Senin, 30 Juni 2008

Bekas Luka Di Kepala Kakung

Kakung-Uti are in the house!

Pagi-pagi tadi, waktu jalan-jalan ke pasar, Abe beli ketapel. (Duh ketapel jaman sekarang kok kelihatan aneh ya?? beda banget sama jaman dulu yang sangat alami dan bikinan sendiri). 

Iseng ngomongin ketapel, Kakung jadi cerita lagi tentang sebuah bekas luka... Cerita ini sudah akrab ditelingaku dan adik-adik...tapi belum untuk telinga anak-anak...

Dahulu kala, ketika Kakung masih kelas 5 SD, waktu itu Kakung termasuk murid yang sangat usil bin jahil alias tengil. Suatu hari sehabis pelajaran olahraga, Kakung dengan beberapa teman iseng, melempar kerikil-kerikil kecil kearah segerombolan anak perempuan yang akan berganti pakaian. Lemparnya pake ketapel! Setelah itu, mereka kembali bermain (dengan wajah puas, tentunya). 

Beberapa puluh menit kemudian, tak disangka tak dinyana, tiba-tiba salah satu dari anak perempuan tadi, memutuskan inilah waktu yang tepat untuk payback time! Kali ini bukan hanya berbekal kerikil kecil, dengan semangat feminisme yang membara dicampur dendam kesumat, diambilnya potongan batu-bata yang cukup besar, kira-kira separuh batu bata utuh.

Hasilnya lemparan yang sangat mematikan, karena selain potongan batubata-nya cukup berat dan disertai tenaga ala Xena The Warrior Princess, lemparan itu juga sangat jitu...dari sasaran sekian banyak anak laki-laki, batu bata itu pas mendarat di puncak kepala Kakung!! 

Bocorlah kepala Kakung...!!

Bocor berat, sampai ketika Kakung reuni berpuluh tahun kemudian, masih menjadi perbincangan hangat teman-teman dan guru sekolah Kakung... Dan yang pasti, semua menanyakan hal yang sama.. 

“Masih ada nggak bekas lukanya..??”

Ohhhoooo tentu masih ada, karena sejak kejadian itu, tak ada sehelai rambut pun yang mau tumbuh lagi disitu...!! Masih utuh di kepala Kakung, dengan diameter yang cukup besar, sekitar 3 cm!

Maka pesan moral dari postingan ini sederhana saja : Hati-hati Kawan, karena bukan hanya intelegensi, tapi bakat usil dan dudul pun ternyata diturunkan... **menghela napas panjang**

 

:::::.....

 

Keterangan Foto :

Atas    :  Abe dan Bea sedang serius mengambil pelajaran dari bekas luka di kepala Kakung


Bawah :  Bandingkan saja besarnya bekas luka sama jariku (tenang, foto ini sudah melalui persetujuan Kakung kok :-D)






Kamis, 26 Juni 2008

Baterai Hidup Kita

Seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia. Si bayi pun bertanya kepada Tuhan.


Para malaikat disini mengatakan bahwa besok Engkau akan mengirimku kedunia. Tetapi bagaimana cara saya hidup disana, saya begitu kecil dan lemah?”
Dan Tuhan menjawab, “Aku telah memilih satu malaikat untukmu. Dia akan menjaga dan mengasihimu.”

 

“Tapi, disini didalam surga, apa yang pernah saya lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa. Ini sudah cukup bagi saya untuk bahagia.”
“Malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari. Dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya dan menjadi lebih berbahagia.”

 

“Dan bagaimana saya bisa mengerti saat orang-orang berbicara kepadaku jika saya tidak mengerti bahasa mereka?”
“Malaikatmu akan berbicara kepadamu dengan bahasa yang paling indah yang pernah kamu dengar. Dan dengan penuh kesabaran dan perhatian dia akan mengajarkan bagaimana cara kamu berbicara.”

 

“Dan apa yang akan saya lakukan saat saya ingin berbicara kepadaMu?”
“Malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa.”

 

“Saya mendengar bahwa di Bumi banyak orang jahat. Siapa yang akan melindungi saya?”
“Malaikatmu akan melindungimu, walaupun hal tersebut mungkin dapat mengancam jiwanya.”

 

“Tapi, saya pasti akan merasa sedih karena tidak melihatMu lagi..”
“Malaikatmu akan menceritakan kepadamu tentang Aku. Dan dia akan mengajarkan bagaimana agar kamu dpat kembali kepadaKu, walaupun sesungguhnya Aku akan selalu berada disisimu.”

 

Saat itu surga begitu tenangnya sehingga suara dari Bumi dapat terdengar, dan sang bayi bertanya perlahan...

 

“Tuhan, jika saya harus pergi sekarang, dapatkah Engkau memberitahuku nama malaikat tersebut?”
“Kamu akan memanggil malaikatmu : IBU.”

 

.....:::::.....

 

Membaca barisan frase diatas di buletin yayasan yang tiba tadi malam, aku jadi ingat Ibu Sularmi.

Aku mengenal Bu Sularmi 3 tahun lalu, waktu Abe masuk TK. Beliau tak lain adalah Kepala Sekolah di TK Al Hikmah. Sehubungan tugasku di Komite Sekolah adalah sebagai Ketua Kompartemen KB-TK, maka kami pun menemukan banyak kesempatan bertemu, berdiskusi, ngobrol banyak hal. Bahkan ketika Abe sudah lulus TK sekalipun.

Suatu hari, kira-kira 2 tahun yang lalu, tiba-tiba kami semua mendapat kabar bahwa Ibunda beliau meninggal. Karena tempatnya jauh di luar kota, waktu itu kami (ibu2 walimurid) tidak bisa datang bertakziah. Maka ketika beberapa hari kemudian Bu Larmi masuk sekolah, kamipun nglurug ke kantor untuk bertemu beliau dan menyampaikan dukacita.

Ketika kami semua sudah duduk, semua terkesiap. Yang ada di hadapan kami waktu itu benar-benar lain dari sosok Bu Larmi yang kami kenal selama ini. Selama ini, beliau orangnya sangat tenang dan stabil. Cara bicara juga jelas, runtut, terstruktur. Dulu kami (aku dan Bu Larmi) pernah sama-sama mengakui betapa beliau adalah orang yang cenderung menggunakan otak kiri, dan aku sebaliknya. Beliau cermin dari sosok ibu guru sejati, yang tenang tapi kokoh, sabar tapi juga tekun.

Tapi siang itu tidak. Mulanya kami mengira bahwa suatu hal yang wajar, karena memang sedang berduka atas kepergian ibundanya. Tetapi kemudian, beliau bercerita dengan air mata yang tumpah...

“Dari dulu, saya selalu percaya bahwa semua yang saya capai didunia ini --apapun itu, keluarga, karir, anak-anak, kesehatan, keberkahan, dll— semuanya tak lain adalah jawaban Allah atas doa Ibu saya. Menghadapi apapun dalam hidup ini, saya selalu kembali kepada beliau, untuk memohonkan doa beliau kepada Allah.”

“Sekarang ini setelah Ibu nggak ada, saya benar-benar merasa kehilangan sebagian besar daya dan tenaga dalam menjalani hidup ini. Nggak tahu lagi darimana saya bisa menemukan kekuatan seperti doa beliau kepada saya. Saya merasa persis seperti mainan yang tiba-tiba dicabut baterai-nya. Lunglai Bu...”

Saat itulah pertama kali dan satu-satunya kami melihat Bu Larmi benar-benar breakdown...menangis sesenggukan...dan sekaligus seperti menghujamkan kata-katanya tadi ke dada kita semuanya.

Dinding-dinding di ruang kerja beliau saat itu, bukan lagi hanya mendengungkan cerita tentang ibunya yang baru meninggal, tetapi juga dipenuhi dengan ibu-ibu kami semua...yang beberapa tinggal berjauhan (seperti aku)...yang beberapa dekat tapi dudul terhalang alasan dan kesibukan untuk sekedar bertemu...atau yang ibunya sama-sama sudah meninggalkan dunia ini...

Masya Allah.... Laa haula wala quwwata illa billaahh...
Kami semua pun larut dalam tangis yang dalam...

 

.....:::::.....

 

Robbig firli...wali wali dayya...
Warhamhuma... kamaa robbayaani soghiroo...

