Minggu, 30 November 2008

Tentang TV dan Rezeki Mas Iwan

Huaahhhh!! Dua minggu lebih aku nggak sempat nulis apa-apa. Sangat sedikit juga waktu blogwalking ke teman-teman. Rasanya jari sudah ngejer aja pingin ketak-ketik lagi. Apa daya, banyak sekali tugas menumpuk dalam waktu yang hampir bersamaan. Tapi lumayan, badan agak sedikit lebih langsing jadinya, walaupun punggung sering pegal juga karena kebanyakan nyetir kesana-kemari dan nyaris tak ada waktu sama sekali untuk sekedar meluruskan postur lagi dengan yoga.

Hmm...cerita apa ya enaknya kali ini?? Habisnya, banyak sekali kejadian yang jadi terlewatkan nggak ketulis.

Oh ya, ada! Oke, kali ini aku pingin cerita soal TELEVISI. Ini sedikit kisah unik tentang sejarah pertelevisian dirumah tangga kami hehe bahasanya rek!

Lebih dari 12 tahun menikah dengan Mas Iwan, kami memulai rumah tangga kami nyaris dari nol. Dua tahun pertama pun MI terpaksa memendam dalam-dalam gengsinya dan mau tinggal menumpang di rumah ibu bapaknya (mertuaku). Nah, kira-kira sekitar setahun pernikahan, ketika usaha kecil yang dirintis MI sudah mulai berbuah, akhirnya kami bisa membeli TV kami sendiri. Senang sekali dong, soalnya TV itu benar-benar bisa menemani hari sepiku saat itu, yang sepulang kuliah biasanya hanya menghabiskan waktu di paviliun rumah mertua. Maklum, MI selalu pulang larut, karena sehabis kuliah dia harus langsung ngurusi usahanya yang baru seumur jagung. 

Aku masih ingat, TV itu merknya JVC (waktu itu pas diskon, makanya trus kami beli), ukurannya 21 inch (karena diskon juga, budget kami yang awalnya mau beli 14 inchi akhirnya dengan sedikit overbudget saja kami sudah bisa beli yang ukuran lebih besar), warnanya perpaduan hitam dan abu-abu dengan model yang simpel (makanya aku suka). 

Duhh, bangganya kami saat itu, istilahnya inilah barang elektronik pertama yang kami beli bersama, dan kami merasa bahwa kami sudah mendapatkan best deal, karena ternyata kualitas TV nya termasuk bagus. Bahkan setelah itu kami sempat menjadi marketer gratisan buat merk JVC, bilang ke banyak orang betapa JVC ini merk kuda hitam yang nggak terlalu dikenal, padahal kualitasnya nggak kalah dengan merk besar lainnya. Hihihi dudul banget ya, baru aja ngerasain punya 1 item, sudah sok tau bener. 

Tahun kedua, alhamdulillah kami bisa membeli rumah sendiri (ya rumah yang kami tinggali sampai sekarang ini), dan ketika kami pindah, selain baju dan keperluan kuliah, TV itu menjadi satu-satunya barang elektronik yang kami bawa. Mesin cuci baru kebeli beberapa bulan kemudian, apalagi AC. Semua dibeli sedikit demi sedikit karena toh kita harus mengumpulkan lagi modal yang terkuras untuk beli rumah secara kontan (aku pernah cerita kan, bahwa ketika kami yang masih berusia 21-22 tahun ini mengajukan KPR, nggak ada bank yang mau percaya, apalagi MI nggak punya slip gaji layaknya orang yang kerja kantoran).

Sekarang ini, barang elektronik dirumah memang sudah lengkap (bahkan boleh dibilang berlebih). Tapi yang unik, walaupun TV dirumah kita sekarang total ada 4 buah, tetapi TV 21 inch merk JVC yang kuceritakan tadi, ternyata sampai sekarang masih menjadi satu-satunya TV yang kami beli, karena TV lain dirumah ini, adalah merk RATU alias ORA TUKU, alias gratisan!! Ceritanya begini..

