hasilnya kepada Allah SWT semata, yang Maha Memiliki hidup kita...)

:::::.....

Subhanalloh...

(Disarikan dari novel “Samita – Bintang Berpijar di Atas Majapahit” oleh Tasaro. Lebih dalam lagi, tentang prinsip dan falsafah Hanacaraka bisa disimak disini.)


Selasa, 25 Maret 2008

[Samita] The Review


Inilah buku yang seminggu ini menyihir dan menyeretku ke masa 600 tahun yang lalu ketika Majapahit berada di bibir jurang sejarah. Bahkan Abe pun tertarik dengan ceritanya, dan selalu meminta update setiap aku menyelesaikan satu bab. Tadi malam, endingnya benar-benar sukses bikin aku meriang!! Aku benar-benar terkena dengan telak oleh Tasaro kali ini.

“SAMITA – Bintang Berpijar di Langit Majapahit” 

Di review ini akan kutulis saja narasi di 2 versi covernya. Untuk membedah apa saja isi bukunya yang membuatku tersihir, aku akan perlu banyak postingan tersendiri. Tentang Hui Sing alias Samita sendiri, tentang kebesaran nama gurunya Laksamana Cheng Ho yang sama sekali bukan omong kosong, tentang cinta sejati yang pada akhirnya hanya akan menjadi hak Allah SWT semata, tentang indah dan dalamnya filsafat kuno Jawa, tentang menelusupnya ajaran agama Islam ke Jawa Dwipa, tentang carut marut politik dan kekuasaan yang menggerus hati nurani siapa saja, tentang saratnya pelajaran yang bisa diambil dari sejarah, duh banyak!!

Aku, adalah orang yang sangat malas belajar sejarah, bahkan sejarah leluhurku sendiri karena terlanjur tumbuh dalam keluarga Jawa yang sudah tidak njawani lagi. Nilai-nilai agama Islam selalu lebih dikedepankan dalam keluargaku. Tetapi setelah membaca buku ini, kebanggaanku tiba-tiba membuncah tumpah ruah. Kebanggaan karena merasa sangat beruntung ditakdirkan menjadi Muslimah...dan menjadi orang Jawa!!

**sekarang, aku tak akan perduli lagi tentang harga, itu buku-buku "Gajahmada" yang setebal bantal bakalan kuborong semua serinya!!** :-D

**sakaw euuyy** :-D

So, one thing I can leave you with, is this : BACA BUKUNYA!!... BACA BUKUNYA!!... BACA BUKUNYA!! (ok, that was three things..) :-D

:::::.....

Kegelisahan mencuat di hati Hui Sing. Pelayaran pertamanya ke Jawa Dwipa dihadang peristiwa mengenaskan. Ratusan ping-se (tentara) Kekaisaran Ming dibantai pasukan Majapahit. Saat itulah, kitab pusaka “Kutub Beku” milik gurunya, Laksamana Cheng Ho, raib. Celakanya, hanya dia, Juen Sui dan Sien Feng (ke-3 murid Cheng Ho) yang dicurigai sebagai pencuri kitab ilmu tenaga dalam aliran thifan pokhan itu.

Demi kepentingan negara, Cheng Ho menunda penyelesaian kasus itu. Dia memimpin ribuan ping-se menuju Majapahit, menemui Prabu Wirakramawardhana, menuntut pertanggungjawaban Raja Majapahit itu.

Sampai di kotaraja Mojokerto, Keraton Majapahit diguncang rajapati (pembunuhan). Cheng Ho menduga, pembunuh yang berkeliaran di keraton ada hubungannya dengan pencuri Kitab Kutub Beku. Benarkan demikian? Lalu, siapakah diantara ketiga murid Cheng Ho yang mencuri Kitab Kutub Beku, sekaligus mengkhianati perguruan? Ataukah, ada orang lain yang bertanggungjawab terhadap peristiwa menggemparkan itu?

Ketika Majapahit terpinggirkan ke bibir jurang sejarah, Hui Sing melahirkan dirinya sendiri, menjadi sosok baru laksana samita (bintang). Bersinar tanpa lelah...

:::::.....

Hui Sing harus meninggalkan Tiongkok, mengikuti gurunya, Laksamana Cheng Ho. Sampai di tanah Jawa, gadis belia ini terjebak dalam perseteruan berdarah saudara antara Majapahit dan Blambangan. Cintanya jatuh kepada orang yang salah, bahkan nyawanya terancam oleh pengkhianatan beruntun. Dalam harapan yang hampir putus, napas nyaris mendekati ujungnya. Hui Sing memutuskan untuk bangkit, melawan takdir!

Novel berlatar belakang keruntuhan kejayaan Majapahit ini menghamparkan perjuangan panjang seorang pendekar Muslimah dalam menemukan jati dirinya. Terpisah ribuan mil dari tanah kelahirannya, Hui Sing berjuang seorang diri meredam pengkhianatan, menundukkan penguasa bodoh, sekaligus menemukan cinta sejatinya.

:::::.....

“Tasaro adalah penulis muda yang mau berkeringat dan berdialog dengan sejarah. Semoga Tasaro terus bersemangat menggali warisan sejarah.” – Taufiq Ismail (sastrawan).

“Tasaro meramu cerita sejarah, jurus-jurus silat ala Kho Ping Ho, dan kisah cinta... lebih berfantasi!” –Koran Tempo

:::::.....


Senin, 24 Maret 2008

4M : Apakah Itu??

Jadi inget soal ini gara-gara baca postingannya Kak Mia yang ini.

Beberapa waktu yang lalu, dalam rangka merumuskan mekanisme Quality Control (QC) untuk Sekolah Al Hikmah, diadakan hearing dengan para ahli manajemen pendidikan sekolah. Salah satunya adalah Prof. Dr. Ibrahim Bafadal, M.Pd, Dosen Universitas Negeri Malang yang juga seorang ahli manajemen pendidikan sekolah. Beritanya ada disini.  

Anyway. Salah satu poin yang bisa diambil dari konsultasi kepada beliau ini, adalah tentang kondisi pendidikan dasar sekarang ini di Indonesia. Beliau cerita, suatu waktu diadakan penelitian. Dari penelitian itu bisa disimpulkan, bahwa pengetahuan anak-anak SD Indonesia ternyata melesat tinggi, jauh melebihi anak-anak negara lain, bahkan negara-negara maju macam Singapore, Jepang, USA atau bahkan beberapa negara di Eropa. Standar kesulitan pelajaran-pelajaran di SD kita ternyata lebih tinggi dibanding negara-negara itu.

Tetapi... –menghela napas-... keadaan menjadi berbalik 180 derajad ketika anak-anak ini menginjak usia SMP-SMA bahkan masuk bangku kuliah. Kita amat jauh tertinggal. Kenapa pasal?? 

Menurut Pak Ibrahim, ini karena ketika di SD, anak-anak Indonesia memang dicekoki dengan beban pelajaran yang banyak. Karena itu pengetahuan mereka pun sudah mampu melebihi anak-anak negara lain. Dengan bercanda, beliau mengatakan bahwa semua pengetahuan memang diusahakan dijejalkan, baik itu pengetahuan yang “perlu” maupun yang “nggak perlu”. Salah satu contoh yang dibilang “nggak perlu” itu misalnya, menghapal nama-nama menteri (toh ketika siswa hapal, kemudian kabinet berganti lagi kan?).

Nah, di sisi lain disaat anak-anak Indonesia sibuk menghapal rumus-rumus rumit matematika dan nama-nama menteri ini, apa yang dilakukan siswa2 SD negara2 maju? Memang membosankan, tetapi yang mereka pelajari dalam kurikulum mereka hanyalah seputar 4M : Membaca, Menulis, Melisankan dan Menghitung (Matematika Dasar). 

MEMBACA : meliputi semua serba-serbi membaca, dari pelajaran dan latihan teknik membaca cepat (speed reading) sampai dengan bagaimana memahami berbagai bahasa sastra, memahami berbagai bentuk gambar dan tulisan. Pokoknya membaca dalam arti yang luas!

MENULIS : juga menulis dalam arti luas, dari membuat review, narasi sampai menulis fiksi dan menggambarkan bagaimana perasan mereka lewat tulisan. 

MELISANKAN : melisankan disini meliputi segala macam kemampuan komunikasi, dari mengemukakan pendapat, mengulas apa yang dibaca, apa yang ditulis sampai dengan diskusi interaktif.

MENGHITUNG : memahami dan menguasai dasar-dasar menghitung dan logika yang menjadi dasar dan muara munculnya segala macam rumus-rumus (yang di Indonesia mati2an dihafal satu-persatu itu). 

Intinya, 4M ini adalah dasar-dasar keilmuan. Dengan ditumbuhkannya 4M sedari usia dini diharapkan siswa akan mempunyai kepekaan dan keingintahuan yang tinggi akan ilmu, apapun ilmu itu! Siswa dilatih untuk merasa ingin tahu terhadap segala hal, dan dibekali dengan kemampuan untuk memuaskan rasa ingintahunya itu, mencari tahu dan menemukan jawaban dengan kemampuan dan keinginannya sendiri. Budaya inilah yang akan terbawa sampai mereka sampai di pendidikan menengah atau pendidikan tinggi sekalipun. Mereka menjadi mandiri dalam mencari ilmu.

Sekarang mari kita kembali ke SD di Indonesia... 

Apa yang akan mereka pelajari hari ini, sudah diatur oleh kurikulum sekolah. Hari ini mereka dikasih tahu apa rumusnya mengukur luas lingkaran, besoknya luas segitiga, besok laginya luas jajaran genjang. Pelajaran membaca hanya ada di beberapa jam dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Apalagi menulis dan menceritakan kembali??

Segala hal yang mereka ketahui, berasal dari petunjuk guru atau buku paket. Bahkan kalau mereka sedang penasaran dengan biografi Einstein atau Thomas Alfa Edison sekalipun, kadang-kadang rasa ingin tahu mereka harus terbunuh karena sebelum mereka ada waktu memenuhinya, waktu mereka sudah keburu habis untuk menghafal hukum-hukum relativitas atau listrik atau menghapal luar kepala berpuluh rumus yang bisa muncul dari teori Einstein dan Edison. Rumus yang sebenarnya bisa mereka temukan sendiri begitu memahami hukum2 dan teorinya.