Beberapa minggu kemudian, ketika bertemu kembali dengan Bu Larmi, beliau sudah kembali tenang. Tapi kata-kata beliau di kantor saat itu, ketika dikelilingi tangis, aku tahu tak akan pernah hilang dari benakku... Setiap teringat, yang kulakukan kemudian hanya satu, ambil telpon dan pencet no rumah ibuk di tulungagung... (duh, sekarangpun juga)

Dalam hati aku pun bertekad, ketika nanti suatu hari ibukku dipanggil oleh Allah...aku juga ingin sekali menjadi baterai...yang selalu siap menyuntikkan tenaga “doa anak yang shalih” kepada beliau setiap saat...

Aminn Allahumma Aminn...






Selasa, 24 Juni 2008

Jaman Dulu vs Sekarang

Gara-gara membaca komen2 di postingan MP Rela yang ini, aku jadi ingat perbincanganku dengan suami suatu siang...

Saat itu, ditengah2 perjalanan umroh, kita sedang berada didalam bis yang melintas di tengah padang pasir yang maha luas dan PANASSS... Somewhere between Mekkah and Madinah... 

Pemandangan diluar sana, sebenarnya nggak ada yang istimewa...sepanjang dan sejauh mata memandang, hanya terlihat padang pasir yang tandus...dan panas! (padahal itu masih awal Mei, belum juga panas-panasnya tanah Saudi...). Tetapi justru pemandangan inilah yang membuat aku tertegun, melongo dan larut dalam pikiran yang amat panjang...ke masa hampir 1400 tahun yang lalu... Makin lama, pikiranku semakin larut... Bayangkan saja..

Aku berpikir tentang perjalanan yang dilakukan orang2 di masa itu...
Tak ada bus hanya ada unta. Apalagi AC?
Berjam-jam perjalanan dengan bus, kami sama sekali tidak menemukan tempat istirahat (baca:air). Baru setelah 4 jam, ada sebuah point dimana kami bisa istirahat, ke toilet dan membeli sekedar minum. Ini di waktu modern sekarang ini. Lalu bagaimana dengan masa Rasulullah?

Waktu perjalanan hijrah dari Mekkah ke Madinah, berapa puluh hari coba, rombongan harus menyusuri padang pasir tandus, bersimbah terik panasnya matahari di siang hari, dan berpeluk angin malam yang menusuk dimalam hari??

Lalu,
Yang kubayangkan tadi adalah perjalanan yang notabene dilakukan dengan persiapan dan perbekalan yang matang.
Bagaimana kalau pas perang??

Perang yang dilakukan bukan hanya sekadar menyusuri padang pasir. Tapi juga naik turun bukit dan gunung. Membawa kesana-sini peralatan perang yang pasti berat (dari baju besi sampai pedang).
Perang yang berlangsung juga bisa lama, bisa berminggu-minggu.
Lalu bagaimana suasananya saat itu? Bagaimana kalau ada teman yang terluka atau meninggal? Harus dirawat atau dikubur. Di luar sana, padang pasir yang panas membara itu...

Aaaaghhhh lama-lama otakku overloaded. Nggak kuat mikir sendiri sambil termangu di jendela, aku pun mengutarakan isi pikiranku pada Mas Iwan di sebelah. 

“Nggak terbayang betapa kuat fisik Rasulullah ya Mas...? Nggak terbayang! Coba kalau kita, haduuhhhhhhh...nggak terbayang juga, nggak terbayang gimana dudul jadinya!”
“Ya itulah dia karunia Allah...mereka dikaruniai Allah fisik yang luar biasa” jawab Mas Iwan malas-malasan, maklum dia memang ngantuk :-D

 

Sekarang jadi mikir...

“Jadi, dosa kitakah kalau sekarang kita diberi fisik yang manja dan ringkih sekarang ini? Iya, ringkih! Coba deh, biar kata ada orang sekarang yang jago adventure, coba aja suruh dia berperang (secara fisik lho perangnya) di padang yang tandus ini, seperti Rasulullah dan sahabat2 dulu, mana kuat??? Rally Paris-Dakkar aja harus dilengkapi fasilitas tempat2 checkpoint yang buanyak jumlahnya!! Atau apakah karena secara mental kita sudah menjadi manusia-manusia yang lemah yaa??? Kenapa ya Allah kok nggak menciptakan fisik kita kayak orang-orang Arab jaman dulu itu ya?? Duuhhh kalau begini bisa-bisa nanti kita nggak dapat jatah tempat di surga, kalah sama generasi2 dulu yang subhanalloh....”

Hihi aku sampe nggak bisa melanjutkan...sudah mulai nggak realistis tuh, pake menyebut jatah surga segala, memangnya surga selebar daun kelorr??? Eh, tapi iya lho, kok jadi minder ya, kecil hati gitu,  dengan keadaan fisik manusia sekarang, terutama aku! Kulihat, Mas Iwan yang setengah ngantuk tersenyum...

“Kamu kok mikir sejauh itu, tho?”
Aku cuma meringis...
Tapi apa yang diungkapkan Mas Iwan selanjutnya, walaupun dengan setengah ngantuk ternyata jadi insight baru buatku waktu itu. (Entahlah, apa justru karena disampaikan Mas Iwan dalam keadaan ngantuk itu kali ya, jadi inspiratif?? Hihihi)

“Kok jadi seperti memprotes keadilan Allah dalam menciptakan manusia, tho? Allah memang nggak menciptakan kita sekuat mereka secara fisik. Tapi lihatlah apa yang dicapai manusia sekarang dengan otaknya. Penemuan-penemuan pesawat terbang, mobil, dan lain-lain itu (“Termasuk internet ya?” Selaku)... ya! termasuk internet! Itu kan juga sebuah kekuatan baru untuk umat manusia?? Allah lho yang mengkaruniakan itu semua, dengan ide dan kecemerlangan pikiran dan akal. Itu semua nggak dimiliki generasi jaman dulu...”

“Dan ladang ibadah baru yang muncul dari semua itu, nggak akan kalah luasnya dengan perang2 para mujahidin melawan orang kafir jaman Rasululah...kalau mau perang2an ya masih bisa, cuma sekarang perangnya nggak di padang pasir, tapi di internet!!  Ya tho?”

Eh..trus habis itu orangnya mengambil sikap untuk tidur...meninggalkan aku yang manggut-manggut dan melongo....

Oo..gitu ya..?

**manggut2 lalu menerawangkan pandangan lagi keluar jendela...masih padang pasir luas membentang**

Subhanalloh...betapa kecilnya aku...

Tentang Allah SWT dan Abe Yang Gondongan

Sudah 4 hari ini Abe gondongan, duh kok ya barengan sama Dek Hari ya...memang sih katanya gondongan menular, tapi masak Surabaya-Batam bisa secepat ituuu??? Hehe... Tapi anak berdua nih kompak banget, karena segala macam cara dan resep untuk meredam panasnya leher yang membengkak, pada garing semua nggak ada yang mempan sama Hari dan Abe. Untungnya Abe bandel (gel dingin, kompres hangat, dll semua sukses membuat Abe lupa sama rasa sakit, karena dipakai jadi mainan trus cara pakainya jadi yang aneh2 gitu) dan Hari sudah menemukan cara yang lebih ampuh (yaitu dielus Harlia --ibuknya -- wekekekek gpp kolokan Har, emang kamu kira kolokan nggak menurun?? Wek!)

Tapi kali ini aku pingin cerita tentang sholat. Waktu hari kedua gondongan (parah2nya tuh, wajahnya ampe kaya balon, ini komentarnya sendiri lho hihi), Abe mengeluh pusing hebat. Akhirnya, aku sarankan dia untuk sholat dengan tidur saja. 

“Aku takut nanti Allah marah kalau aku sholat dengan tiduran, Buk..”

Hemm...detik itu aku jadi ingat salah satu artikel yang kubaca (lupa dimana dan kapannya), tentang proses penanaman value (nilai) kepada anak-anak. Wah, jadi ingat, tugas menulis di majalah sekolah bulan ini kan juga tentang nilai? Bahwa nilai-nilai yang dianut seseorang itu akan membentuk karakternya. Beberapa minggu kemarin, ketika membaca buku “The Girls of Riyadh” aku juga menemukan paparan yang serupa. 