Setelah beberapa tahun setia hanya dengan JVC, tiba-tiba suatu waktu pihak pabrik paku mengadakan semacam promo, dengan memberikan hadiah tertentu setiap pembelian paku senilai tertentu. Karena waktu itu statusnya MI sudah distributor, maka nggak heran kalau kuantitas pembeliannya cukup banyak kan? Waktu itu kami kebanjiran hadiah yang rata-rata memang produk elektronik. Dari hair-dryer, mini toaster, kompor gas sampai dengan tape dan VCD Player.

Puncaknya, suatu hari kami mendapat hadiah TV 29 inch! Merknya Philips. Waduh kita berdua langsung heboh! Waktu itu, dirumah kan cuman kami berdua (asisten baru ada setelah anak-anak lahir), dan dirumah ada 2 TV! Berarti masing-masing orang punya TV masing-masing dong?? Kata MI bagus juga karena berarti nggak perlu rebutan kalau dia pingin nonton bola, tapi akhirnya manyun juga karena waktu-waktu itu (sekitar tahun 1998-1999) aku mulai berkenalan dengan internet dan lebih asyik depan komputer, atau baca buku. Sedangkan MI juga jarang dirumah karena urusan pekerjaan. Jadinya, mubazir banget karena 2 buah TV itu banyak nganggurnya. Pada dasarnya memang kita nggak sehobi itu nonton TV sih. Aku mulai merasa aneh dan merasa bersalah tiap liat TV-TV itu.

Untungnya, MI kemudian membangun kantor. Akhirnya dengan sangat senang dan sukarela, si JVC kami boyong saja ke kantor. Karyawan yang waktu itu cuma 2 orang yang ketiban senang. Alhamdulillah, TV nya lebih bisa bermanfaat.

Ketika Abe masih bayi, kami mendapat lagi bonus TV. Kali ini dari pabrik lem. Mas Iwan mulai menjadi agen di pabrik itu dan dari suatu promo juga akhirnya kita berhak atas satu buah TV Sony 29 inch. Yang ini cukup spesial juga, karena merknya Sony gitu loh! Kami jadi ingat, bahwa ketika berniat beli si JVC dulu sebenarnya kami ingin beli TV Sony, tapi ternyata harganya sangat jauh diatas budget kami waktu itu. Alhamdulillah, akhirnya kesampaian juga punya TV Sony ya, gratis lagi! Hehe.. 

Akhirnya, Abe bukan hanya bisa nonton VCD Barney di ruang keluarga saja, karena di kamar tidur kami pun sudah bertengger TV juga. Keduanya (dan juga VCD Player-nya) barang gratisan!

Kami masih sering mendapatkan hadiah beberapa buah TV lagi dari pabrik-pabrik, kebanyakan 14 inch, yang akhirnya kami hibahkan kepada orang lain. Kami menyisakan 2 buah untuk dirumah. Satu untuk kamar mbak diatas, satu lagi (baru kami ambil setahun lalu) untuk kamar Abe, alasannya agar Abe bisa main PS dikamarnya, padahal alasan kami sebenarnya supaya program “tidur sendiri” nya Abe bisa lebih lancar. Hehe...

Waktu mulai ada TV Plasma dan LCD, setiap jalan ke pusat elektronik atau mall, MI sudah ratusan kali membujuk agar aku memperbolehkannya beli. Aku selalu menolak mentah-mentah. Pertama, aku selalu mengingatkan soal prinsip kami yang sudah jelas tentang barang-barang mewah dirumah ini. Anak-anak tidak boleh dibiasakan sering ganti-ganti barang baru hanya karena itu sedang trend atau karena kita mampu membeli. Tidak boleh karena kebiasaan itu PASTI akan berlanjut sampai mereka dewasa dan itu sangat berbahaya.

Kedua, kami memang ingin anak-anak bebas menggunakan barang-barang dirumah ini. Sebisa mungkin, barang-barang yang kami beli dirumah ini bukanlah barang yang terlalu mahal. Kami tidak ingin ketika suatu hari anak-anak (yang masih balita dan aktifnya pecicilan itu) pencet-pencet, atau tekan-tekan, atau putar-putar tombol bereksplorasi dengan barang tersebut, kemudian kita berteriak panik “Awaaasss Naakkk, Jangaaannn!! Nanti rusakkk!! Itu barang mahal!!!”. Makanya jangan heran kalau dirumah ini, pernah terjadi remote TV masuk ke kolam ikan atau njeplak tombolnya, atau kabel VCD Player putus kegunting, speaker macet karena terlalu banyak kemasukan cereal, atau tinta printer tumpah ruah dlsb. Biasanya enteng saja kami memperbaikinya, karena barang-barang tersebut bukan yang terlalu mahal, atau terlalu canggih sehingga sulit diperbaiki.