Akibatnya, siswa-siswa di Indonesia ini terbiasa didikte dalam mencari ilmu. Bahkan Pak Ibrahim bilang, akibat lainnya adalah bila ada guru di kelas, anak-anak bisa belajar dengan baik tetapi giliran gurunya tak ada, mereka kebingungan. Mereka tidak terbiasa mencari ilmu dengan mandiri. Bahkan tak jarang, tidak masuknya gurupun menjadi kabar gembira yang salah kaprah. “Asyiikkk kelas kosoonggg...berarti kita bisa bebas bermaiinnnn!!!!” Bebas bermain ketika guru tak ada? Sungguh menyedihkan, karena ini berarti ketika para guru ada, siswa-siswa itu merasa terpenjara, merasa tak bisa bebas dalam mendapatkan ilmu pengetahuan....

(Mimpi itu...tentang suatu saat dimana dunia pendidikan bagi seluruh anak-anak Indonesia bisa sangat sangat menyenangkan..)

:::::.....

Postingan ini aku dedikasikan untuk Afra, yang sedang menghadapi ujian kelulusan SD. Tante Wahida selalu berdoa semoga Afra bisa melaluinya dengan baik...

“Just do the best, and let God do the rest” ya Afra...apapun hasil yang nanti kita capai lewat usaha maksimal, berarti itulah yang dipilihkan Allah untuk kita...dan karenanya, itulah yang terbaik buat kita. 

^_^

**Hug buat Afra dan juga Bunda Mia**

 :::::.....

 

Minggu, 23 Maret 2008

Sate Kambing Klopo Wonocolo


yang ini yang berbalur kelapa, pesenanku

Di Surabaya, salah satu kemewahan yang bisa kudapat bila bepergian dengan motor adalah bisa menikmati makanan2 pinggir jalan, terutama ditempat dimana mobil akan mengalami kesulitan untuk sekedar parkir.

Jumat lalu pagi-pagi, kita berdua (aku dan Mas Iwan) pas lewat perempatan Wonocolo dengan motor. Maka tak akan kami lewatkan untuk sekalian sarapan di pinggir jalan, bukankah disitu ada sate kelopo yang sudah terkenal enaknya itu?

Sate Kelopo adalah salah satu makanan khas Surabaya. Sate dan bumbu kacangnya sendiri nggak beda dengan sate pada umumnya. Hanya sebelum dibakar, daging ayam atau kambing yang sudah ditusuk-tusuk itu dibaluri dulu dengan parutan kelapa gongso (digoreng kering tanpa minyak). Wallaaa!! Aroma yang keluar ketika proses pembakaran pun jadi bercampur dengan gurihnya aroma kelapa. Nikmat banget!

Sate Kambing Kelopo yang ini bisa ditemui di dekat perempatan Wonocolo-Sepanjang. Tepatnya di pinggir jalan A. Yani Pereng (ingat, A. Yani yang ini ada “Pereng”nya). Menempel di tembok pinggir jalan dekat muara perempatan. Jalannya kecil, nyaris seperti gang, maka mobil akan sangat kesulitan menemukan tempat parkir, kecuali mau parkir di pinggir Jl. Wonocolo, trus menyeberangi perempatan Wonocolo yang lebar dan ruamenyaaa minta ampun itu dan berjalan lumayan jauh. Makanya mumpung bermotor ria, tak akan kami lewatkan untuk ngandok sarapan disitu.

Sate kambingnya pun empuk, dengan bumbu kacang yang segar dan legit alami, sama sekali tak ada rasa penyedap didalamnya. Satenya sendiri, tersedia dalam 2 macam, tinggal pilih mau yang biasa atau yang berbalur kelapa. Berteman nasi hangat dan teh panas, kita pun sukses berkeringat dan nikmat dipinggir jalan.

Mak nyuuusssss.... :-D


Rabu, 19 Maret 2008

'Cos We'll Never Ever Ever Know...

Ada satu sifat yang paling aku takuti. Setiap saat aku selalu mohon kepada Allah agar aku terhindarkan dan terjaga dengan sifat yang satu ini. Karena bagiku, sifat yang satu ini adalah salah satu dari beberapa sifat yang paling mengerikan bila ada pada diri seorang manusia.

Merasa lebih baik dari orang lain...siapapun itu...

Naudzubillah... 

Pagi ini kok kebetulan, aku baca postingan Rakhma ini (baca deh, Anda akan mengerti apa yang kumaksud). Juga tadi malam, waktu acara maulid Nabi, diingatkan lagi tentang kisah seorang ustadz dan pelacur.

Sekedar mengingatkan, itu cerita seorang ustadz yang tinggal berhadapan dengan rumah seorang pelacur. Pada akhirnya, si pelacur bisa lebih dulu memasuki surga Allah setelah dengan penuh keikhlasan pernah sekali memberi makan dan minum seekor anjing yang hampir mati kelaparan. Sedangkan si ustadz, dia yang ibadahnya baik dan kesalehannya sudah terkenal di seantero negeri, masuk surga jauh dibelakang si pelacur, karena ternyata terganjal satu sifat yang selama ini dimilikinya, yaitu merasa lebih baik. Merasa lebih suci daripada si pelacur yang tinggal didepan rumahnya. Merasa dia memiliki hati yang lebih bening untuk pantas memasuki surga Allah lebih dulu sementara ketika dia melihat si pelacur lewat, dia membatin “Astaghfirullah, kasihan dia, wanita itu mungkin akan menjadi kayu yang membuat neraka terus menggelegak”. 

Ya Allah... Engkaulah Yang Maha Pengasih yang benar-benar Kasih....dan Maha Penyayang yang benar-benar sayang...Rahasia hati kita, sesungguhnya sedalam itu... Sedalam itu bahkan kita sendiripun seringkali tidak akan pernah tahu...

Maka ketika kita merasa telah mempelajari dan mengamalkan satu ayat Al-Qur’an lagi hari ini, akankah kita masih berani merasa lebih baik dari mereka yang tidak mampu untuk sekedar membacanya?? 

Maka ketika kita merasa telah mengeluarkan banyak harta di jalan Allah, masih beranikah kita merasa lebih dermawan dari mereka yang tak berharta atau orang-orang yang mungkin selalu kita nilai “pelit” itu??

Maka ketika kita melihat seseorang yang tampilannya –sebutlah- tidak Islami, masih beranikah kita merasa bahwa hati kita masih lebih bening dari dia dan karenanya kita merasa lebih dekat dengan Sang Pencipta dibanding dia??

Maka ketika kita lebih berilmu dari seseorang, masih beranikah kita merasa lebih tahu??

Maka ketika kita berhadapan dengan satu orang manusia, siapapun dia, bagaimanapun dia, masih beranikah kita menakar dan menilainya dibawah kita??

Karena kita sama-sama manusia yang bisa dengan mudah terbutakan bahkan oleh mata hati kita sendiri tanpa kita menyadarinya, maka sesungguhnya kita sama sekali tidak berhak untuk itu... 

‘Cos we’ll never ever ever know....

::::....

Ya Allah yang Maha Suci dan Mensucikan...lindungilah aku dari segala perasaan bangga dan suci diri...peliharalah hatiku dari segala macam penyakit hati yang tersembunyi...dan tetapkanlah diriku ditempatku disini, sebagai manusia, makhlukMu yang tak akan pernah bisa merasa tahu akan rahasiaMu... Amin...

Karena sesungguhnya Ya Allah, mata hatikupun sudah siap untuk menipu dan membutakanku sekarang ini...ketika aku mulai merasa lebih baik dari orang-orang yang selama ini selalu menilai sesamanya itu...Astaghfirullahal adziimm... T_T

:::::.....

 

Senin, 17 Maret 2008

Enam Pertanyaan


Diambil dari sini. Just wanna share, dari salah satu tokoh pemikir paling jenius sepanjang masa, semoga bermanfaat untuk kita semua...


ENAM PERTANYAAN AL-GHOZALI

Suatu hari, Imam Al-Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya.

Lalu Imam Al-Ghozali bertanya, pertama, “Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?”. Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman, dan kerabatnya. Imam Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah “mati”. Sebab itu sudah janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. (QS:Ali-Imran 185)

Lalu Imam Ghozali meneruskan pertanyaan yang kedua. “Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?”. Murid -muridnya ada yang menjawab negara Cina, bulan, matahari, dan bintang-bintang. Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar adalah “masa lalu”. Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.

Lalu Imam Ghozali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga. “Apa yang paling besar di dunia ini?”. Murid-muridnya ada yang menjawab gunung, bumi, dan matahari. Semua jawaban itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah “nafsu” (QS:Al-A’Raf 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.

Pertanyaan keempat adalah, “Apa yang paling berat di dunia ini?”. Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. Semua jawapan hampir benar, kata Imam Ghozali, tapi yang paling berat adalah “memegang AMANAH” (QS:Al-Ahzab 72). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak bisa memegang amanahnya.

Pertanyaan yang kelima adalah, “Apa yang paling ringan di dunia ini?”. Ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan. Semua itu benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan Sholat. Gara-gara pekerjaan kita tinggalkan solat, gara-gara meeting kita tinggalkan sholat.

Lantas pertanyaan ke enam adalah, “Apakah yang paling tajam di dunia ini?”. Murid-muridnya menjawab dengan serentak, pedang… Benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah “lidah manusia”. Karena melalui lidah, manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.

Al-Ghazali

:::::.....

Minggu, 16 Maret 2008

Keep Holding On

Nggak tahu kenapa, pingin aja posting lagu ini.

Awalnya, suatu saat beberapa bulan yang lalu, suami sedang dalam perjalanan bisnis keluar kota. Waktu itu kebetulan ada masalah pekerjaan yang cukup mengganggu pikirannya. Biasanya, kalau ini terjadi, akulah yang menjadi tempat curhat. Yah...walaupun nggak bisa membantu menyelesaikan, tetapi sekedar menyediakan telinga dan hati dan sekedar usapan lembut di bahunya, cukuplah.

Ndilalah, waktu itu pas ketika ini terjadi, Mas Iwan pas diluar kota dan hanya bisa chatting sekedarnya. Kebetulan lha kok player di komputer sedang melantunkan lagu ini. Duhhhh kok kena banget ya... And I just love the lyrics, to bit!