Intinya begini. Proses memang sangat amat penting, terutama bila berkenaan dengan masa kanak-kanak dimana mereka –tentu saja- belum paham masalah moral, mana yang baik dan buruk. Yang anak-anak mengerti hanyalah, mana yang nyaman dan menguntungkan buat mereka, ya itu yang akan dipilih/dilakukan. Nah. Khusus dalam menyerap nilai-nilai tentang agama, ada dua jenis manusia.

Pertama, adalah manusia yang dari kecil menyerap nilai-nilai agama dengan cara dan di lingkungan yang penuh dengan kehangatan, kenyamanan, kasih sayang dan keseimbangan antara reward dan punishment. Hasilnya, dia akan menjalankan nilai-nilai itu dengan penuh keikhlasan, keterbukaan dan konsistensi yang tinggi. 

Nah jenis kedua adalah sebaliknya. Mungkin selama proses penyerapan nilai-nilai di masa kecil itu, mereka lebih banyak merasa terpaksa, tertekan dan ketakutan. Misalnya, ketika masa kanak-kanak, ditanamkan ketakutan pada Allah secara berlebihan, dikit-dikit ancamannya neraka, nggak begini neraka, nggak begitu neraka. Malas mengaji, dihukum. Telat sholat, dihukum. Antara reward dan punishment tidak seimbang. Orangtua lebih fokus pada melarang anak-anaknya berbuat yang dilarang (dengan hukuman tentu saja), daripada mengajak mereka untuk lebihfokus berbuat yang diperintahkan agama (dengan memberikan reward). Dan anak-anak manakah yang suka banyak dilarang?? Rasanya kok nggak ada ya..

Akhirnya, lama-lama nilai-nilai agama akan dipandang sebagai nilai yang memenjarakan. Sebuah keterpaksaan, bahwa kalau tidak dilakukan, maka hukuman akan menanti didepan mata. Di masa dewasanya, manusia ini justru akan sangat rentan terhadap godaan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama tadi. Ada kebutuhan akan kenyamanan masa kecil yang seperti belum terpenuhi dan belum terpuaskan. Ketika nilai diluar agama itu dinilai lebih menguntungkan bagi dia, maka bisa-bisa dengan amat mudah dia akan meninggalkan nilai agama dan memutuskan untuk berpindah kepada nilai baru yang bisa jadi bahkan bertentangan.

“Aku takut nanti Allah marah kalau aku sholat dengan tiduran, Buk..” kata Abe, membawa insight pada detik itu, bahwa inilah kesempatan emas, untuk mengajak Abe lebih mengenal Allah.
 

“Abe, Allah SWT adalah Tuhan yang sangat menyayangi umatnya. Saking sayangnya, Allah tidak pernah memberatkan siapapun dia umatnya itu. Ingat kan cerita tentang perintah sholat 50 kali sehari semalam itu?” 

“Ibuk yakin Allah nggak bakalan marah? Darimana Ibuk yakin?? Memang Ibuk pernah sholat sambil berbaring dan Allah nggak marah?? Darimana Ibuk tahu kalau Allah nggak marah??”
Duh...minta bukti!

“Pernah, dulu waktu Ibuk di RS yang mau keguguran kakakmu itu, Ibuk sholat sambil tiduran.”

 “Trus, darimana Ibuk yakin kalau Allah nggak marah?”
Alamak...butuh bahasa anak-anak...bahas anak-anak.. **dziing...putar otak, akses ke otak kanan**

“Buktinya, Allah masih mau memberi Ibuk anak-anak selucu dan sesholih kamu dan Bea kan?”
“Oya..” (legaa :-D)

 

Waktu mau wudlu, Abe bangun tapi trus limbung...
“Abe mau tayyamum aja?”
“Aku takut Allah marah kalau aku nggak wudlu, Buk...”
Alamak... **gedubraxxx** kok balik itu lagi??

Dengan analisa singkat, walaupun demam meriang pusing, rasanya kalo wudlu aja nggak akan membahayakan deh.
“Ya udah, kalau Abe memang merasa masih kuat kena air, ya wudlu aja. Allah memang nggak mau memberatkan hambanya, tapi kalau Allah tahu Abe berjuang menguatkan diri untuk wudlu begini, Ibuk yakin Allah akan makin sayang sama Abe...”

Abe pun akhirnya wudlu dan mau sholat sambil tiduran. Tapi kejadian selanjutnya jadi dudul....

Gara-gara siapa lagi kalau bukan Bea...
Abe ngapain aja, mana mau Bea ketinggalan ikut...??
Termasuk sholat sambil tiduran!

“Bea juga mau ikut sholat sambil tiduran, Buukk...”

“Bea kan nggak sakittt???” protes Abe.

“BEA SAKIT KOK!” dengan gaya meyakinkan, tangan di pinggang dan mulut makin mancung kedepan.
“Kamu sakit apa, Ya?” tanya Ibuk..

 

Sambil garuk-garuk kepala yang –aku yakin—nggak gatal, Bea pun menjawab
“Emmm...SAKIT GATAL!!”

**GUBRAAAAAXXXXXXXXXX**

Jumat, 20 Juni 2008

[Dudul Kwadrat!] Nobar “Kungfu Panda” dan Calo Dadakan


kisah dibalik tiketnya dudul kwadrat!! :-D

Sudah direncanakan, Kamis selepas Abe ujian, kita rame2 (ajak mbak2 pengasuh juga) mau nonton “Kungfu Panda”. Pikir-pikir, seru juga kali ya kalo nontonnya lebih rame-rame lagi, yaitu...dengan teman2...yahh itung-itung melepas penat sehabis ujian.

Ok, ibukpun kirim2 sms ke beberapa teman, mengajak janjian nonton bareng... Pertamanya sih cuma 4 temen yang dikirimin...sambutannya semua sama : “Ayo lho!”

Lama-lama, yang 4 ini jadi membengkak...banyak yang menyusul ikut...Wah... Sampai malam sebelum hari-H, jumlah nonton bareng terdata 29 orang! Yang ikut bukan hanya ibu-anak, tetapi adik, kakak, ponakan, teman-teman ponakan, huheuheeuhheu banyak! Wah asyikkk ini pasti bakalan seru!

Kamis (19/6/2008) pagi, sambil menunggu Abe ujian terakhir, akupun meluncur ke XXI Sutos, buat beli tiketnya. Pertimbanganku memilih tempat disitu adalah selain dekat dengan sekolah, jam main film-nya yang pas. Anak-anak pulang jam 12.30 sedang filmnya main jam 13.50 jadi nggak akan terlalu terburu-buru.

Waktu mau berangkat, oops hape lowbatt (sial banget ya semalam lupa ngecas, gara smsan terus sama ibu2 nih, sampe ketiduran lho!). Hape satunya, ketinggalam dirumah. Alamak.. Ya sudahlah, sana-sini cari pinjaman charger nggak ada yang punya SE, dudul akhirnya dapat pinjam dari Pak Yahya, kasir sekolah (hihihi). Sekarang mau ngecas dimana?? (duh salah siapa ya niat beli mobile-charger ditunda terus?? Hikss), akhirnya si hape kutitipin ke kantor Mas Iwan, dalam keadaan off and charging. Untuk bekal, kusambar salah satu hape kantor (yang kemudian malah bikin dudul karena banyak panggilan masuk, nanyain harga paku lah, nanyain kiriman lah, ada sopir nelpon lah walaahhhh)

Sepulang beli tiket, sampai di kantor sudah jam 11.30. Aku langsung aktifkan hp. Seperti kuduga, banyak miskol, semuanya nomor ibu2 yang pada mau nobar! Sedetik setelah itu, mbak Olive telpon, dengan nada panik “Wahida, dicari Diana tuh! Dari tadi kamu ditelpon nggak bisa terus!! Dia sekarang lagi beli tiket juga tuh katanya!”

**gedubraaxx**
Walah???? Yang benerrr???

“Iya, tadi dia sampe antri-antri tuh, udah kamu telpon aja dia sana!!” kalimat perintahnya mendesak, panik dan galak!! Paniknya menular, aku juga langsung dengan panik telpon mbak Diana.

“Mbak Diana dimana?” kataku panik.
“Di XXI Cito nih Wahida, aku sama mbak Lisa beli tiket buat nanti.” Suara diseberang volumenya juga pol.
“Aku sudah beli mbak! Aku sudah beli! Kamu ini masih antri atau sudah bayar??”
“Yaaahhh Wahidaaaaaa.....ya sudah bayaarr!! Baruuu ajaaa!! Kamu dari tadi ditelpon nggak bisa-bisaaaaaa!!”