“Tapi kan TV kita sudah lama? sudah 5 tahun lebih??”

“Tapi kan TV nya masih berfungsi dengan bagus?? Belum rusak kan?” sahutku.

“Wajar kalau kita ganti baru, TV lama bisa dihibahkan ke orang lagi, orang yang pasti akan menerimanya dengan senang hati” kata MI tak menyerah.

“Nggak ah!”

Mas Iwan biasanya cuma bisa garuk-garuk sambil menelan ludah didepan jejeran TV Plasma yang gede-gede itu. Thanx ya Mas, garuk-garukmu itu, ludahmu yang tertelan itu, bukti kebesaran hatimu dalam rangka memperjuangkan pendidikan anak-anak kita. Hal-hal seperti ini dari MI lah yang biasanya membuatku terharu.

Begitulah...selalu begitu kejadiannya. Dan tahu tidak?? Allah Maha Kuasa. Kalo sudah rejeki, memang tak akan kemana. Kalo gak percaya, tanya saja pada MI.

Minggu lalu, siang-siang MI telepon dari kantor, sambil teriak-teriak jingkrak-jingkrak. Katanya, barusan orang BCA menelepon, mengabarkan kalau rekening MI menjadi salah satu yang menang undian Gebyar BCA. (Sungguh amat ajaib karena selama ini kami sekalipun tak pernah beruntung kalo menyangkut yang namanya UNDIAN, dan kami sudah mafhum hal itu). Dan bisakah hadirin semua menebak apa hadiahnya???

Iya.... LCD TV....gede lagi!

MI persis Abe kalo habis dibeliin mainan!

“Sudah dicek bener ta? Jangan-jangan itu penipuan...” kataku (hihi gak bisa liat orang senang ya).

“Sudah!! Aku cek pengumuman di koran juga ada! Surat resmi dari BCA juga sudah datang tadi!!” katanya bersemangat. Duuhhh...suamiku......hihihihi.

Alhamdulillah, akhirnya aku pun ikut senang untuk MI. Ternyata memang bukan aku yang mengatur rejeki TV buat dia ya. Lolos dari satu cara, MI ternyata mendapatkannya dari cara yang lain yang tidak kami duga-duga. Hehe...Subhanallah...

Akhirnya, sekarang kami sedang sibuk mencari-cari siapa kira-kira yang akan menampung TV Philips 29 inch kami. Ada yang berminat? Fyi, tombolnya sudah dudul, remotenya sudah berhias selotip, dan badan TV nya sudah penuh dengan sticker, coretan spidol bahkan tempelan hasil origami ala Abe dan Bea lho :-D

:::::.....

Oya, TV yang merk JVC itu, sekarang sudah rusak. Tapi kami sama sekali tak berniat untuk membuangnya. Akan kami simpan sebagai kenang-kenangan sebagai TV yang pertama kali kami beli, dan satu-satunya sampe sekarang. Sekarang TV itu masih nongkrong di salah satu pojok kantor MI, jadi tempat naruh ini itu, hehehe.

:::::.....


 

Keterangan Foto : Zing rupanya ikut gembira juga dapat tempat nangkring baru, ada stempel BCA nya lagi *gak ada hubungannya* :-D

 

Minggu, 23 November 2008

Ke Jakarta, Aku Kan Kembali


merambat malam

Jakarta, Sabtu, 22 November 2008. Dari pagi sampai tengah malam full acara kopdar! Captionnya di tiap foto saja ya, karena ini rekor foto terbanyak yang ku upload dalam satu album, jadi SALUTku pada siapa saja yang betah mantengin dari foto pertama sampai terakhir hehehe

Thx tak terhingga to :

Mbak Dian : hatimu selaksa emas dan ternyata kamu penuh dengan kedalaman ilmu ya mbak, terimakasih untuk kesediaan jadi "babysitter" ku hari itu... 6 jam yang sangat mengesankan! suwun!