Sejak itu, setiap aku menghabiskan malam insomnia didepan komputer karena ditinggal suami outtown, jadi nyari-nyari deh ini lagu, diputar bolak balik...putar lagi bolak balik...lagu inipun sukses menemani insomniaku (dengan hasil, insomnianya tambah parah) :-D

Seperti semalam...


:::::.....

"KEEP HOLDING ON"
by : Avril Lavigne

You're not alone
Together we stand
I'll be by your side, you know I'll take your hand
When it gets cold
And it feels like the end
There's no place to go
You know I won't give in
No I won't give in

Keep holding on
'Cause you know we'll make it through, we'll make it through
Just stay strong
'Cause you know I'm here for you, I'm here for you
There's nothing you could say
Nothing you could do
There's no other way when it comes to the truth
So keep holding on
'Cause you know we'll make it through, we'll make it through

So far away
I wish you were here
Before it's too late, this could all disappear
Before the doors close
And it comes to an end
With you by my side I will fight and defend
I'll fight and defend
Yeah, yeah

Keep holding on
'Cause you know we'll make it through, we'll make it through
Just stay strong
'Cause you know I'm here for you, I'm here for you
There's nothing you could say
Nothing you could do
There's no other way when it comes to the truth
So keep holding on
'Cause you know we'll make it through, we'll make it through

Hear me when I say, when I say I believe
Nothing's gonna change, nothing's gonna change destiny
Whatever's meant to be will work out perfectly
Yeah, yeah, yeah, yeah

La da da da
La da da da
La da da da da da da da da

Keep holding on
'Cause you know we'll make it through, we'll make it through
Just stay strong
'Cause you know I'm here for you, I'm here for you
There's nothing you could say
Nothing you could do
There's no other way when it comes to the truth
So keep holding on
'Cause you know we'll make it through, we'll make it through

Keep holding on
Keep holding on

There's nothing you could say
Nothing you could do
There's no other way when it comes to the truth
So keep holding on
'Cause you know we'll make it through, we'll make it through

:::::.....


Sabtu, 15 Maret 2008

[ABE] Gigi Copot Si Ompong :-D


fotonya diambil 2 hari sebelum ompong...karena sudah kiwil-kiwil cepat-cepat kuputuskan untuk bikin foto "before" nya :-D

Kamis, 13 Maret 2008 lalu merupakan salah satu moment sejarah untuk hidup Abe (hiperbola banget deh hihihihi).

Sudah sejak seminggu sebelumnya keadaan gigi bawah depan Abe mulai kiwil-kiwil. Wah semua exciting menanti si gigi copot. Panggilan ompong sudah siap diledakkan orang serumah. Abe yang biasanya biang usil, kali ini harus menyerah dengan panggilan itu hehehe...

Nah, Kamis lalu, kebetulan si Bapak yang jemput sekolah. Sesampai dirumah, baru saja dia turun mobil semua sudah heboh karena ternyata yang datang sudah OMPONG!!!

Walaupun mulutku ikut heboh, hatiku nggak mau ikut kompakan. Pengalaman ini pastilah sangat sentimentil dan emosional bagi semua Ibuk kan? Rasa haru memenuhi hati, aku hanya bisa menyebut tasbih tak henti, diiringi pikiran yang akhir-akhir ini semakin sering menguasaiku kalau lihat anak-anak. “Tak terasa....perasaan baru kemarin pada lahir...subhanalloh...” dlsb itu. ^_^

Anyway, sedikit wawancara dengan Abe tentang gimana proses copotnya si gigi.

Ibuk : “Gimana ceritanya waktu copot? Siapa aja yang tahu? Trus giginya dikemanain? Sakit ndak Be? Ndak kan? Ibuk bilang juga apa.”

(berondongan pertanyaan model gini harus rela dihadapi seorang anak kalo dia jadi anakku :-D)

Abe : “Iya nggak sakit.” (sambil cuek main-main dengan Zing, kucing kami, sama sekali nggak cocok dengan kita semua yang heboh mewawancarainya)

Ibuk : “Siapa aja yang tahu waktu giginya copot?”
(tuh kan, seperti biasanya, akhirnya Ibuk harus rela mengulangi pertanyaannya SATU PER SATU...siapa suruh juga, tadi tanya berondongan ya kan?? Oalah...tarik napaass...)

Abe : “Pasya, Gita sama Rifki.” (Oh ya, nggak susah ditebak, salah tiga sahabat2nya)
Ibuk : “Trus giginya diapain?”
Abe : “Dibuang di tempat sampah. Tadi kita berempat melakukan “Upacara Pembuangan Gigi Ke Tempat Sampah” Buk...”

Wakakakakak aku sampe nggak bisa tanya bagaimana detilnya upacara itu karena terlalu geli.

Ibuk : (setelah lama ketawa dan menikmati si ompong) “Be, lain kali kalo giginya copot lagi, bawa pulang ya Nak, mau Ibuk simpan satu buat kenang-kenangan kamu kalo nanti dewasa.”
Abe : “Yacks, Ibuk, kan jijik??” (Si Bapak langsung setuju)
Ibuk : “Gak papa, pokoknya ntar gitu ya?”
Abe : “Iya deh.” (tapi dengan wajah “kan jijik??” yang masih terpasang)

:-D

Duhh...si ompong...

Kamis, 13 Maret 2008

Konser TOTO Berakhir Dudul


Empire Palace Ballroom

Tadi malam itu dudul dan heboh...

Ceritanya, masih dalam rangka melatih “menyapih” si ibuk ini dari anak-anaknya (hiks), begitu melihat di koran ada iklan konser Toto ( www.toto99.com) di Surabaya, Mas Iwan langsung beli 2 tiket. Maka kemarin sore (Rabu) selepas maghrib, meluncurlah kita ke sebuah gedung megah dan mewah ala klasik Romawi yang baru saja selesai dibangun ini, Empire Palace Ballroom.

Sekitar jam 18.45 kita tiba, masih sepi. Maklum konser juga baru mulai jam 20.00. Kita pun menunggu disitu, mengagumi interior klasik gedung, bertemu beberapa teman, ngomongin Toto, ngobrol soal hatiku yang ternyata cukup exciting karena kali terakhir aku liat konser musik berdua Mas Iwan pastilah lebih dari 6-7 tahun lalu ketika anak-anak belum lahir.

Menjelang jam 20.00 pintu masuk belum juga dibuka sementara sekitar seribuan pengunjung sudah memadati ruang tunggu. Jam 20.15 pintu belum juga dibuka, Mas Iwan heran karena biasanya konser penyanyi internasional jarang sekali molor. Jam 20.30 pintu belum juga dibuka, mulai terdengar beberapa kali makian kecewa dan seruan “buka! buka!” dari beberapa gerombol penonton. Mas Iwan pun jadi tambah curiga.

Akhirnya, pintu ballroom baru dibuka sejam kemudian, hampir jam 21.00! Banyak wajah lega tanpa curiga walaupun jelas-jelas di pintu tidak ada pemeriksaan dan penyobekan tiket (termasuk aku yang naif ini hihi), tetapi begitu masuk, yang langsung tertangkap mata Mas Iwan adalah panggung yang melompong, tak ada satu alat musik pun diatasnya! Benarlah kecurigaan Mas Iwan! Salah seorang penonton disamping cerita kalau konsernya memang BATAL, kebetulan tadi dia dengar ada panitia yang bertelepon tentang alat-alat Toto yang masih nyangkut di Jakarta, belum bisa lolos bea cukai, atau imigrasi, atau whateverlah nggak jelas detilnya.

Mulai terdengar huhu kecewa penonton, juga wajah-wajah melongo yang shock. Kita cuma bisa tertawa garing. Tak lama kemudian, panitia dan manager Toto naik panggung untuk bicara. It is official, konser malam ini batal, dan akan diundur keesokan harinya. Karena walaupun semua personel Toto sudah ada di Surabaya, tapi tak satupun alat mereka ada disini.

Huhu kecewa semakin keras, terutama dari arah belakang, tempat penonton kelas festival. Sedikit demi sedikit wajah kecewapun keluar dari ballroom, sepertinya memutuskan pulang dan kembali keesokan harinya. Yang lainnya, mulai menyebut-nyebut dengan emosional tentang jadwal konser Skidrow yang juga digelar keesokan hari (Kamis). “Sudah terlanjur beli tiket Skidrow nih!” rata-rata itu yang menjadi keluhan, termasuk Mas Iwan. Banyak juga yang dengan curiga tidak percaya bahwa Toto akan benar-benar tampil hari Kamis, karena Jumat nya mereka juga harus manggung di Bandung.

Sedikit diskusi denganku, akhirnya diputuskan Skidrow harus tetap tertonton, apalagi Mas Iwan sudah mengajak beberapa teman dan karyawan ikut ke konser yang diadakan di Lapangan Tambaksari Surabaya itu. Aku sendiri walaupun cukup ngefans dengan lagu-lagu Toto, tetapi sudah lama hidup baik-baik saja tanpa menonton konser, jadi harapan terakhir kami adalah bisa mendapat refund dari 2 tiket VIP kami .

Kamipun memutuskan untuk tidak pulang, 20 persen karena mengharap refund dan 80 persen karena merasa sangat sayang untuk melewatkan keributan penonton yang sekarang banyak merangsek kedepan panggung, mengejar panitia. Dari seseorang, kami tahu bahwa ternyata, tadi ketika masuk ballroom, banyak tiket penonton kelas festival yang sudah dirobek panitia, dan diganti dengan stempel ditangan mereka. Bagaimana mereka akan bisa menonton konser pengganti esok hari?? Rupanya itu yang memicu protes mereka, dan protes berubah menjadi kemarahan ketika kemudian panitia dengan gerak cepat dibawah pengawalan polisi, menghilang ke belakang panggung sebelum memberikan jawaban dan solusi kepada penonton yang protes ini. Termasuk yang seperti kami, menginginkan refund (yang jumlahnya ternyata sangat banyak).

Sekitar 500 penonton ditinggal begitu saja di ballroom. Yang lainnya sudah pulang. Pasti panitia berasumsi semua orang akan mau kembali keesokan harinya untuk menonton konser yang tertunda. Bagaimanapun, inilah yang pasti mereka inginkan, kan? Padahal, sebagian besar yang tinggal menginginkan refund tiket, dan sebagian lagi sudah tidak memegang tiket, hanya punya stempel ditangan yang pasti akan hilang bahkan sebelum pagi besok. Dan panitia sudah benar-benar menginggalkan panggung, menyisakan sekitar 10 personel kepolisian yang menjaga pintu belakang panggung.