Belepotan segala alasanku tentang batere habis dan charger yang ketinggalan. Aduh ini nggak akan membantu. Segera aku cut.
“Trus sekarang gimana dong?”

Dudul...dudul...dudulll!!! Menyesali kurangnya koordinasi dan lupa ngecas nggak akan berguna. Yang pasti sekarang kita punya tiket dobel! Alamak!

Oke, setelah sama-sama menarik napas (hub telp diputus dulu tentu, nggak mungkin menghela napas kalo sambil eyel2an kan?) akhirnya telpon lagi. Menimbang jam main XXI Cito yang lebih awal, yaitu jam 13.15 akhirnya diputuskan memakai tiket XXI Sutos aja. Lagian, aku sudah berada di sekolah, sedangkan Mbak Diana dan Mbak Lisa masih di XXI Cito. Which means.....mereka masih mungkin menjual lagi tiket yang sudah dibeli...

Sejenak setelah diputuskan, kita bertiga diam agak lama.....kemudian ngakak bareng2 didepan speaker hape...

“Jadi kita disuruh jadi CALO, gitu????” sambar Mbak Lisa.
“Ya habis mau gimana lagiii???” jawabku.

Next thing is history...mungkin dalam sejarah, baru kali ini ada Ibu-Ibu jadi calo dadakan. Hebatnya, 15 menit kemudian ketika aku telpon lagi, tiket mereka udah habis terjual. Hebaaattt gimana caranyaaa???

:::::.....

Waktu ketemu, cerita yang dibawa Mbak Diana dan Mbak Lisa sungguh dudul...

Jadi kan mereka datang ke Cito, trus antri...lama karena rame. Sambil telpon2 aku siapa tahu aku juga beli. Tapi hp ku tak bisa dihubungi. Akhirnya merekapun memutuskan jadi beli tiket.
Di salah satu loket (dari 3 loket yang online satu sama lain), waktu terbanyak habis untuk menyusun tempat duduk. Ini juga dudul, karena begitu mereka memilih sederet tempat duduk, tiba-tiba 3 atau 4 seat dibooking sama orang lain (lewat loket sebelah). Ini terjadi berulangkali sehingga “perebutan” seat nya harus diwarnai eyel2an sama pembeli sebelah. Memalukan Part 1.

Begitu selesai bayar, kan aku telpon tuh, memberitahu kalo aku juga sudah beli tiket. Kemudian diputuskan Mbak Diana-Lisa harus menjual kembali tiket yang sudah dibeli. Idenya, tiket mau dititipin ke petugas loket. Setelah tanya2, ternyata mereka mau membantu. Antri lagi kan? Begitu sampai depan loket, bukannya beli tiket, mereka malah menitipkan tiket untuk dijual. Iya, tiket hasil rebutan seat yang heboh tadi itu! Sekarang malah mau dijual lagi. (wakakakakakak). Memalukan Part 2.

Sekarang tiket sudah ada ditangan petugas loket bioskop. Mbak Diana-Lisa pun keluar dari antrian, menunggu sambil liat2 sana-sini. Ngobrol sana-sini (aku yakin isi obrolan mereka pasti ngomelin aku dan hape-ku **keluh** aku yakin!). Beberapa saat kemudian, tanya ke petugas, ternyata semua tiket sudah terjual semua (duh untung filmnya laris, jadi sebentar aja udah habis). Demi menghindari tatapan pengunjung lain, merekapun antri lagi (untuk ke-3 kalinya!) hihihi. Sesampai didepan loket, mereka menerima uang hasil penjualan tiketnya. Baru mau beranjak, Mbak Diana balik lagi kedepan loket.
“Mbak, uangnya kurang 10 ribu nih Mbak!”
“Ohh...masak sih Bu?”
“Iya nih, liat tuh kan..**sambil menghitung dengan nada protes menyodorkan uangnya kedepan hidung petugasnya**..nah ya kan, kurang kan?!”
Pengunjung lain sudah memberi pandangan aneh. Semacam “sudah ditulungin jualin tiket, mbokyo diikhlaskan aja kenapa sihhh???Orang cuma 10 ribuu???”
Untung ada petugas lain yang menyelamatkan muka semuanya dari malu (semua, kecuali muka Ibu2 ini).
“Buk, itu uangnya jatoh tuh Bu...Sepuluh Ribu...” kata si petugas itu sambil menunjuk ke lantai.
“Ooohh...iyaaa...jatuuhh ternyataaa... **kali ini mukanya udah cenngengesan gitu**....maaf ya Mbak, jatoh ternyata...” kata mbak Diana sambil cengar cengir.
“Iyaa...makasih banyak ya Mbak...mari...” pamit mbak Lisa, lebih cengar-cengir lagi
Keduanya pun langsug ngibrit keluar.... Memalukan Part 3 rasanya sudah lebih dari cukup!

Oalah...

:::::.....

Kedudulan belum berakhir.
Kali ini kita semua sudah berkumpul di lobby bioskop. Rame banget memang! Anak-anak semua exciting! Tiket sudah ditangan (tidak dobel lagi, thanx to kedua ibu yang ternyata punya bakat terpendam jadi calo karcis itu hihihi), rencananya kita booking 3 baris. Dua baris depan untuk anak-anak, dan baris paling belakang untuk ibu-ibu. Jadi akan lebih mudah menagwasi anak-anak ini.

Waktu mau masuk ruang cinema, semua berbaris (hahahah). Semua mata nanar melihatku yang membawa rentetan panjang tiket. Kita yang dewasa pasti memilih untuk berombongan masuk dan menyerahkan ke-29 tiket itu kepada satu orang saja. Tapi ini anak-anak. Tatapan nanar mereka ke arah tiket (bukan ke arah aku yang bawa **keluh** ternyata..) mengirimkan pesan yang jelas : KAMI INGIN MEMBAWA TIKET SENDIRI-SENDIRI.

Menyobek tiket, ternyata tidak semudah yang kukira. Apalagi dengan suasana kacau dikelilingi krucil2 yang pada teriak2 ini.
“Aku mau dekat Kio” kata Abe
“Aku sama Cenna, ya Tante” teriak Shafa
“Aku mau deket mas Abe” kata bea
“Aku mau deket Kio, Beaaaaaa... kamu sama cewek2 saja” sanggah Abe
“Aku mau ini, tante”
“Aku mau itu”

Ampyunnnn akhirnya kubagi tiket dengan sembarangan (mana film dah mau mulai, mana sempat liat no seat). Pikirku, nanti disusun ulang didalam tempat duduknya. Gampang tinggal tuker2an aja kan?

SALAH!!!!!

Begitu didalam, hampir semuanya kompak.... Membaca baik-baik nomor seat yang tertera di karcis, dan sejurus kemudian mencari kursinya.... Dan heboh!! Semua ngotot duduk dengan tertib, di tempat yang sesuai dengan yang tertera di tiket! Kemudian heboh karena si A kok jadinya dekat dengan si B? Padahal tadi sudah pesan mau duduk dekat si C?? Alamakkkkk

Satu hal yang menarik dari anak-anak adalah ketika kita mengharapkan mereka untuk tertib, mereka seringkali akan bertindak "nggak mau tertib". Sebaliknya, giliran kita (dengan dudul) mengharap mereka untuk tidak tertib, mereka malah maunya tertib!! (hihihihi)

Akhirnya oh akhirnya...susunan duduk pun jadi dudul. Barisan belakang diduduki anak-anak, dan ibu-ibu malah duduk didepan!! Ini gara-gara kebetulan anak2 mendapat tiket di row belakang, dan mereka keukeuh nggak mau pindah! Hwahahahaahahah jadi terbalik deh, ibu2 jadi pihak yang harus DIAWASI oleh anak-anak! Ibu-Ibu pun kacau, bentar-bentar harus menelengkan leher kebelakang tiap kali anaknya panggil-panggil....oalah untung nggak ada yang kejang otot lehernya...hihih

Dudul ya...tapi semua terbayar lunas! Semua senang, seru dan filmnya pun lucuuuu dan bagus sekali! Pokoknya nggak kapok deh, kapan2 kita nobar bareng lagi yaaa.... (dan aku pun resmi dilantik jadi “tukang beli tiket” kalau lain kali ngadain nobar lagi! Biar nggak dobel2 belinya!) huhehehee

:::::.....