Vivi : Kamu bener2 Ibu Kost temen-temen kita! Walaupun kita kemlelet (sama2 di jawatimur tapi mau ketemu aja pake ke jakarta segala hihihi) tapi aku puas banget bisa ketemuan dan doaku selalu untukmu yo bulik...I always love you, and always will be :-)

Bli Gde : gara-gara janjian kopdar sama bli, aku jadi PUAS ngubek2 fx hihihi...coba kalo bli cepet datang, pasti ngubek fx bakalan cuma sebentar hahahaha... sorry ya, pemberitahuan kita memang sangat mendadak, padahal sabtu2 gitu kan bli sibuk kawin??? eh salah, maksudnya moto di kawinan gituuuu..eh salah lagi, ternyata moto2 untuk albumnya Nidji ya... aduh sukses ya, bisa ngarep ditraktir otak2 nih kalo albumnya udah rilis hihihihi

kesimpulan : aku masih kangen otak2 itu hikssss

Langsung saja ya....... ayuk ikut aku jalan-jalan seharian bertemu dengan orang-orang yang luar biasa di album ini!! Ada BONEK juga lhooo di foto ke 26 hahahaha!!!

:::::

Senin, 17 November 2008

Si Podhang yang Nendhang !!


heemmmm kerasa gak harumnya???

Maaf kalo seminggu dua minggu ini ngilang. Tugas lagi banyak banget! Postingan ini juga sudah seminggu yang lalu aku tulis, baru sempat posting sekarang.

:::::.....

Inilah dia jenis mangga yang paling paling paliiinngggg kusuka! Teman masa kecilku, disaat banyak waktu kulewatkan memetiknya dimanapun aku bisa. Di kebun milik buyut, kebun nenek, dan yang paling sering, 2 pohon mangga podhang disamping rumah Ibuk. Beda dengan mangga yang rata-rata bercitarasa manis, si Podhang ini (orang juga suka menyebutnya Kepodhang) bercitarasa nano-nano. Manis, kecut, sedikit pahit (terutama di bagian yang nempel dengan kulitnya). Tapi justru campuran rasa nano-nano itulah yang membuat si Podhang segar tak terkira!

Sayangnya, mangga jenis ini hanya bisa kudapatkan di Tulungagung dan sekitarnya. Jadi ketika aku mulai tinggal di Surabaya, sudah jarang memetik, hanya mengandalkan kiriman dari Ibuk. Belakangan, sekitar 2 musim terakhir aku mulai melihat si Podhang dijual di beberapa tempat di Surabaya, tapi oh tapiii...bukan yang masak pohon gitu! **keluh**

Jadilah, ketika musim mangga berbuah seperti ini, waktu menghabiskan weekend di Tulungagung selalu diisi dengan borong2 mangga podhang! (Borong-borong, karena 2 pohon dirumah Uti sudah gundul semua tak mampu lagi melayani hasrat seisi rumah plus anak cucunya akan mangga huehuehue). Yang kubawa balik ke Surabaya, biasanya nyaris dalam satuan karung! :-D Habis mumpung sih, di Tulungagung kita bisa mendapatkan mangga Podhang yang masak pohon seharga Rp. 2.500 per kilo sedangkan di Surabaya, harganya rata-rata dibandrol 4-5 ribu per kilo, itupun bukan yang masak pohon!! Nggak habis sampai borong-memborong, para supir truk yang biasa ngirim barang TA-Sby atau Sby-TA pun seringkali jadi sasaran numpang di Podhang!! Hehehe pokoknya maruk aja!!

Bukan hanya aku, ABEA sekarang sudah ikut2an terpikat oleh keelokan rasa si Podhang ini. Sama-sama sudah mabuk lho, tiap pulang kerumah, trus tercium segarnya mangga podhang, langsung deh “Ibuukkkk aku mau manggggaaaa..!!!”

Mau dikupas diiris dadu, mau disisir langsung di kulitnya, mau di jus, di sorbet, mau dicocol garam (untuk yang masih muda dan kecuuttt ituuu), aaghhhhh semua sukaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!! :-D

Jumat, 07 November 2008

Sebenarnya Darimana Semua Kebebalan Itu Berasal?