Keluar dari ballroom, kerumunan semburat. Tetapi ada bagian besar yang masih bergerombol marah. Mas Iwan dengan tidak adilnya menyuruh aku untuk minggir menunggu agak jauh sementara dia dengan keingintahuan yang sama dengan aku, bergabung didalam kerumunan penonton yang dengan seru melancarkan protes. Kali ini tujuan meraka adalah “merangsek” ke pintu tertutup yang berada di sebelah ujung ballroom. Diduga, pintu ini adalah akses menuju ruang panitia.

Dan tahukah Saudara sekalian, di situasi seperti inilah akan bisa dilihat bahwa manusia adalah makhluk yang amat luar biasa dengan cara penanggulangan kekecewaan yang sangat bervariasi dan mengagumkan! Disaat yang lain memerah matanya dan keluar urat dilehernya karena marah dan kecewa yang bercampur menjadi satu, yang lainnya dengan sukses memunculkan salah satu teknik penanggulangan stress yang luar biasa manjur.

Yaitu HUMOR!

Macam-macam! Dan seakan lupa uang refund yang sedang kami perjuangkan, perutku belum-belum sudah kaku mules karena geli melihat bagaimana luar biasa kreatifnya orang-orang ini menciptakan humor ditengah riuh dan kacaunya gelombang protes kemarahan yang lain. Bahkan kalau nanti uang refund gagal kami terima, rasanya nggak rugi juga karena aku ternyata mendapat suguhan jenis panggung yang lain, panggung yang sesungguhnya, real, dan memaparkan tingkah dan polah para manusia ini! :-D

Persis didepan pintu megah berukir klasik eropa keemasan yang dijaga petugas keamanan GUN itu, seseorang dengan lantang berteriak “Ayo dorooonggg!!!!”.....tapi kemudian dengan mimik dan bahasa tubuh lucu dia melanjutkan....”Eh, tapi kok bagus ya pintunya, eman rek, gak sido ae!!” (-sayang pintunya, nggak jadi aja deh) disambut gelak tawa yang lain.

Kali lain, diantara teriakan-teriakan seperti : penipu!, Refund tiket!, Keluar panitia!, Tahan Promotornya! dan sejenisnya, eh, tiba-tiba ada yang muncul dengan teriakan keras “Bakar Soeharto!!!” trus dia jawab sendiri..”lho orangnya kan udah mati” (hahahahaha). Kontan kami pada tergelak mendengarnya!

Belum lagi segala macam plesetan menyangkut nama grup Toto. Ada yang bilang merujuk pada sebuah merk : “Toto nggak bisa manggung sekarang karena masih nangkring di toilet!”. Nama masakan juga keluar, “Ah, sekarang mending cari Toto Gubeng aja, atau Toto Madura, Toto Ayam, Toto Daging, Toto Makassar!” (hahahaha).

Dua orang yang seperti aku, memilih keluar ke balkon tingkat 5 disebelah ballroom untuk menikmati pemandangan malam Surabaya, berkata kepada temannya “Kita toto-toto aja disini, pose yang bagus yah??” Hihihihi oalah... :-D dan seorang wartawan bernama berakhiran To (seperti Sumanto gitu) akhirnya menjadi bulan-bulanan teman-temannya “Kamu aja To..To...yang manggung sana, ludrukan!!”

Btw setelah 15 menitan, si pintu megah berukir itu akhirnya terbuka, dengan pengawalan langsung Wakapolres Surabaya Selatan yang sudah datang ke tempat kejadian. Begitu semburat masuk, semua orang melongo lebar dan lama....bukan karena mendapati bahwa tak ada seorangpun panitia ada disitu, tetapi oleh fakta bahwa ternyata ruangan itu berakhir di panggung!! Aduh, kalau tahu begitu, percuma saja susah2 mendobrak dobrak itu pintu?? Kita akan dengan mudah mencapai ruangan besar itu dengan menyeberangi panggung tadi!! “Jangkrik! Mbalik nang panggung manehhh???” (sialan, balik ke panggung lagi??) seru seseorang. Yang lain pada nepuk jidat. Tak ayal banyak yang tertawa melihat kekonyolan ini. Dan ya, sekarang lebih banyak lagi penonton yang menyadari, bahwa tak ada jalan lain untuk menyalurkan kekecewaan mereka kecuali dengan h-u-m-o-r.... :-D

Penonton konon juga banyak yang malam itu khusus datang dari luar Surabaya. Bahkan beberapa yang kami temui ada yang dari Riau, Balikpapan, Solo, Semarang, bahkan Aceh! Kulihat, mereka memang yang paling memprihatinkan soal nasib tiketnya, apalagi konsernya kan bukan pas liburan atau weekend dan ada isu bahwa konon refund baru bisa dilayani besoknya. Tak ada sebatang hidungpun panitia, maka Pak Wakapolres yang jadi tempat tumpahan kekesalan.

Seorang Bapak dengan wajah emosional berteriak-teriak didepan wajah Pak Wakapolres. “Saya ini sekeluarga jauh-jauh datang dari Jember, Pak! Dari Jember!” semburnya setengah menangis menunjuk-nunjuk dadanya. Dibelakangnya, seseorang lain, dengan wajah yang juga lain, tiba-tiba juga menyembur dengan menunjuk-nunjuk dadanya, intensitas suaranya tak kalah dramatisnya dengan yang pertama “Saya juga dari keluarga baik-baik, Pak!! Keluarga baik-baik!!” (geeerrrrrrrr) Apaaaaa coba hubungannya??? Tanpa mengurangi simpati kepada Pak Jember, perut kami pun sampai sakit karena tertawa.

Setelah satu jam lebih berada dalam kontroversi, (dan perut yang sudah kaku tertawa melihat tingkah2 lucu) akhirnya kami dapat kabar bahwa tiket bisa di refund sekarang, di lobby bawah, di tempat pembelian tiket. Dimulailah antrian yang panjang, dan kulihat cuma ada satu orang panitia yang melayani refund ini. Dalam pengamatanku yang bahkan awam ini, panitia dari awal memang benar-benar payah!!

Sambil mengantri Mas Iwan asyik mengobrol dengan beberapa wartawan, dan Mas Benny, seorang teman kami yang yakin kalau besok (hari ini), cerita ini akan nongol di blogku..hihihi, you know me so well, Mas! :-D

Penonton mengantri dengan tenang walaupun keringatan. Tapi tak berlangsung lama, karena hanya 3 orang yang tersisa didepan Mas Iwan mengantri, si panitia menerima telepon, dan begitu teleponnya ditutup, dia mengumumkan kalau uang tunai habis, dan sisanya akan di tukar besuk paginya jam 10. Suasana kembali gaduh, protes sana sini dan memaki sana-sini. Namun begitu, kentara sekali teman-teman ngobrol Mas Iwan itu (baca: para wartawan) langsung semangat lagi. Mereka dengan segera mengacungkan segala macam kamera yang tadi sempat terkulai. Satu-satunya panitia yang disitu, nyaris tak bisa bergerak didesak sekitar 200 orang yang mengepung disekelilingnya.

Lama-kelamaan, sekali lagi Pak Wakapolres yang maju, naik keatas meja dan menenangkan massa yang mulai mengamuk (kasihan banget deh lihat itu panitia, mana sendirian lagi). Menghadapi desakan massa yang tidak percaya bahwa besok benar-benar mendapat refund, maka Pak Polisi menyatakan menjamin bahwa si panitia tidak akan kabur. Perusahaan promotornya toh jelas nama dan alamatnya, jadi dia menghimbau agar penonton tenang dan pulang untuk kembali lagi besok pagi jam 10 ditempat yang sama.

Massa masih tidak puas dan kami berdua masih terlalu penasaran untuk pulang. Kami memilih untuk melihat dulu massa yang tidak puas ini. Sejurus kemudian muncul lah celetukan-celetukan dudul itu lagi...

Seseorang yang berdiri tepat didepan meja panitia, dengan emosi mengeluarkan kalimat yang ajaibnya, selalu diselesaikan dengan kecepatan dan kecuekan yang luar biasa dari seseorang dibelakangnya, yang aku berani bertaruh, sama sekali tidak dikenalnya.

“Saaaya ini warga negara yang baik Pak!” serunya.......”dan benaar!” sahut orang dibelakangnya.
“Saya bayar tiket ini dengan uang Pak! Tunai!” serunya lagi....”dan tidak ngutang!” sahut orang dibelakangnya lagi.

Hahahaha siapa yang nggak geli melihatnya coba? Sungguh suasana yang kontradiktif, ketika orang-orang yang emosional ini bercampur dengan orang-orang yang mempunyai selera humor seperti ini. Mereka sepertinya bisa memunculkan selera humor, apapun keadaan yang mereka hadapi. Amazing, huh?? :-D

Akhirnya, baru jam 23.30 kita pulang, dan berharap besoknya bener-bener bisa dapat refund tiket...

:::::.....

Malam ini, ketika tulisan ini kuketik, Mas Iwan sudah berangkat untuk konser Skidrow bersama 5 orang teman dan karyawannya. Tak tahu pengalaman apa yang dia bawa pulang nanti. Tadi siang, akhirnya kita mendapatkan refund dari tiket Toto.
Lucunya lagi, koran hari ini lucu sekali. Di satu halaman ada berita kedatangan Toto ke Surabaya untuk konser Rabu, padahal di halaman lain ada berita ditundanya konser tersebut. Satu lagi kedudulan... :-D

http://versipdf.jawapos.co.id/index.php?detail=jp_det&file_det=008400241260
http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=330292

Dan di Empire Palace Ballroom, sekarang ini, detik ini mungkin Toto sedang beraksi didepan 2000 penonton (or much much less??), melantunkan “Africa”, “I’ll Be Over You” ataupun “Rosanna”. Tapi yang jelas, biarpun gagal nonton konsernya, ada satu lagu yang terus mengingatkanku akan heboh dan dudulnya malam tadi....and...“I Will Remember”...definetely!! ;-)

:::::.....