(Catatan : saking hebohnya kamera sampe ketinggalan di mobil. Mau ambil, film udah keburu mulai. Jadinya ini foto seadanya diambil pake hape. Foto-foto lain yang lebih oke dan heboh masih ngendem di kamera Mb Agustin hiksss.. cepetan diupload dong mbaakkk...)

::::::::::..........
update :
ah, ternyata foto-foto lain sudah di upload sama Bunda Agustin, bisa dilihat disini... http://shadafa.multiply.com/photos/album/9/nonton_bareng

xie xie ni, bunda... :-)

Harap Tenang, Ada Ujian

Ini poster yang seminggu kemarin dipampang di tembok-tembok depan kelas di SD Al Hikmah. Dengan kelegaan yang diam-diam, aku pun mengucap syukur karena ternyata Ujian Kenaikan Kelas (UKK) yang pertama buat Abe, sudah selesai hari Kamis (19/06/08) kemarin.

Kenapa aku sebut kelegaan yang diam-diam??
Karena ketegangan sebelumnya juga setengah mati kubungkus menjadi ketegangan yang “diam-diam”.

Bukan rahasia lagi kalau musim ujian anak-anak menjadi saat yang sangat menegangkan bagi Ibu-Ibu (kalo Bapak2 sih jarang kayaknya ya :-D). Begitu menegangkannya, sampai mengakibatkan segala macam ganggaun kesehatan, dari jerawatan (nggak tahu, ada yang sampe bisulan juga nggak ya?) sampe segala macam gangguan pencernaan tujuh rupa (susah BAB, sama sekali nggak bisa BAB, terlalu lancar BAB, warna BAB berubah dari biasanya, tekstur BAB berbeda dari biasanya..halah banyaknya hehe). 

Sedangkan anak-anak yang menjadi pelaku ujian, seringkali malah bertindak sangat ironis. Mereka..cuek...santai...cool...dunia berputar dengan tenang... Atau lebih parah, mereka malah menunjukkan sikap malas-malasan, cenderung rewel dan susah nurut perintah. Dan mudah ditebak akibatnya, akhirnya kelakuan anak-anak ini dijamin bakalan bikin ketegangan di pihak Ibu2 tambah nyeng-nyeng lagi...hehe...

Ada seorang teman (sesama walimurid di sekolah Abe) yang mengaku bukan hanya gemas pada anak mereka, tapi juga gemas gara-gara melihat aku yang tampak santai-santai saja.

“Kok iso tho? Anake ujian tapi sik santai-santai wae??” (Kok bisa sih? Anak lagi ujian kok santai2 saja?)

Hmm...yang terjadi dirumah ini kebetulan memang agak beda dengan deskripsi diatas. Mungkin karena selama ini, alhamdulillah, urusan pelajaran Abe tidak pernah terlalu merepotkan. Dalam arti, nilai-nilainya selalu memuaskan. Dalam banyak hal, Abe sangat mengingatkanku pada masa kecilku sendiri, termasuk urusan belajar. Dulu aku juga tidak pernah punya waktu khusus belajar dengan cara berkutat dengan buku paket ketika dirumah, kecuali seputar PR (yang justru tidak dialami Abe karena sekolahnya Abe memang tidak memberikan PR buat siswanya, maklum sekolah fullday). 

Mungkin yang perlu aku luruskan disini adalah istilah buku paket >< belajar. Aku percaya bahwa selama aku bisa memberikan kegiatan yang baik dan berguna ketika Abe dirumah, maka intinya ketika itulah dia akan belajar. 

Memperlajari benda langit, tak harus dari buku paket IPA, tapi bisa dengan duduk-duduk bersama di teras samping sambil menikmati bintang dan main kartu kwartet bersama-sama. Belajar tentang matematika tak harus dari buku paket matematika, tetapi bisa dari bermain pasar-pasaran (jual beli) atau langsung membeli snack dan susu kotak di minimarket dekat rumah. Belajar fenomena alam, tinggal stel aja VCD Profesor Mrico trus nonton bareng2. Intinya, belajar tentang apapun dirumah (atau diluar sekolah), syaratnya satu : tidak dari buku paket. Kenapa? Karena toh Abe sudah seharian penuh berkutat dengan buku-buku paket ketika di sekolah. Rasanya kok dia sudah tidak membutuhkannya lagi dirumah ya. Selain itu, aku nggak mau waktu berkumpul kami dirumah yang sangat berharga itu habis justru untuk urusan buku paket. (Sekali lagi ini yang terjadi dirumahku, aku percaya bahwa setiap rumah akan mempunyai cara sendiri-sendiri yang dirasa terbaik sesuai dengan karakter keluarga dan anak-anaknya).

Sehubungan dengan topik diatas, ada satu cerita yang akan sangat relevan aku bagi disini. 

Dalam pertemuan rutin Majelis Silaturahim Walmurid Sekolah Al Hikmah bulan lalu, kami mengundang seorang ustadz yang juga psikolog dan kepala sekolah salah satu SD Islam terkemuka di Sidoarjo. Namanya Ustad Choirus. Tema bulan itu memang kami setting sesuai moment bulan-bulan ini : “Berkelit dari Stress Ketika Menghadapi Anak Ujian”.

Ustad Choirus cerita, ketika pertama kali menjabat kepala sekolah dulu, dia membuat satu kebijakan yang cukup kontroversial. Dia memutuskan untuk TIDAK membagikan jadwal Ulangan Tengah Semester (UTS) kepada walimurid. Jadi walimurid diusahakan tidak sadar, tidak ngeh, kalo minggu itu berlangsung UTS di sekolah. Apa hasilnya? Ternyata menurut cerita beliau, rata-rata nilai UTS anak-anak itu mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibanding UTS semester sebelumnya. Tapi yah, karena memang kontroversial, orangtua kemudian melancarkan “protes” dan meminta agar jadwal UTS anak-anak selanjutnya dibagikan saja! 

Bottomline, ada dua poin yang disampaikan Ustad Choirus hari itu.

Pertama, beliau percaya, bahwa ketika orangtua (terutama Ibu) mengalami ketegangan menjelang anaknya ujian, itu akan berdampak sangat luas. Suasana rumah akan berubah (jadi lebih tegang tentunya), dan perubahan ini akan mempengaruhi cara semua orang bersikap. Ini sudah dibuktikan oleh banyak penelitian psikologis, stress mepengaruhi perilaku manusia. Si Ibu mungkin menjadi lebih sensitif, agak lebih mudah ngomel, dll. Si bapak mungkin ikutan tegang (karena liat si Ibu sensitip, hihi), apalagi si anak. Radar anak-anak akan langsung menangkap perubahan suasana ini, dan akhirnya menjadi beban tersendiri buat dia. Kata ustad, beban yang dirasakan anak-anak bisa-bisa sangat besar, jauh lebih besar dari yang kita semua kira. Dan beban berat ini bisa-bisa akan menjadi efek yang unproductive dan menghambat bagi kinerja otak (dan yang paling penting, kemampuan recall memori) ketika hari-H ujian.

Kedua, (yang ini agak-agak pelajaran tasawuf gitu deh hehe) Ustad Choirus percaya bahwa kata-kata adalah doa, dan doa yang paling dahsyat adalah doa seorang ibu untuk anak-anaknya. Jangankan kata-kata yang keluar dari mulut, yang masih ada di dalam hati pun, bisa menggoyang ‘Arsy Allah untuk segera terkabulkan. Percaya atau tidak, ketika hati si ibu penuh dengan kata “jangan-jangan” (jangan2 si eneng nggak akan bisa jawab, jangan2 si otong dapet angka merah, jangan2 si genduk nanti nggak naik kelas, dll dll), maka itu akan menjadi energi yang terkumpul dan tanpa sadar melayang keatas ‘Arsy Allah menjadi sebuah doa.... Nah loh!!

Oya, balik lagi sama poster diatas... 

“Harap Tenang, Ada Ujian”

Jadi mikir. Sebenarnya sekolah pasang poster ini kira-kira untuk siapa ya2?? Anak-anak (biar nggak rame dikelas)??....atau...Ibu2nya...?



Kamis, 19 Juni 2008

Taxi Istimewa




Aku nemu taksi ini waktu melintasi Jl. Raya Taman, deket rumah...

Cocok buat yang suka "beser" kan??

Hehe..