Sekarang mari sedikit menganalisa masa laluku *cieee* hehe. Sebenarnya dari mana ya asalnya segala kebebalan lidah dan hidungku itu?

Yang mampir dipikiranku pertama kali tentu saja mess latihan di klub Tunas Harapan!

Sekitar 5 tahun disitu, selain membangun banyak hal bagus kedalam karakterku, ternyata mess itu juga telah merusak fungsi beberapa panca inderaku *wekekekek* asli!

Jadi Tunas Harapan adalah nama sebuah klub bulutangkis di Tulungagung. Kita biasa menyebutnya dalam singkatan TeHa. Semenjak umur 7 tahun, selama 3-4 jam 4 kali seminggu aku selalu menghabiskan waktu disitu (umur 12 aku memutuskan berhenti karena sudah malu pake celana pendek :-D).

Tentu saja, aku belajar banyak sekali hal disitu. Tentang pertemanan dan persahabatan dengan macam-macam ras dan golongan. Tentang kerja keras dalam berlatih. Tentang sportivitas. Tentang semangat juang dan semangat jatuh bangun. Olahraga memang benar banyak manfaatnya, aku setuju itu. Kalau boleh jujur, 5 tahun aku berlatih di klub itu lah yang cukup banyak menyumbangkan kredit dalam pembentukan karakterku sekarang ini.

Salah satunya ya karakter bebal ini juga! :-D

Secara umum, sependek pengingatanku latihan di Klub TeHa terbagi menjadi 3 bagian penting : TEKNIS, FISIK, MENTAL. Ketiga bagian penting itu biasanya mempunyai 2 tahap : belajar dan berlatih.

TEKNIK tentu saja menyangkut segala hal tentang bagaimana cara bermain bulutangkis yang benar. Dari cara memegang raket di hari-hari pertama sampai dengan bagaimana cara melakukan jump-smash yang benar, semua diajarkan. Latihannya? Dari stroke-stroke yang panjang (kadang berjam-jam) sampai dengan drop-shot session yang lumayan bikin perut jumpalitan.

FISIK menyangkut stamina dong. Biasanya hari latihan fisik menjadi hari yang paling berat buat aku dulu (apalagi sekarang ya, gak bayangin deh kalo disuruh latihan fisik seperti dulu, mending tidur hihihi). Latihan fisik biasanya ya berkutat seputar lari (oh I hate it), skipping (lompat tali), scotch-jump (lihat perutku sekarang pasti gak ada yang percaya kalo dulu bisa scotch-jump hahaha) sampe dengan naik gunung. Naik gunung ini biasanya menjadi salah satu sesi latihan fisik yang menyenangkan buatku, selain latihan long-set (pertandingan 5 set).

MENTAL. Nah ini dia! Ini yang suka menjadi sumber cerita dudul selama latihan dulu. Palatihku dulu, namanya Pak Yoen adalah salah satu pelatih yang unik dan kreatif (baca:dudul). Orangnya memang lucu dan agak antik. Dia sama sekali nggak pernah menggunakan segala macam cacian dan makian dalam pembentukan mental, cara yang lazim dipakai pelatih pada umumnya (tapi asisten pelatihnya, Mas Agus dan Mas Yuli iya, hikss jadi apa bedanya dong buat kita, tetep dimaki-maki juga kan?? hikss).

Misalnya. Ini cerita pas sesi latihan KONSENTRASI pertama kali di kelas remajaku (sejak umur 10 tahun semua penghuni kelas anak-anak otomatis masuk ke kelas remaja). Bukannya masuk lapangan, eh Pak Yoen malah mengajak kita semua makan. Enak ya?? Kita yang pada bengong aja gitu, waktu dia datang ke tempat latihan dengan membawa setumpuk kue kotakan dan menyuruh kami langsung makan. Padahal kita semua baru saja kelar pemanasan! Walaupun agak bingung semua senang juga! Yang pada suka makan sudah cerah ceria duluan wajahnya, dan langsung saja menyambar jatah kotakannya, duduk manis membuka kotak siap makan! Tak terkecuali kami semua. Kalau gak salah menu waktu itu klepon, bakpao dan pastel.