Catt.: karena larangan membawa kamera, semua foto dibawah diambil dengan cameraphone :-|

Rabu, 05 Maret 2008

Behind The Scene "Ayat-Ayat Cinta" The Movie


http://dearestmask.blogs.friendster.com/my_blog/2007/11/kisah_di_balik_.html
Aku suka sekali menyimak cerita dibalik layar. Dalam banyak kasus, kadang-kadang aku nggak terlalu suka terhadap suatu karya, tetapi begitu melihat proses pembuatannya dibalik layar, jadi tumbuh apresiasiku pada karya tersebut. Aku jadi lebih mudah menghargai suatu hasil karya, melalui perjuangan orang-orang dibelakangnya.

Nah, di link ini bisa disimak serba-serbi dibalik layar pembuatan filem Ayat-Ayat Cinta, langsung dari mulut (atau ketikan) sang sutradara Hanung Bramantyo. Ada juga cerita perdebatan antara Hanung dan Kang Abik, sang penulis novelnya tentang pemilihan pemeran dan lain-lainnya. Seru!

Sangat menarik!! Karena ternyata selama pembuatan film ini, banyak yang mendapatkan hidayah, termasuk Hanung, Sang Sutradara Terbaik FFI 2007 ini dan Fedi Nuril, pemeran utama si Fahri.

Panjang sampai ditulis bersambung, tetapi untuk Anda yang mengaku penggemar berat novel atau filemnya, it's worthed to read..!!

:::

http://dearestmask.blogs.friendster.com/my_blog/2007/11/kisah_di_balik_.html
http://dearestmask.blogs.friendster.com/my_blog/2007/11/kisah_di_balik__1.html
http://dearestmask.blogs.friendster.com/my_blog/2007/12/kisah_di_balik_.html
http://dearestmask.blogs.friendster.com/my_blog/2007/12/kisah_di_balik__1.html

Bintang Kelas dan Ranking Pertama

Menyambung postingan ini, dan seorang teman yang mengeluh tak bisa buka Friendster, maka ini adalah reposting. Postingan aslinya bisa dilihat disini. Semoga bermanfaat.
:::::.....

(Seperti dimuat di Majalah "Al-Hikmah") ( www.alhikmahsby.com )

RANKING SATU DAN BINTANG KELAS

Sudah lama saya merasa prihatin dengan istilah diatas, bahkan jauh semenjak saya belum menjadi orangtua dan wali murid. Sebenarnya keprihatinan saya bukanlah terarah kepada denotasi atau artinya, tetapi lebih kepada konotasi atau maknanya, terutama di kalangan orangtua dan wali murid yang selama ini banyak saya temui.

Menurut saya, makna ‘ranking satu’ dan ‘bintang kelas’ selama ini telah banyak mengalami overrated, terlalu dibesar-besarkan dan akibatnya, pengaruhnya terhadap perkembangan anak kita (siswa) juga menjadi agak berlebihan dari porsi yang semestinya. Kata-kata itu seolah-olah mempunyai kekuatan sihir magis yang bisa membuat para orangtua menempuh apa saja supaya si anak bisa menyandangnya. 

Sekali lagi, saya tidak punya masalah dengan arti denotatif dari istilah tersebut. Adalah hal yang sangat bagus dan membanggakan bila kita bisa mempunyai anak yang menyandang ‘label’ bintang kelas atau ranking satu di kelasnya. Siapapun orangtua –termasuk saya- pasti akan merasakan kebanggaan yang sama. Masalahnya, dalam satu kelas (yang terdiri dari berpuluh murid) hanya akan ada sebagian kecil (atau hanya satu) yang akhirnya mendapat predikat itu. Dari sinilah keprihatinan saya berawal.

Pertama, menyangkut proses yang harus ditempuh anak-anak tersebut sebelum akhirnya berhasil menjadi ranking satu atau bintang kelas di sekolahnya. Ada anak-anak yang memang dilahirkan untuk mempunyai kemampuan akademik yang cemerlang. Kemampuan akademik yang saya maksud disini mengacu pada hal-hal yang ‘dinilai dengan angka’ oleh guru-guru di sekolah. Mungkin si anak pandai matematika (meskipun tidak semua anak yang pandai berhitung bisa mandapat nilai matematika yang bagus), mungkin juga hebat dalam menghafal teori dan rumus-rumus, dan lain sebagainya. Mungkin pernah kita jumpai ada anak yang walaupun jarang (atau malah tidak pernah) belajar, tetapi selalu bisa menjawab ulangan dan melalui ujian dengan nilai sempurna. Intinya, anak model ini bisa menjadi ranking satu tanpa mengorbankan keseimbangan sisi-sisi perkembangan lainnya. 

Tetapi ada anak-anak yang demi mengejar predikat ini, mereka harus melalui serangkaian jam belajar harian ekstra disiplin, jadwal les yang amat ketat, ‘cambukan’ yang cukup keras dan terus-menerus dari orangtua, terkadang (seakan belum cukup) disertai dengan sedikit ‘ancaman’ bahwa si anak tidak akan mendapat hadiah ini dan itu kalau sampai semester ini tidak ranking di sekolah. Memang, mungkin mereka akan berhasil menjadi ranking pertama. Mungkin. Tetapi, sudah menjadi kepastian mereka akan kehilangan banyak hal yang bisa mengancam keseimbangan perkembangannya. Sebutlah, waktu bermain (saya selalu memimpikan suatu waktu dimana semua orangtua menganggap kegiatan bermain bebas sebagai hal yang serius dan berpengaruh besar untuk perkembangan anak-anak kita) dan bergaul secara luas dalam lingkungan sosial. Menimbang hal ini, rasanya usaha yang harus ditempuh si anak demi menjadi ‘ranking satu’ seperti tersebut diatas sudah agak berlebihan. Saya pernah melihat seorang anak berusia 8 tahun yang karena kecewa tidak mendapatkan nilai sempurna dalam suatu ulangan, harus kehilangan nafsu makan dan keceriaannya selama beberapa hari. Tentu menjadi keprihatinan saya bahwa si anak bisa-bisa tumbuh menjadi pribadi yang perfeksionis dan secara emosi mengalami kesulitan dalam menghadapi suatu kegagalan.

Kedua, keprihatinan saya menyangkut reaksi sebagian orangtua yang ketika anaknya gagal mencapai prestasi akademik yang mereka inginkan, seakan-akan merasa bahwa itu adalah akhir dari keberhasilan mereka sebagai orangtua. Menyangkut hal ini, ada satu cerita yang mudah-mudahan akan berguna untuk saya bagi (semoga Allah SWT menjauhkan saya dari riya’ lewat cerita ini, amin). 

Semenjak saya duduk di bangku TK sampai bertahun-tahun kemudian, predikat ranking satu dan bintang kelas sudah melekat begitu saja di diri saya. Sejauh yang saya ingat, saya tidak pernah mendapat jadwal belajar khusus (saya malah jarang sekali belajar) atau les dan kursus pelajaran ini itu dari orangtua. Yang dilakukan orangtua saya malah memasukkan saya ke sebuah klub badminton karena memang saya meminta. Saya sangat menikmati hari-hari penuh latihan dan  beberapa kali menang di kejuaraan menjadi kenangan yang sampai sekarang masih terasa manis dan membanggakan (lebih dari kenangan tentang ranking satu itu sendiri). Asyik dengan badminton, pun, tetap saja predikat ranking satu masih melekat, sampai saya berhasil menyelesaikan SD dalam waktu 5 tahun saja (saya coba diikutkan Ebtanas oleh sekolah ketika saya duduk di kelas 5, dan karena NEM saya mencapai 3 besar se-Kecamatan, akhirnya saya langsung dinyatakan lulus SD).

Keadaan berubah drastis ketika beberapa tahun kemudian saya berkenalan dan aktif di OSIS. Saya sangat menikmati dunia organisasi dan merasa disinilah saya bisa berkembang dengan sangat baiknya. Saking drastisnya, waktu kelas 2 SMA saya pernah berada di ranking 46 dari 48 siswa! Alias menjadi satu dari 3 siswa yang paling buruk nilai rapornya! Aktif di OSIS lah yang menjadi biang keladi. Apa komentar orangtua saya? Mereka hanya bilang, apa yang ada di buku rapor hanyalah angka bagi mereka, dan bila saya bisa tumbuh menjadi pribadi yang bisa menempatkan diri dengan baik, sebagai hamba Alloh dan anggota masyarakat, maka itulah prestasi mereka yang sebenarnya sebagai orangtua. Subhanalloh... (Ya Alloh, robbighfirli wali wali dayyaa, warhamhumaa kamaa robbayani shoghiroo...) 

Yang ingin saya sampaikan dari cerita ini, adalah ketika sekarang saya menoleh kebelakang, hal-hal yang saya dapatkan di organisasi (ketika saya belajar bekerjasama dan berhubungan dengan banyak orang, mengalami jatuh bangun dan kesulitan menyelenggarakan berbagai event di sekolah/kampus, dlsb.) jauh lebih banyak memberikan manfaat dalam hidup saya sekarang, dibandingkan prestasi akademik saya (saya akan angkat tangan kalau Anda tanya apa rumus luas lingkaran, atau nama kimiawi belerang atau menyebutkan diluar kepala pasal-pasal UUD 1945, hal-hal yang dulu saya kuasai dengan baiknya).

Intinya, kalau memang anak kita tidak menjadi ranking satu atau dua atau tiga (atau dua puluh sekalipun), so what? Sama seperti semua anak-anak lain di seluruh penjuru dunia, dia pasti (PASTI !!) mempunyai minimal satu bidang yang akan bisa mengantarkan dia menjadi pribadi yang sukses di kemudian hari. Entah itu berawal dari kegemarannya bermain sepeda dan sepakbola, atau keahliannya mendebat dan bernegoisasi dengan kita orangtuanya, atau kemampuannya berkreativitas dan menghayalkan hal-hal fantastis yang diluar realita (hal-hal yang seringkali justru kita sepelekan). Yang perlu kita lakukan hanyalah percaya akan hal ini, menemukan potensi dan mendukungnya dengan cara mengusahakan agar anak-anak kita tumbuh secara optimal, seimbang dan penuh dengan keceriaan. 

***

Saya seringkali mendapat pertanyaan dari teman, “menurut kamu, sekolah yang baik itu yang gimana, sih?”

Menurut saya, sekolah yang baik itu (diantaranya) adalah sekolah yang tidak mendewakan muridnya yang mendapat ranking satu.