Sabtu, 14 Juni 2008

I Wanna Be With You

Seperti biasa...lagi ditinggal suami keluar kota...tadi malam sebangun dari ketiduran keloni anak-anak, insomnia memelukku rapat-rapat..

Sambil tiduran berteman remote, berkelana dari satu channel ke channel lain... 

Sampe di Channel [V] sontak aku seperti terhipnotis demi melihat video klip Mandy Moore ditayangkan..

Lagu ini... back in 2000-an dulu banyak menemani malam sendiriku... 

Benar-benar sendiri dirumah ini karena anak-anak belum lahir (baca: hidup mandiri bebas asisten rumah tangga) dan suami sering sekali perjalanan bisnis keluar kota (maklum, masih jamannya merintis usaha)

Somehow, I’d always found that this song is very relaxing...yet, it made my loneliness more dramatic than ever before...dan sama dengan banyak lagu lain, yang paling aku nikmati justru ada di bagian akhir lagunya... ^_^

:::::.....

I WANNA BE WITH YOU

(Mandy Moore)


I try but I can't seem to get myself 
To think of anything but you 
Your breath on my face 
Your warm gentle kiss, I taste the truth 
I taste the truth 
We know what I came here for 
So I won`t ask for more 

Chorus 
I wanna be with you 
If only for a night 
To be the one whose in your arms 
Who holds you tight 
I wanna be with you 
There's nothing more to say 
There's nothing else I want more than to feel this way 
I wanna be with you 

So I`ll hold you tonight 
Like I would if you were mine 
To hold forever more 
And I`ll saver each touch that I wanted 
So much to feel before (To feel before) 
How beautiful it is 
Just to be like this 

Chorus 
I wanna be with you 
If only for a night 
To be the one whose in your arms 
Who holds you tight 
I wanna be with you 
There's nothing more to say 
There's nothing else I want more than to feel this way 
I wanna be with you 

Oh baby 
I can`t fight this feeling anymore 
It drives me crazy when I try to 
So call my name 
Take my hand 
Make my wish 
Baby, your command? 

Yeah 
I wanna be with you 
There's nothing more to say 
There's nothing else I want more than to feel this way 
(I wanna be) I wanna be with you (I wanna be with you) 
I wanna be with you 
Wanna be with you (Yeah) 
(I wanna be with you) I wanna be 
I wanna be with you 
(I wanna be) 
(I wanna be) 
(I wanna be with you) Yeah 
(I wanna be with you) 
I wanna be, I wanna be baby 
I wanna be 
(I wanna be with you) 
I wanna be with you, yeah 
I wanna be with you 
I wanna be with you 

Kamis, 12 Juni 2008

[BEA] Tomboi Girl Gone Menorrr


hihihihi

Pre storynya aja sudah dudul duluan..
http://cikicikicik.multiply.com/journal/item/126/Dudul_When_Tomboi_Meets_Kebaya

Sesampai di THR, Bea "diculik" sama Ibu Guru (dengan pertimbangan kalo ada ibuknya nanti takut dia mberok lagi, jadi ibuk disini berperan sebagai bad influence dong?? hikss)

Tapi ada hikmahnya, dari jauuhhh Ibuk bisa foto2 Bea waktu didandanin di teras salah satu wahana di THR **melasnya ruang riasnya rek**.... mungkin karena melihat ratusan anak2 lain yang ternyata lebih "ajaib" dandanannya dari temen2 sekolahnya, Bea akhirnya bertekuk lutut juga, hihihih

Disana-sini masih terdapat bibir manyun tanda tak nyaman, apalagi ditambah komentar2 dudul dari Mas Abe yang malah bikin jatoh pede... :-D

Oalah anakku...

Rabu, 11 Juni 2008

[Dudul] When Tomboi Meets Kebaya


Gara-gara kebaya diatas, Jumat sampai Sabtu kemarin semua pada senewen....

Sabtu, 7 Juni 2008 rencananya Bea dapat tugas pentas dari sekolah. Menari dolanan tradisional gitu, judulnya tari DONGKRAK (apa itu?? ugh...don't ask). Tempatnya di Taman Hiburan Remaja (THR), dalam rangka event pentas seni tahunan Pemkot Surabaya untuk anak-anak PAUD (pre school). 

Sejak 2 minggu sebelumnya semua tersenyum manis tiap kali Bea mempraktekkan latihan menarinya dirumah. Disertai puji2an betapa pintarnya dia. Tapi hari Jumat, pas acara coba kostum disekolah...begitu lihat kostum seperti apa yang bakalan dipakai pentas nanti....

“NGGAK MAUUUUUUUUU..!!! AKU NGGAK MAU PAKE KOSTUM ITUUUUU..!!!” 

BEA ngambek....nggak mau pake kostumnya!
Ya, yang Kebaya itu..yang kainnya brokat penuh kerlap-kerlip itu...

&%(@#$*_@*(!)(!#)@*(#$*(

(Tarik napas dulu) 

Aku sih maklum saja, dia pasti merasa aneh dengan kebaya itu. Pertama, seumur hidup Bea mana pernah berkenalan dengan baju yang “seajaib” itu??? Sehari-hari dia nggak pernah jauh-jauh dari baju casual, seringnya bercelana lagi. (Salahkan ibuknya yang juga tomboi). Kedua, seumur hidupnya Bea juga nggak pernah sekalipun lihat ibuknya pake baju “ajaib” itu....jadi nggak ada role model sama sekali (yah...salahkan ibuknya lagi)...

Jadi aku maklum...tapi lihat wajah khawatir dan pias para guru, aku jadi merasa punya kewajiban untuk membujuk Bea supaya mau pake kostumnya pas pentas.... Duuhhh...Tugas yang berat... (for the record, kalo sudah ngambek Bea itu paling susah dibujuk, persis Bapaknya! Hihih) 

Sabtu pagi, masih belum berhasil... Apalagi ketika sampai di sekolah, Bea tambah ajaib demi melihat teman-teman pake make-up (aku nggak ngerti kenapa siihh tiap anak2 pentas harus di makeup??? Kenapa gak dibiarin polos aja??). Dia langsung berjengit mundur dengan wajah campuran antara aneh dan ngeri ketika Tata sahabatnya mendekat dengan pake kebaya kerlap kerlip dan berbibir merah menyala.

Ketika semua teman-temannya sudah selesai didandanin, Bea malah sembunyi dibelakang white board. Sambil ngeles kanan kiri “Ibuukkk aku sembunyi...disini ada cicak...lihat Buk, ciluuk ba!” Ngeles apa aja deh, yang penting nggak pake kebayanya. Sementara sudah mepet waktu berangkat ke THR...

Dipamerin make-up kit warna-warni juga nggak berhasil... Bea makin ngambek..sampe lari keluar!! Ngeles lagi sambil ngintip kedalam "Ibuukkk..aku mau main ayunan dulu ya...ibuukk pinjam kamera, aku mau foto burung..." Segala macem!

Akhirnya jurus terakhir...

“Bea mau ditinggal aja Bu...oya, teman2 ke THR naik bus ya Bu?” gayanya si Ibuk, tanya ke Bu Guru. Bea kalo semakin di push, pasti semakin ngambek. Jadi ganti strategi, di loose aja...dan dia sangat suka naik bus..

Sedikit demi sedikit Bea keluar dari belakang whiteboard...

“Dadagh Tata, Yara, Olga, selamat naik bus...nanti habis pentas naik kereta api sama carousel di THR yaa..have fun semuaaa”

Bea kelihatan panik melihat teman-teman keluar kelas satu persatu... Naik bus gitu loohhh..!! 

“Heeyyy tunggu akuuuu”

AKHIRNYAAAAAAAAA.........dia mendekat dan dengan sedikit gengsi berbisik kekuping Ibuk “Aku mau pake kostumnya tapi aku nggak mau pake orange2 Buk..” (orange2 yang dimaksud adalah eye-shadow hihihi)

“Oh ya ya” apapun, yang penting baju kebaya pun sukses nempel di tubuh Bea.

Bu Guru pun lega... Masalah eye-shadow? Dan bedak , lipstik, ornamen di kepala dan lain-lain itu? Untungnya waktu sudah mepet, jadi kata Bu Guru, Bea didandani di THR saja (itu pun kalo dia mau) hihihi... 