Baruuuu aja kira-kira suapan kedua atau ketiga kami (pas nikmat-nikmatnya tuh), tiba-tiba ada suara dari meja pelatih. "Hoeeeekkkkkkk!!!!"
Kami semua menoleh, Mas Agus (asisten pelatih), mungkin dia masuk angin ya. Kami pun meneruskan lagi makan kuenya.

"Hoeeeeekkkkkkk!!!" walah kasihan Mas Agus.

"Hoeeeekkkkkkk!!!" oh my, suaranya kok makin dekat?? Ternyata Mas Agus sudah pindah tempat duduk, didepan kami semua yang sedang nikmat makan klepon ini. Sambil hoek hoek gitu!!

"Oooooookkkkkkkkk!!!" ampuuunnnn akhirnya jebol juga saudara-saudara!! Didepan kami semua yang sedang makan kue ini!!!

Ugh! Kleponku mendadak nggak enak banget rasanya. Ampuunnnn!!! Duh Gusti!! Ternyata ini disengaja!! Dan Mas Agus sama sekali tidak merasa perlu menghentikan atau paling tidak menyembunyikan muntahannya. Kleponku pun kehilangan 100% citarasanya ketika kemudian komando Pak Yoen keras dan jelas "Semua tetap duduk, dan habiskan kuenya!!"

Teman, bukannya membela diri melawan 2 postinganku terdahulu, tapi setelah hari itu, sebagai orang yang normal, lamaaaaaa aku baru bisa makan klepon lagi. Bagaimana tidak?? Tak lama setelah Mas Agus menyemburkan cairan naganya, ternyata beberapa teman juga ikut terprovokasi, ikut-ikut menyemburkan cairan naganya masing-masing. Ada yang bercampur aroma klepon, ada yang berupa serpihan bakpao ada juga yang warnanya semburat dengan segala macam isi pastel. Aku?? Di latihan pertama itu tentu saja aku tak sanggup menghabiskan kue kotakku, yang berarti minggu depannya aku masih harus mengikuti lagi sesi latihan yang peris sama. (Oh Nooo)

Ya, hari itu kita semua memang menyadari, betapa pentingnya mengontrol KONSENTRASI kita!! Bayangkan kalau kita berada dalam pertandingan yang sangat menegangkan, atau poin yang sangat penting, penonton riuh rendah dan tekanan-tekanan lain, kita harus bisa tetap konsentrasi pada permainan. Harus cukup tenang untuk bermain dan tidak terdistraksi. Poin latihan ini tentu saja adalah bagaimana kita harus bisa memilih arah kemana konsentrasi kita harus diarahkan. Dan jangan biarkan apapun mengganggu.

Tetapi dasar teori, selalu saja terdengar jauh lebih mudah daripada praktik. Aku sendiri, mungkin baru 5-6 latihan berikutnya baru bisa menghabiskan kotak kueku. Semakin hari semakin banyak jenis kue yang terpaksa kumakan didepan cairan naga. Bukan hanya cairan naga, Pak Yoen kadang-kadang membawa kodok yang kemudian dia "bedah" didepan kami yang sedang makan. Atau tikus, atau berbagai macam benda berbau yang tentu semua berasosiasi negatif dengan bau makanan!

Begitulah...
Rasanya sungguh masuk akal kalau sekarang lidah dan hidung ini sudah dudul tak peka lagi hihihi.

Jangan salah, betul apa kata Dwina bahwa kebebalan ini harus disyukuri. Dalam banyak situasi, aku merasa bahwa hal ini banyak gunanya juga. Salah satunya, para ibu yang mengurus sendiri bayinya, pasti setuju denganku. Bagiku, sekedar membereskan muntahan anak-anak, atau kotoran ketika BAB sekalipun adalah hal yang mudah dan enteng. Ada yang teriak takut dan jijik karena melihat kecoak?? Tenang, panggil saja aku hehehe.


:::::.....

Kamis, 06 November 2008

Hidung Bebal (Juga?!?!?)

Caution : Postingan ini mengandung hal-hal yang mungkin mengganggu acara makan Anda. Jadi bagi Anda yang ngempi sambil makan, sebaiknya selesaikan dulu makan Anda, baru baca.