Kalau sekolah terbaik?

Menurut saya, sekolah terbaik adalah sekolah yang bisa menjadikan semua siswanya (SEMUA, TANPA TERKECUALI) menjadi “BINTANG” di kelasnya masing-masing.

Wallohua’lam bishawab....

***


Selasa, 04 Maret 2008

Academically Superior vs Street Wise


Aku punya 2 adik sepupu laki-laki yang relatif sebaya, sebut saja A dan B.

Si A lahir dan tumbuh besar di Jakarta karena Paklik bertugas disana. Tak berpanjang-panjang, A adalah tipikal anak yang sering disebut orang sebagai anak jenius, gifted child, atau semacamnya itu. Dari IQ-nya yang superior, prestasi akademiknya yang fantastis dan prestasinya dalam berbagai Olimpiade Sains tingkat nasional maupun internasional, selalu menjadi perbincangan setiap reuni keluarga besar dari Bapakku ini. Pendeknya, dia sudah menjadi kebanggaan keluarga besar kami, dan aku pribadi sangat menyayangi dan mengagumi dia karena setelah semua ini, dia masih tetap jadi teenager yang rendah hati, tak pilih-pilih dalam bergaul dan hormat serta sangat sopan pada siapa saja. Usianya sekarang 16 tahun, duduk di kelas 1 SMA dan bulan lalu dia baru saja pulang dari Tiongkok, masih dalam rangka menjadi utusan Indonesia mengikuti Olimpiade Fisika disana.

Si B lahir dan tumbuh besar di kota kecil kami tercinta Tulungagung. Ditinggal pergi ayahnya sejak dia umur 1 tahun, membuat B berada dalam pengasuhan Bulik yang single parent. Bulik, yang pedagang dan juga pekerja yang amat keras, berhasil membesarkan B dengan apa adanya, kalau nggak boleh disebut pas-pasan. Di usia yang masih amat muda, B juga membantu Bulik dalam berdagang pakaian di sebuah stand didalam Pasar Wage, pasar terbesar di Tulungagung sana. Dari mengurus dagangan sampai ikut menjualnya, sudah biasa dilakukan si B bahkan sejak umur 8-9 tahun dan sejak dibantu anaknya, usaha dagang Bulik relatif sudah semakin maju. Bagi si B, pilihan karir di masa depan sudah menjadi hal yang nyata untuk mulai dprintis dan diperjuangkan.

Pada dasarnya, kami memang keluarga besar pedagang, dari ke-9 bersaudara Bapakku, hanya dua yang tidak berdagang. Well, intinya B sudah akrab dengan dunia kerja dari kecil, seperti juga banyak dari kami bersepupu yang rata-rata terbiasa membantu orangtua2 kami di toko masing-masing. Dan mungkin karena itulah, si A lebih banyak menguasai topik perbincangan saudara-saudara di reuni keluarga. Bagi kami, seorang remaja yang piawai menjual dagangan dipasar adalah suatu hal yang biasa, hampir semua dari kami juga begitu. Beda dengan pengalaman menang Olimpiade Sains dimana-mana.

Tapi, suatu hari, semuanya berbeda...

Waktu itu kami sedang berada ditengah pernikahan seorang sepupu juga, di Tulungagung. Seperti biasa, semua orang selalu menjadi panitia sekaligus pelaksana. Khusus bagi A dan B ini pertama kalinya mereka menjadi panitia, karena di pernikahan sepupu sebelumnya, mereka masih terlalu kecil. Disitulah banyak kejadian yang seperti membuka mata, bahwa ada alasan bagus kenapa Allah tidak menciptakan semua manusia jenius dan menjadi juara Olimpiade dimana-mana.

Ditengah riuhnya acara makan-makan si A seperti sedang tersesat di dunia yang sangat tidak dimengertinya. Tugas sesederhana meracik es krim+mutiara di gelas-gelas kecil, menata di baki khusus untuk kemudian diputar diedarkan ke semua orang, dalam hal ini rupanya menjadi tugas yang jauh lebih rumit dan sulit daripada menerapkan rumus-rumus Fisika tingkat tinggi.

Melihat wajahnya, kayaknya si A lebih memilih disuruh menuliskan angka Phi sampai ke 100 desimal (btw, dia bener2 apal angka Phi sampai 100 desimal lebih lho!) daripada diminta untuk menakar seberapa banyak jumlah mutiara yang tepat untuk satu porsi es-krim atau mengatur strategi distribusi yang tepat supaya semua tamu bisa mendapatkan jatah es-krim dalam waktu sesingkat mungkin. Gerakan badannya kikuk, wajahnya terlihat jelas berkeringat dan bingung, tamu mana yang harus didulukan??

Sedang untuk si B, well lets just say, ITU SIH HAL KECIIILLL....!!!! :-D

:::::.....

My point is, ini sama sekali bukan masalah mana dari kedua aspek ini yang lebih penting. Kognitif atau Motorik. Akademis atau Street Wise. Kemampuan Analitis Teoris (Kognitif) dan Ketrampilan Praktis (Life Skill). Karena menurutku keduanya sama-sama penting. Dan karenanya, tak ada salah satu yang berhak mendapat sorotan lebih daripada yang lain.

Kata teori Yin-Yang, kuncinya adalah keseimbangan. Bagaimana kita bisa mencapai keduanya dalam takaran yang seimbang, akan lebih membawa kita untuk sukses dalam hidup ini. Menurutku, ekstrim pada salah satu disini bukanlah suatu pilihan yang terbaik. Misalkan, ada orang yang kemampuan analisa teorisnya sangat tinggi tetapi kemampuan praktisnya nol, akan sulit bertahan dalam kehidupan. Sebaliknya juga, kemampuan praktis bagus yang tidak didukung dengan kemampuan analisa teori yang baik, seseorang tidak akan bisa kreatif dan berkembang dalam decision making dan menemukan langkah yang lebih baik lagi dari apapun yang dia kerjakan.

:::::.....

Just wanna share, semoga bermanfaat... :-)

Bea dan Infus


diajak foto malah mbanyol

"ini pose sakit" :-)))

Catatan : dua minggu sebelum Bea opname, Raka, sepupunya opname juga karena diare. Dan selama itu juga Bea sangat iri melihat “tangan robot” (infus) milik Raka.

Pagi itu, Minggu 17 Februari 2008, ketika Bea pergi ke UGD, dalam rangka menuruti kata-kata dokter lab untuk opname...

Walau badan masih panas, Bea masuk UGD dengan ceria (aku mungkin udah pernah cerita kalo selama sakit, Bea sama sekali nggak mirip orang sakit). Ketika bertemu seorang perawat laki-laki, diapun seperti biasa ketika sok akrabnya keluar, menyapa itu suster. Dengan nada ceria, cerewet dan semangat 45...

“Haiiii.....aku mau pasang immmpuuuusss lhoooo...”.

**gubraxx**
Om Perawat masih terkaget-kaget ketika seisi UGD meledak oleh tawa, mendengar sapaan Bea. Anak ini kalo nggak aneh, pasti belum tahu rasanya dipasangin infus, mungkin begitu pikir mereka.

Setelah registrasi dan wawancara kecil2an dengan dokter jaga (kebanyakan yang menjawab pertanyaan juga Bea, dengan ngawur tentu), kitapun diminta menunggu. Nggak tahan berbaring ditempat tidur, Bea langsung turun. Kita menunggu sambil Bea nyanyi2 dan menari di lantai UGD. Main timbang-timbang badan, cuci-cuci tangan, dan mengeja semua hurup yang dilihatnya. Para perawat senyum-senyum, beberapa pengantar pasien cubit-cubit gemas pipi Bea.

Agak lama, waktunya batas kebosanan datang...

“Aduuhhhh kok lama siiihhhh...??? Katanya aku mau dipasangi immpuuussss...???”

**gubraaxx lagi deh**

Tibalah waktunya Bea ditangani perawat. Si Om yang pertama disapa tadi yang nyamperin. “Ayoooo yang mau dipasangi infus yang manaaa???”

“Sayaaaa!!” jawab Bea mengacungkan tangan.
“Ayo sini coba, cocok nggak ya sama awalnya tadi, Om mau lihaaat...” kata si Om dengan geli. “Lihat saja nanti, selama ini belum ada anak yang selamat ditanganku, hah hah hah,” mungkin begitu batin si Om.

Dengan nurut Bea ambil posisi berbaring. Tangan dan badan dipelukan Ibuk sementara kaki udah erat dipegang Bapak yang merem. Dengan rela Bea menyerahkan lengan kirinya. Dengan senyum Bea menikmati pijitan perawat yang mencari pembuluh darah yang tepat ditangannya. Tiba waktunya mencoblos...

Ughhh. Bea meringis. Tapi cuma itu. Meringis yang cuma bertahan beberapa detik. Karena kemudian wajah Bea jadi tambah aneh, perpaduan antara kesakitan dan ekpresi menguat-nguatkan dirinya sendiri.

“Sakit ya, Bea?” tanya Ibuk hati-hati.
“Nggaaaakkkk, nggak sakiiitt...” jawab Bea agak terlalu cepat dan dengan suara yang bergetar hebat. Matanya tegang memandang jarum (nggak mau pindah walaupun berkali-kali dilarang melihat). Tegang tapi sekaligus menerawang. Wah, teknik penyangkalannya sudah tingkat tinggi nih!

Beberapa detik penuh puji-puji dari Om Perawat. Wajah Bea tambah aneh, udah mulai berubah warna. Bapaknya pun akhirnya datang dengan kalimat penyelamatan.
“Kalo sakit, nggak papa kok nangis Bea, dipasang infus memang sakit.”
“Iya, sayang...” lanjut Ibuk setuju.

Wajah tegang sekonyong-konyong mencair dengan kecepatan tinggi.
“Hikss....hiksss....Ibuk...sakit.....” pertamanya menyayat dan pelan.
“Huwaaaaa...!!!!!! Huwaaaaaaaaa!!!!! Sakiiittttt”.... masuk reffrain deh akhirnya... :-D

Dan aku pun tak menyalahkan seisi UGD yang malah mentertawakan...
Apalagi 10 menit kemudian ketika selang infus sudah lengkap terpasang, Bea kembali lagi menyanyi-nyanyi dan –tanpa malu- memamer-mamerkankan selang infusnya.