Setelah Bea ganti baju, dia pun keluar kelas dengan tak sabar. Begitu sampai di halaman, celingukan... “Loohhh mana bus nyaaa???” Ibuk juga bingung, karena informasi kemarin (dari Bea, dan setelah dipikir-pikir lagi sekarang, sama sekali nggak bisa dijamin kevalidannya) “Bea nanti mau naik bus lagi lhoo” gitu...

Ternyata nggak! Semua kru diangkut pake mobil sekolah dan beberapa mobil walimurid!

Walah!

Akhirnya aku pun ikut ngeles (daripada dianggap berbohong sama Bea?? Belum lagi resiko kebaya dilepas lagi??) “Oohhhh busnya ada di THR Bea! Ayo kita kesana aja!” 

“Oh ya...” kata Bea.

Untungnya, di THR memang ada wahana permainan naik bermacam kendaraan, dari kereta api sampai pesawat... I'm sure I can handle her with all that...hehe....

Duhhh pagi yang kacau... :-S

Dan yak! Tugas belum selesai...ini Bea masih "hanya" memakai kebaya-nya saja, belum ornamen2 lainnya.... **keluh**


Rabu, 04 Juni 2008

Beginilah Kalau (Terlalu) Rajin Mandi

Wah, gara-gara postingan ini, pada nyangka aku malas mandi. Padahal justru sebaliknya, aslinya aku sangat rajin mandi lho.. Nggak percaya?? Coba aja baca cerita ini..


Kita kembali ke tahun 1995...

Lulus SMA di Tulungagung kota tercinta, aku diterima kuliah di Surabaya. Aku pun jadi anak kost, di daerah sekitar Univ. Airlangga tentu saja. Nggak ada komplain sama sekali dariku soal ini. Aku menikmati juga hidup mandiri ala kost2an di kota besar. Apalagi dapat kost yang “guyub” dan nggak individual, senang sekali...mbak2 lain di kost2an juga sangat baik. Kita berbagi apa saja disitu, nggak pake itung2an. Intinya, asas yang ada adalah asas kekeluargaan, saling pengertian, saling menghormati satu sama lain, dan sebagainya... 

Hanya satu yang agak mengganjal, dan mungkin ini juga dialami semua orang yang baru “merantau” ke Surabaya. Apalagi kalau bukan cuaca! Bagiku yang asal kampung (dan cuacanya adem tentu saja), Surabaya panasnya minta ampun! (Duh padahal sekarang jauh lebih panas lagi dari dulu, entahlah apa jadinya Surabaya 10-20 tahun lagi, hikss). 

Itu yang aku suka nggak tahan. Akibatnya?? Aku menjadi sangat hobi mandi! Percaya atau tidak, di bulan-bulan pertama, aku terbiasa mandi 5 kali sehari!


Bangun tidur....mandi!
(akhirnya pesan ibukku untuk mandi sebelum sholat subuh, kupatuhi juga :-D)

Berangkat kuliah....mandi!

Pulang kuliah....mandi!

Mau maghrib...mandi lagi!

Mau berangkat tidur, jam berapapun.....juga mandi!
(kalo nggak aku nggak akan bisa tidur, jaman dulu mana ada AC di kost2an??)


5 kali kan??
Itu minimal lho hihihi... Kalau ada kegiatan senat di kampus dan lengket di badanku sudah parah, kadang2 aku suka juga mencuri waktu balik kost untuk mandi, diluar yang 5 kali itu tadi...

Banyak teman2 (terutama teman SMA yang sama2 kuliah di Surabaya) yang tahu kebiasaan ini lalu nyeletuk “Pantesan kamu tambah putih sekarang...mandinya aja 5 kali!!”
:-D

Banyak juga teman2 seangkatan di psikologi yang sudah hapal, kalo siang-siang aku sudah berubah mood, jadi gelisah, bolak balik ke kamar mandi untuk cuci muka, itu tandanya aku sudah butuh mandi! Biasanya mereka nyeletuk “Ndesonya belum luntur..”
:-D

Tapi yang paling fantastis adalah ibu kost-ku. Dia yang biasanya sabaaarrr...tak pernah ngomel sekalipun....jadi sempat nyeletuk...
“Duuhhh tagihan air kok sekarang jadi melonjak banget yaaa....???”

**gubraaxxx**
Aku langsung sadar diri....

Duuhhh maaf ya buukk...maklum ini orang ndeso...hikss...


(Eh, sekali lagi....itu dulu... tahun 1995... :-D)

Beginilah Kalau Malas Mandi (Pagi)

Sebelumnya perlu kuluruskan. Aku sama sekali tidak malas mandi. Tidak, aku masih rajin mandi kok, minimal 2 kali sehari. Aku hanya paling malas kalau mandi pagi-pagi. Maksudnya mandi dibawah jam 7 atau 8 gitu. Jadi, untuk soal yang satu ini aku sungguh merasa kurang berbakti pada ibuku, yang selalu mencontohkan mandi sebelum sholat shubuh.

Eniwei...

Selama ini dunia berjalan dengan normal walaupun aku malas mandi pagi-pagi. Sehari-hari kalau tidak ada kegiatan di sekolah, praktis aku selalu mengantar anak-anak dalam keadaan kepet (belum mandi). Kalau memang sehabis mengantar sekolah aku harus pergi ke suatu tempat atau acara, barulah aku berangkat dalam keadaan sudah mandi. Alasan lain yang bisa kupakai ngeles, mungkin adalah jadwal jalan kaki. Setidaknya sekali dalam seminggu, sehabis ngedrop anak-anak aku biasanya jalan kaki beberapa km memutari kompleks Masjid Al-Akbar yang memang dekat dengan sekolah anak-anak dulu, baru kemudian kembali pulang (dan mandi). 

Selain rasa bersalah karena tidak mengingat-ingat pesan ibukku, tak ada masalah yang timbul dari kebiasaanku ini. Yah, banyak ibu rumah tangga pasti juga punya kebiasaan serupa. Menyiapkan dan melepas anak-anak ke sekolah dulu, baru kemudian memikirkan mandi. Ya nggak ibu2?? **mintadukungan.com** hehe...

Tetapi tak urung suatu hari... aku kena getahnya juga... 

Seperti biasa hari itu aku mengantar anak-anak sekolah. Dalam keadaan belum mandi, tentu saja. Ketika waktu menunjukkan jam 7.10 aku sudah memasuki kompleks sekolah. Cukup mepet karena Abe masuk jam 7.15 sedangkan Bea jam 7.30. Jadi seperti biasa, Abe ku drop dulu baru kemudian Bea. 

Baru saja perjalanan menuju sekolah Bea, tiba-tiba datang sms. Dari Bu Eka, staf Komite Sekolah Al Hikmah. Dan isinya membuat badanku yang memang belum mandi, langsung semakin keringetan.

Undangan rapat di kantor YLPIH Al Hikmah, hari itu juga jam 7.30 pagi! Alamak!! 

Sebenarnya nggak heran juga kalo undangan dibuat mendadak begini. Ini bukan yang pertama kali juga. Jam segitu memang biasanya kami ada disekolah, mengantar anak-anak. Selain itu, akal sehatku langsung paham ini pasti erat kaitannya dengan Bpk Ketua Komite kami yang supersibuk berat itu (maklum selain pengusaha beliau adalah juga anggota DPR Jatim). Mungkin mumpung beliau ada waktu, makanya tiba-tiba meminta rapat.

Tapi akalku sedang tidak sehat! Aku belum mandi! Dan tak ada waktu lagi untuk pulang kerumah dan mandi dulu! Bahkan sekedar pergi ke kantor suami yag lebih dekat jaraknya untuk numpang mandi pun, pasti juga nggak sempat!

Maka sumpah deh, hari itu adalah rapat yang paling tidak nyaman sepanjang hidupku. Pede benar-benar nggak ada dan sepanjang rapat kepala ini sibuk mereka-reka apakah yang lain menyadari bahwa aku belum mandi. Aku juga ragu apakah sebelumnya pernah terjadi di sekolah ini, rapat pengurus komite, tapi yang rapat masih kepet belum mandi **keluh** :-( 

Selesai rapat, tak tahan akhirnya aku mengaku saja kepada ibu-ibu yang lain kalau aku belum mandi. Habis deh diomelin sama semua. “Pantas tadi ada yang bau2 gitu” Halaahhh coba kalo aku nggak ngaku, belum tentu ada yang mencium bauu2!! Huehueuheh dudul.