:::::.....

Kemarin seru juga ngomongin soal bebalnya lidahku, langsung ingat pada suatu cerita gara-gara baca komennya Rinda. Nah tapi ini cerita yang lain. Cerita yang bakalan menyangkal habis-habisan cerita lidahku. Karena ternyata, bukan lidahku lah yang paling tidak bisa dipercaya. Tapi mungkin HIDUNGKU!

Ceritanya sudah agak lama terjadi, mungkin 2-3 tahun lalu. Malam itu, kami berada diantara 3 jam perjalanan darat dari Surabaya – Tulungagung. Mau weekend disana ceritanya.

Mas Iwan kalo nggak salah sedang pergi umroh, sehingga akhirnya yang nyetir adalah sopir. Bukan sopir kantor yang biasa kita mintain tolong sewaktu-waktu perlu, karena semua sopir kantor sedang berhalangan. Tetapi sopir gudang, yang notabene terbiasa mengemudikan truk itu. Bagaimana gaya menyetirnya, ya silahkan dibayangkan sendiri :-D

Sekarang posisi duduk (ini penting untuk kebutuhan cerita). Di jok depan ada Pak Sopir dan Agyl, adikku. Di jok tengah ada aku dan anak-anak yang waktu itu sudah pada tidur, maklum malam-malam. Di jok belakang ada Mbak Prapti dan Mbak Pin, kayaknya sedang tidur juga tuh. Tinggal aku ngobrol sana-sini dan dengerin CD sama Agyl dan Pak Sopir.

Mungkin kami sampai sekitar Jombang waktu itu, ketika aku tiba-tiba nyeletuk ke Agyl.

“Hemmmm bau rujak!! Kamu cium nggak baunya Gyl?? Rujakk!! Hemmm enake rekkk!!!”

 

“Mana sih Mbak?? Aku nggak bau apa-apa kok??” sahut Agyl bingung sambil mengendus-endus kanan kiri.

“Iya! Ini lho bau petisnya sampe kecium kesini loh!! Padahal kita didalam mobil! Malam-malam gini lagi!! Berarti rujaknya dahsyat tuh pasti enak!! Kok ada ya yang jual rujak malam-malam gini??” aku masih ngotot meyakinkan.

Agyl makin mengendus-enduskan hidungnya. Bahkan jendela mobil pun dibukanya. “Gak ada tuh bau rujak??? Tengah sawah begini mana ada yang jual rujak mbaakkk???”

Ada!! Tuh tuh tuh baunya petis datang lagi kan?? Pakde Min kerasa kan?? Wonten bau petis kan Pak??” kali ini aku cari dukungan ke Pak Sopir, yang jawabannya sama dengan jawaban Agyl.

 

Arrghhh masak sih mereka nggak mencium bau sedap ini?? Jelas-jelas bau petis yang biasa dipake untuk rujak cingur itu kookk???? Jangan-jangan indera penciuman mereka memang lagi dudul gara-gara Pakde Min nyetirnya anjrut2an gini kali ya???

Tak putus asa, akupun cari pendukung dari tempat yang lain. Arah belakang pun diinterogasi.

“Mbak...bangun mbak, kamu kerasa ada bau rujak nggak?? Bau petis gitu...?”

Ohh... Mbak Pin ternyata nggak tidur, dan jawabannya yang pendek sambil menahan ketawa, sudah cukup membuat duniaku runtuh...

“Ini lho Buk, Prapti barusan muntah...”


HAAAAAAAAA???????? JADIIIIII?????????

 

:::::.....

Dalam komentar yang sarat dengan nada keluhan, setelah ngakaknya bisa berhenti dan perutnya sudah mules (nggak tahu apa karena ketawa, karena bau muntah atau karena bau petis), Agyl cuma bisa bilang “Hebaaaatttt!! Kalo menyangkut makanan, memang daya imajinasimu sungguh hebaattt mbaakkkk!!!”


 

 

Rabu, 05 November 2008

Lidah Bebal

Caution : Postingan ini mengandung hal-hal yang mungkin mengganggu acara makan Anda. Jadi bagi Anda yang ngempi sambil makan, sebaiknya selesaikan dulu makan Anda, baru baca.