“Nanti aku mau kasih liat tangan robotku ke Raka sama Mas Abe, Buk....”
Ealah Bea...Bea...

:::::.....

Ssttt...ngomong2 sifat ceria yang agak keterlaluan dan nggak kenal tempat ini, konon diwarisi Bea dari ibuknya lhooooo...**hayo siapa mo protesss??? ngancam.com hahahaahah** :-b


Terimakasih banyak buat perhatian yang diberikan kepada kami selama Bea sakit. Teman-teman MP sangat membuat terharu dengan sms, telp dan doanya yang bertubi-tubi. Hanya Allah lah yang akan membalas kebaikan semuanya....matur sembah nuwun.... ^_^


:::::.....

Minggu, 02 Maret 2008

Curhat, Curhat, Curhaattt!!! :-(((

Ini aku mau curhat! Dengan sangat emosional!

Gara-gara lihat banyak berita bertebaran tentang anak-anak yang mati kelaparan, juga busung lapar, kurang gizi dan sejenisnya itu. Aku sampai tak percaya bahwa itu semua terjadi di Indonesia, dimana katanya nggak ada lautan, yang ada hanya kolam susu. Dimana tongkat dan batu jadi tanaman, dimana rasa gotong royong dan tepo sliro orang timurnya sudah puluhan bahkan ratusan tahun terkenal seantero dunia sebagai karakteristik masyarakat kita. 

Di suatu kabupaten di NTT, tempat terdapat korban gizi buruk yang meninggal itu, ada rencana membangun Kantor Bupati dengan dana sebanyak 26 Milyar! Astaghfirullah, aku tak tahu bagaimana caranya si Pak Bupati bisa tidur nyenyak dimalam hari.

Di sebuah Kabupaten di Jatim (sekali lagi, ini lingkup kabupaten lho), sebuah parpol menghabiskan dana lebih dari 10 Milyar hanya untuk memesan spanduk kampanye. Hanya spanduk! Belum kaos, belum EO acara2 partai yang selalunya gegap gempita itu, belum pesangon para fungsionarisnya, dan yang lain-lain. Hanya spanduk! 10 Milyar! Hanya untuk sebuah janji yang tak tahu apakah akan tertepati!! 

Astaghfirullah...air mataku sampai tumpah menulis ini... :-((

Masih terus akan terbayang gambar anak-anak yang kelaparan tadi di TV...


Ampuni kami Ya Allah... :-(((

:::::..... 

Gambar dicomot dari berita disini : http://www.careindonesia.or.id/index.asp?lg=id&sb=3&dt=11&id=35

Sabtu, 01 Maret 2008

[..::LOMBOK::..] Part 3 : Snorkling (LAGI?? OH NO!) dan Ayam Taliwang Yang Menawan


salah satu sudut private beach di Senggigi Beach Hotel

Jumat, 8 Februari 2008.

Hari ini, pagi sampai sore kita memutuskan untuk stay di hotel saja, menikmati segala suasana dan fasilitas Senggigi Beach Hotel. Sesuai dengan namanya, hotel berbintang empat ini memiliki area private beach yang sangat indah. Terletak di semenanjung kecil, menjadikan hotel ini selaksa dikelilingi garis Pantai Senggigi.

Deretan kursi malas lebar yang setengahnya penuh bule berjemur dan area pantai yang bersih dan steril (bahkan dijaga beberapa satpam hotel yang akan mencegah siapapun selain tamu hotel untuk menikmati suasana pantai disitu), jadi terasa kurang fun. Kita pun bergeser keluar dari area private beach hotel, dan menemukan beberapa perahu kecil kano berjejer.

Yang pasti aku sudah kapok nyemplung. Mas Iwan langsung menyewa perahu kano dan asyik menyusuri Pantai Senggigi. Kemarin sore ketika para istri masih tidur siang panjang, dia sudah mencoba canoing bersama Mas Yosep. Mbak Daning juga memutuskan ikut, tapi tidak dengan Mas Yosep. Konon, karena kemarin sore Mas Yosep sempat mencoba kano dan berakhir dengan kepala benjol karena kano fiber itu terbalik dan jatuh lagi menimpa kepalanya. Akibatnya, setiap kali kano Mbak Daning agak ketengah, suaminya akan berteriak-teriak memberi peringatan supaya minggir lagi. Trauma ya?

Melihat Mas Iwan dan Mbak Daning asyik ber-kano, aku jadi geli sendiri. Aku menyewa tikar dan memilih meneruskan bacaanku, “Paradise”-nya Abdulrazak Gurnah. Sedangkan Mas Yosep serius mengawasi Mbak Daning dan terus-terusan mencegahnya terlalu ketengah sampai Mbak Daning jengkel. Kami seperti kombinasi dua pasangan yang sama-sama tidak serasi. Yang satu bersemangat berpetualang dilaut, sedangkan pasangannya terserang semacam alergi air laut. Hehe...

Selesai berkano, kali ini kita kembali ke private beach lagi. Aku teruskan membaca, dan Mbak Daning meneruskan berenang di pantai. Aku seperti menemukan sisi lain yang ternyata penuh advanture dari dirinya yang selama kukenal sangat kalem dan nggak banyak omong itu. Sepertinya dalam liburan ini terungkap, bahwa motto Mbak Daning adalah “sedikit bicara, banyak aksi”. Sama sekali berbalik 180 derajat dengan aku.

Gara-gara ngobrol dengan satpam hotel, akhirnya ketahuanlah bahwa di sebelah lain hotel, ada pantai yang bagus untuk snorkling. Mas Iwan langsung ON lagi! Sekali lagi, ini bedanya mental pengusaha dan mental emak2. Aku memutuskan urat ketertarikanku pada snorkling sejak kemarin dan memilih menunggu saja disitu, sambil baca.

Sehabis sholat Jumat, sorenya Mas Anom datang lagi ke hotel, kali ini mengajak Nina, calon istri yang rencananya akan dia nikahi April nanti. She’s really really a doll!! Dia manis sekali dan sangat ramah. Nina yang dosen English di Univ. Mataram sama sekali nggak tampak seperti Bu Dosen, tetapi lebih tampak seperti mahasiswa, eh bukan ding, lebih tepatnya anak SMA, atau SMP sekalian!! Huehehehehe. Lebih bagus lagi, dia terbukti bisa bertahan melawan gojlokan Mas Yosep dan kita semua. Hihihihi good girl!

Kita makan ayam taliwang ASLI DAN LANGSUNG DARI SUMBERNYA!! Subhanalloh...Nyammmmmm2x sekali....apalagi acara makan kita sore itu adalah makan siang yang tertunda, maka kami pun selayaknya monster pemakan ayam yang rakus. Subhanalloh...lagi-lagi bumbu yang enak dan merasuk menjadi perbincangan. Memang orang Lombok membumbui masakan dengan cara disuntikkan tuh kayaknya!! **keukeuh**

Sehabis makan kita belanja oleh-oleh di Toko Phoenix dan Pasar Seni. Tak terlalu malam kita kembali ke hotel dan say goodbye to the lovely Nina, wishing her luck on her upcoming wedding, on April.

Acara malam ini packing dikamar, karena besok jam 3 pagi WITA kita harus cabut dari hotel, mengejar pesawat yang take off jam 5. Kenapa harus pagi buta, lagi-lagi gara2 aku yang harus menghadiri reuni akbar Fak. Psikologi Unair di Surabaya jam 10 paginya. Sehabis packing, para istri leyeh2 di kamar sementara Mas Anom kembali lagi bersama Mas Slamet dan mengajak Boys Night Out para suami. Kabarnya mau nyari jagung bakar, tapi ternyata jadinya nongkrong di kafe depan hotel gara-gara hujan turun. Oalah...

Oya, bicara makanan karena suatu dan lain hal, keinginan menyantap Sate Bulayak pun harus gagal, yah...kecewa deh, tapi gak papa, anggap saja ini jadi motivasi untuk kita bisa balik kesini lagi...(tapi syaratnya: sama anak-anak yaa????) :-b

Malam itu kita juga say goodbye sama Mas Anom dan Mas Slamet, karena besok pagi, kita akan diantar mobil hotel ke bandara. Duuhhhh we cannot thankful enough to them. Terimakasih banyak sudah menjamu kami dengan begini baiknya ya Mas... Jangan kapok, dan ingat, Mas Iwan masih punya janji untuk mengajak Mas Anom snorkling di Pantai Kenjeran Surabaya. Untuk melihat hamparan sampah, beha bekas dan celana kolor bekas yang terhampar di sepanjang dasar Pantai Kenjeran Surabaya....that would be awesome!!

:-D

:::::.....

Selama di pesawat menuju Surabaya kita semua full tidur, maklum tadinya sebelum jam 3 udah pada bangun.

Tadi ketika menunggu boarding di Bandara Selaparang, Mas Yosep sudah mengungkapkan niatnya, pokoknya nanti ketika bertemu dengan teman-teman sekantornya, dia akan bercerita dengan berapi-api tentang Lombok, dan terutama tentang SENORKELING. Betapa asyiknya bersnorkling, betapa cantiknya para ikan-ikan yang jinak mendekati, betapa bermacam-macam jenis ikannya, ada yang besar dan ada yang besar sekali.

Dan untuk mendukung ceritanya itu, dia harus teliti mewawancarai dan mencatat pengalaman Mas Iwan, menghapalkan jenis-jenis ikannya, dan menceritakannya dengan penuh penghayatan, seolah-olah dia merasakan sendiri pengalaman itu... Hahahahahaah

:::::.....

(Selesai)

Cerita lain perjalanan kita ke Lombok bisa dilihat di blognya Mas Anom, di http://nikmatinhidup.blogspot.com

Dan untuk Mas Yudi ( http://yudexelex.multiply.com ), sekarang habis sudah simpenan catatan perjalananku...Sumpah!! :-D

[..::LOMBOK::..] Part 2 : Snorkling Yang Romantis Dan Memberi Definisi Baru


Sudahlah...aku tak kuasa berkomentar lagi.. **menghela napas panjaaang**

Anyway, kemudian nyemplunglah kita...

Benarlah apa kata mereka tentang pengalaman pertama, bahwa itu akan selalu berkesan!! Begitu kami berempat nyemplung dan terlihat sangat ahli dengan peralatan snorkling kami (ahli? well anggap saja hari ini adalah hari kebalikan), Mas Anom dan Mas Slamet yang menunggu di pantai, tak hentinya tergelak tertawa terpingkal-pingkal melihat kita!!