Eh tapi tenang aja, karena kejadian itu, sampe sekarang aku belum kapok juga kok...masih malas aja mandi pagi-pagi!! Hihihihi...



Senin, 02 Juni 2008

[Sarangan Lake] Red n White Blast!!




Weekend lalu, 31 Mei 2008 si Bapak mengadakan meeting rutin bulanan dengan pasukan marketingnya. Kali ini tempat meetingnya di Magetan. Tepatnya di kawasan Wisata Telaga Sarangan (Kalo Wisata Bahari Lamongan boleh disingkat jadi WBL, tapi yang ini jangan disingkat ya :-D).. Wah semua heboh terutama Bea, begitu melihat kuda dia langsung jingkrak2 kegirangan nggak keruan.

Malamnya, pas meeting dudul. Karena mana bisa meeting dengan tenang? The kids were running around and made hugh noise all the time. “Ibuk, tolong....” pinta Bapak tiga perempat memerintah.
Ibuk putar ide... Wah warna baju kok pada kompak sih?? Semua pake merah-merah, dan ternyata bukan hanya baju, tapi juga selimut di penginapan pun berwarna merahh!!!

“Ibuk punya ide! Ayo kita bikin photo session aja!! Mumpung semua matching!!”
"Yaaaa!!!" seru anak2... wah untung idenya lakuu :-D

So here were are... all in red n white... it was a blast!! :-)

Stuntman vs Ibu Rumah Tangga

Mengasuh anak-anak, apalagi yang se-superaktif Abe dan Bea, banyak hal yang bisa terjadi. Ibu-ibu rumah tangga pasti setuju dengan ini.

Ketika sedang memangku anak-anak, tak jarang mereka tiba-tiba bangkit tanpa pemberitahuan. Alhasil, kepala mereka menyodok wajah kita dengan keras. Sering-sering kena bibir, akhirnya sobeklah..dan besoknya pasti jadi sariawan yang superbesar... Ini sudah menjadi hal biasa yang cukup sering terjadi... 

Kali lain, berurusan dengan kibasan tangan-tangan mereka yang berdezing-dezing, entah itu memeragakan jurus superhero atau tarian cak-cak (kecak maksudnya), tanpa sengaja nyasar ke mata kita. Aku pernah sempat cukup lama dudul gara-gara kena pucuk pedang2an yang sukses nyasar ke mata (pas ditengah, dan pas mata sedang melek dengan lebarnya) dengan kekuatan yang besar dan tidak tertahankan...

Atau pas masak tiba-tiba ada skuter nyasar masuk dapur, dan menabrak siapa saja (atau apa saja) yang didapur... Tomat pun sukses menggelinding jatuh, kakiku sukses terlindas roda skuter Bea dan panci panas diatas kompor nyaris tumpah (karena aku kaget terlindas roda).... 

Ini hanya sedikit contoh, masih buanyak kejadian2 lain yang tingkat “trauma” nya lumayan tinggi...

Khusus hari ini cukup dudul juga...Kenapa?
Karena dari kemarin beberapa “trauma” menimpaku hampir bersamaan, dan di tempat yang relatif sama, yaitu wajah...

Sekarang ketika aku mengetik ini, bibir kananku sedang bengkak karena kemarin kesundul kepalanya Bea. Pelipisku yang kanan kalo dipegang masih sakit, gara-gara jedugan sama Abe waktu di mobil. Jedugannya keras juga, buktinya sampe memar. Tadi pagi, pas waktu aku dan Bea tertawa-tawa bersama, tiba-tiba dia menjatuhkan dirinya ke aku, dan sukseslah gigi kita bertabrakan...(ya, gigi!)... mulut kita berdua (kembali) berdarah lagi...  Bea langsung nangis dan aku langsung meringis karena sekarang mulutku makin seksi kanan-kiri... Oalah....  

Jadi siapa bilang profesi stuntman lebih berbahaya daripada ibu rumah tangga??? :-D


[BEA] Trend Dudul : Tebak-Tebakan Yuuk..!! (Bagian 2)

Mumpung suasana dirumah semua pada dibuat pusing dengan trend tebak2annya Abe... :-D
Kali ini cerita tentang teka-teki...

Jauh sebelum tebak2an ngetrend di sekolahnya, dari duluuuu ada satu kegiatan yang selalu menjadi favorit kami sekeluarga. Terutama kalau sedang berada dalam perjalanan, untuk mengusir rasa bosan kita biasanya bermain teka-teki. (Kebiasaan ini sebenarnya sudah lama menurun, ada dalam keluargaku, semenjak aku kecil). Dari hal yang kecil dan sederhana, aku bahkan lupa kapan mulai suka bermain ini dengan anak-anak. Mungkin sejak Abe berusia 2-3 tahun, ketika dia sudah bisa mulai diajak berpikir logis.

Yang pasti, aku sih percaya bahwa permainan ini bukan hanya full of fun, tapi bisa menstimulasi otak anak-anak. Mereka bukan hanya kuajak menjawab teka-teki, tetapi juga membuat teka-tekinya sendiri untuk kemudian dijawab orang lain. Merumuskan 2-3 petunjuk untuk mengacu kepada sebuah benda, pasti juga akan mengajak mereka berpikir definitif...

 

Contoh teka-teki paling sederhana misalnya begini..

 

//Aku adalah binatang...
//Badanku besaaarrr...
//Telingaku lebar, hidungku panjang...
//Binatang apakah aku??
(kalo ada yang nggak tahu jawabnya, kebangetan deh hehe)


Atau yang spontanitas merujuk pada keadaan saat itu, seperti begini... 

//Aku adalah warna...
//Aku ada di bajunya Bea (merujuk pada warna baju yang dipakai Bea saat itu)...
//Aku bisa terbang ke langit dan menyelam di laut juga..
//Warna apakah aku??

(Jawabnya : BIRU)

 

:::::.....

 

Nah, yang lucu itu adalah waktu pertama-pertama anak-anak mengenal permainan ini. Sekarang sih, Abe sudah “nggenah” kasih petunjuknya. Tapi dulu waktu pertama-tama, dudul juga. Kadang-kadang suka nggak nyambung, kadang-kadang suka nggak ada hubungannya. Kadang-kadang hanya nurutin fantasinya dan kadang-kadang suka maksa juga. Misalnya seperti ini...

 

//Aku adalah benda angkasa
//Aku bisa terbang dengan cepat
//Aku berwarna-warni
//Siapakah aku??

(ketika semua orang menjawab “pesawat”, ternyata salah, karena jawaban yang benar menurut Abe adalah “layang-layang beroket” :-D)

 

//Aku adalah sayuran
//Aku lezaaaatttt sekali
//Aku sangat disukai oleh Abe
//Apakah aku??

(Wah, surprise, Abe kan paling nggak mau sayuran??? Semua berpikir keras menjawabnya.. dan semua salah! Karena ternyata jawaban yang benar adalah “Tidak Ada”... **gubraaxxx** maksa kann??)

 

Nah, kalo Bea lain lagi. Dalam hal berbahasa dan berbicara, Bea kebetulan tidak secepat Abe. Sampai usianya yang 4 tahun sekarang ini, Bea masih super cadel. Selain cadel, yang dudul Bea juga suka terbalik-balik ketika mengucapkan sesuatu.Tapi justru itu yang bikin orang serumah sering tertawa terpingkal-pingkal ketika dia bicara. Apalagi suka ditambah dengan ekspresi yang “pede salah tempat” gitu... hehehehe

 

“Arloji” suka dibilang Bea “arlijo”
Pantai “Kuta” suka dibilang Bea “Tuka”
"Sekolah" suka dibilang Bea "Selokah"
Pantai “Nusa Dua” suka dibilang Bea “Suna Dua”

Jadinya, sering-sering kalo pas Bea dapat giliran bikin teka-teki, kita bukannya menjawab, tapi akhirnya pada ngakak karena nggak bisa menahan tawa.

Seperti beginilah contoh teka-tekinya Bea...

//Aku adalah Gajah...
//eh..**wajah bingung**

(walaaaaahhh kok jawabannya langsung disebutkann??? Hihihii)
 

Dan saudara-saudara, berikut ini teka-teki masterpiece-nya si Bea... :-D

//Aku adalah binatang...
//Warnaku kuning...
//Aku sangat disukai pisang..
//Binatang apakah aku???

(hayo looo coba....bingung kan??? Monyetnya aja pasti juga bingung!!!)

 

Hahahahahaha