Ada yang terjungkal-jungkal seperti jungkitan padahal sudah pake pelampung di badan (itu aku dan justru pelampung itulah yang jadi pusat jungkitannya), ada yang terus2an menyalahkan alatnya mungkin rusak dan airnya bocor atau kaki kodok yang tidak ditakdirkan untuk dipakai manusia (itu juga aku), ada juga yang walaupun dudul panik jerit-jerit, tetapi begitu dengar kata “ayo foto” langsung secara ajaib bisa menguasai diri di dalam air dan langsung bergaya “cheese” untuk kamera (well, sekali lagi, hihihi ini juga aku).

Pelajaran hari ini : kalau mau snorkling, pastikan Anda bisa berenang! Atau paling tidak, sudah terbiasa menguasai diri didalam air. Kalau tidak, Anda akan menjadi orang yang ketika kamera mati, nyaris seperti jungkitan yang mau tenggelam dan ketika kamera menyala untuk memfoto, persis seperti ahli snorkling tingkat dunia! Kata orang Jawa : oleh gayane thok!

Mbak Daning jauh lebih progressing. Well, dia memang bisa berenang (alasan! hahaha). Paling tidak, dia sudah berhasil berjalan agak ketengah dan sempat melihat seekor ikan besar mendekatinya. Setelah satu jam Mas Iwan juga sudah membanggakan pemandangan terumbu karang dan ikan-ikan bergerombol yang indah sekali. Aku, masih saja berkutat dengan penyesuaian keseimbangan tubuh dengan semua alat-alat ini (percayalah, waktu itu memang sudah satu jam berlalu). Masih bertahan di kedalaman pantai dibawah satu meter, sehingga setiap kali Mas Anom memanggil kami dari pantai untuk berfoto, masih memungkinkan aku untuk langsung berdiri dan –sekali lagi- bergaya seperti ahli snorkling tingkat dunia!

Yang juga melas adalah Mas Yosep. Teknik sudah dikuasainya dengan baik, dia pun sudah mendapat keberanian untuk pergi ketengah, tetapi kenapa oh kenapa –sekali lagi, setelah satu jam lamanya- tak ada seekorpun ikan mau terlihat olehnya??? Yang besar maupun yang kecil (yang kecil aja nggak mau, apalagi yang besar) **menghela napas**. Kesimpulanku satu, bahwa hanya Tuhan yang tahu sebabnya... Akhirnya, didorong oleh kekecewaan dan rasa tertolak oleh para penghuni laut, moodnya jadi turun, dan teknik yang tadi sudah dikuasai, dudul hanya tinggal kenangan berbuah beberapa ratus cc air laut asin yang sekarang ngendon dengan manis di perutnya. Bikin tambah mual, katanya.

Detik itu, ada satu momen dimana secara bersama-sama aku dan Mas Yosep saling berpandangan, seperti menemukan insight bersama-sama. Kami seperti baru mendapat pencerahan dan siap merumuskan suatu teori definisi baru (kami bahkan secara resmi membuat semacam pakta berdua) bahwa : SENORKELING, adalah suatu aktivitas yang KHAYAL untuk dilakukan. Titik.

Tetapi Mas Iwan tak menyerah. Bagaimanapun aku mengatakan “titik, pokoknya khayal, titik” dia tetap nggak menyerah. Dia ngotot mencari cara supaya aku bisa melihat minimal satu saja ikan didasar laut. “Rugi kalo nggak, Nduk. Baguuussss sekali, dan kita sudah pergi sejauh ini kesini”. Hati kecilku mengiyakan, tetapi hati besarku (baca : pinggul dan pahaku) sudah dudul lemas. Mas Iwan memaksa melatih gerakan kaki berenang sekali lagi. Ampun Gusti, sekali2nya aku “belajar berenang”, harus pake pelampung dan kaki kodok yang berat ini, dan pelatih yang tak sabar untuk segera menyuruhku menyelam. Hikss..kurikulumnya terlalu berat untukku.

Oke, kita pake cara lain. Apalagi? Oh sudahlah mas...(inilah bedanya, mental entrepeneur dengan mental ibu2 rumah tangga hikss). Kali ini Mas Iwan memutuskan untuk menggandengku ketengah. Instruksinya sederhana dan jelas “just follow me, I will lead you there”.

Dan adegan selanjutnya, aku seperti terlempar kedalam sebuah filem drama romantis, dimana ada seorang laki-laki heroik yang melenggang menggandeng (atau lebih tepatnya di cerita ini, menggelandang) pujaan hatinya. Menunjukkan seluruh isi dan keindahan dunia kepada si wanita yang baru keluar dari tempurung kelapa hidupnya selama ini di sebuah gua tengah hutan. Tangan mas Iwan, yang kiri menggandeng tanganku, yang kanan mengacung2kan botol berisi roti memancing ikan2 mendekat. Seperti Superman ketika untuk pertama kalinya mengajak Lois Lane terbang ke angkasa, merangkul seluruh tubuh Lois Lane dalam perlindungannya yang aman dan menunjukkan padanya segenap luar angkasa.

Seperti sebuah puisi, “Percayalah padaku, dalam genggaman tanganku kamu akan aman, dan akan kutunjukkan padamu seluruh keindahan jagat raya ini, sayang...” (suiitt suiiitt)

Akhirnya tak lama kemudian datanglah momen itu, dalam bentuk sekilas ekor ikan berwarna putih keperakan melintasi ekor mataku. Hanya sekilas....dan hanya bagian ekor! Prestasi yang fantastis bukan?? Rupanya karena aku terlalu sibuk umek dengan alat yang sudah mulai terisi air, aku jadi telat mengikuti telunjuk Mas Iwan. Sejurus setelah melihat ikan itu, kami saling berpandangan...”ohh my darling....kita berhasil sayang...” Kami pun terus bergandengan menyusuri pantai semakin ketengah dengan wajah dan tubuh menghadap kebawah, dibawah permukaan air bersiap menerima lagi pemandangan terindah. (Jangan muntah dulu ya, para pembaca sekalian :-D)


Lois Lane yang ini, sayangnya sudah lama membuktikan bahwa dia adalah aktris yang sangat buruk kalau harus bermain di filem romantis. Dan aku, sedetik itu rupanya lupa diri dengan himbauan yang sangat kupercaya sekian lama, “Jangan terlena dengan manisnya cinta, karena bisa menutup pandangan mata kita”. Juga motto kami berdua : the most romantic thing about us, is being totally NOT romantic at all. Untuk sesaat aku khilaf terseret arus manis dan indahnya Cinta di Pantai Gili Nanggu...membuatku percaya bahwa inilah momen romantis kita berdua, selayaknya adegan Rose dan Jack yang berdiri di haluan kapal Titanic.

Tiba-tiba. Brukkk!!!! Sumpah mati, kukira aku akhirnya mendapat kesempatan untuk menyenggol seekor ikan besar berwarna kemerahan di kananku. Ikan lumba-lumba kalo perlu, karena dia besar sekali!!
Kaget, karena panik secangkir air laut masuk ke selang snorklingku, diiringi repetan suara panik ibu-ibu separuh baya dari arah ikan itu.

“Eee...ee...ee...aduhhh...maap Mbak. Aduh...udah deh gak papa tabrak aja saya Mbak, saya ngerti kok wong saya memang nggak bisa berenang ini, duh ini gimana ya.... Aduhhhh memang udah nggak waktunya nenek2 kaya saya main yang aneh-aneh gini...wong berenang saja nggak bisa kok ya aneh-aneh snorkling”. Repetan panjang dan latah yang menurutku luar biasa, mengingat dia harus berjuang melawan alat-alat yang -aku setuju-, sangat merepotkan ini.

“Eh maaf Bu...” suaraku blebekan bercampur air karena selang masih terpasang dimulut.
“Udah gak papa Mbak. Saya juga udah mau mentas dari tadi sebenarnya... Monggo-mongo...!! Aduh reekkk...!! Iki piye tooo???”

Aduh...Ibu... ternyata kita berdua adalah 2 jungkitan yang berasal dari pabrik yang sama, di Surabaya sana. Dan petualangan senorkeling ini disini, seriously, memang sudah benar-benar waktunya berakhir untuk kita berdua...

:::::....
Perjalanan sepulangnya sungguh kasihan buat Mbak Daning. Ketika naik ke kapal, sudah 2 kali dia muntah. Ketika mendarat, sekali lagi dia muntah, menyebabkan Mas Yosep dengan dudul mulai percaya kata-kata kejam kita semua “Wah kok sudah muntah2? Sudah ngidam nih kayaknya”. Hahahahaha maap ya Mbak, bener2 teman yang dudul nih kita semua, liat orang muntah malah digodain.

Untungnya, perjalanan darat kembali ke hotel lebih cepat rutenya. Mbak Daning pun untungnya bisa tertidur di mobil. Tadi ketika melihat kita pada agak mabok sampe ada yang muntah, Mas Slamet mendapatkan lagi satu kesimpulan baru. Tentang lagu “Nenek moyangku, orang pelaut” itu, berdasarkan kesimpulannya, dia dengan rela hati mengatakan “Ya sudahlah, biar mereka saja yang jadi orang pelaut, kita nggak perlu ikut-ikut deh”. Hihihihi.

Sesampai di hotel, begitu Mas Anom dan Mas Slamet pamit, kita pun tiiiduuurrrrrr......tidur siang yang sangat panjaaaangggggg dan aku bermimpi digandeng Superman melihat dunia bawah laut, mimpi yang lumayan buruk.

:::::.....

Malamnya, pas perayaan Tahun Baru Imlek, pihak hotel mengadakan perayaan. Kita yang nggak ikutan, masih bisa nongkrong sambil makan malam di kafe depan, menikmati suguhan pesta kembang api yang seru. Aku jadi sangat rindu anak-anak, tahu betapa mereka pasti heboh melihat kembang apinya. Apalagi di jalan, ada serombongan pertunjukan barongsai yang membuat suasana jalan Senggigi Beach malam itu jadi meriah dan riuh rendah.

Abe, Bea, sudah pada bobokkah kalian, sayang...?

:::::.....

(Bersambung)