:::::.....

Kalau ada satu hal yang benar-benar tidak layak untuk dipercaya menyangkut aku, itu adalah LIDAH. Sudahlah, pokoknya urusan citarasa makanan, jangan pernah tanyakan apa kata lidahku, yang hanya mengenal 2 rasa itu : enak, dan huenaakkkkk!!!


“Makan dimana nih kita?”

“Terserah Iwan aja deh, jangan terserah Wahida!” teman yang sudah apal, kalo lagi ngumpul dan nyari tempat makan pasti begini jawabnya. Ya, kebalikan dengan aku, Mas Iwan malah yang lebih peka urusan rasa. Biasanya memang tempat makan yang direkomendasikan dia, PASTI ENAK! Sedangkan aku? Apa yang menurutku sudah enak terkadang masih menyisakan kernyit di alis dan lidah orang lain hehe.

Ngeselin? Mungkin. Tapi nggak berbahaya kan? Jadi aku ya santai saja. Malah hikmahnya, aku jadi nggak pernah rewel urusan makan. Mau makan apapun, dimanapun, khas daerah manapun bahkan yang khas mancanegara apapun, aku tak pernah mengeluh.

Eit, tunggu. Jadi ingat sesuatu. Nggak berbahaya??? Rasanya harus berpikir dua kali deh menjawabnya. Pikir-pikir, bebalnya lidahku ini bisa jadi bahaya juga sih, apalagi kalau ingat kejadian berikut ini.


Suatu siang, aku dan teman-teman ngumpul makan siang bersama di sebuah restoran masakan Indonesia di daerah Polisi Istimewa. Semua ada sekitar 12 orang, ibu-ibu geng sopir dan penunggu di sekolah anak-anak itu hehe. Dengan rekomendasi sana-sini, maka dipesanlah berbagai menu spesial di tempat itu. Tak berapa lama, menu pun keluar...

Coba-coba, wah memang enak (apa sih yang nggak enak di lidahku coba??). Ayam bakarnya enak, Iga bakarnya apalagi. Setelah mencicipi beberapa jenis masakan, sampailah mataku kepada menu ikan (karena suka sekali ikan, aku selalu mengakhirkan menu ikan, itung-itung save the best for last hehe).

Gurami, digoreng garing...

Kucuwil beberapa sendok ke piringku. Ini pasti gurih! Ternyata ada kejutan, didalam ikannya ada juga kuah yang lalu kusendokkan juga ke nasi di piring. Benar-benar menu baru karena sebelumnya aku nggak pernah lihat yang kaya begini. Kucoba, hemm...di lidahku kuahnya terasa segar, campuran citarasa asam dan kecut yang cukup menggigit. Ikannya juga gurih dan garing, kriuk-kriuk sekali. Enak juga ya??? batinku.


“Enak nggak, Wahida?” tanya Mbak Sisil yang duduk pas didepanku, di seberang meja. Yang lain segera menaruh perhatian ikut menunggu jawabanku, karena memang belum ada yang mencoba menu ikan satu ini.

“Enak! Kuahnya segar lohh! Mirip masakan asem-asem itu!!” kataku enteng sambil terus mengunyah dan menyendokkan ikan berkuah lagi ke mulutku.

“Oya??? Aku nyoba juga deh kalo gitu” kata Mbak Sisil mengambil sendok yang ada diatas ikan goreng, berniat mengambil ke piringnya juga. Tapi kemudian, dia berhenti sambil mengernyitkan dahi...

 

“Ini gurame apa sih?? Tadi siapa yang pesan?? Ini namanya gurame apa?” Setelah tengak tengok, ternyata jawabnya ketemu. Itu Gurame Goreng Asam Manis. Lhoo?? GAM kok begini tampilannya?? Lagian GAM kok pake ada kuahnya segala??

Mulai mengendus ketidak beresan, Mbak Sisil yang pengalaman urusan menu begini (maklum dia pemilik restoran juga), langsung memanggil pegawai restorannya. Aku tak urung menghentikan kegiatan menyendok, walaupun masih terus mengunyah. Ini mah gurame asem-asem, bukan asem-manis, batinku..

 

“Mas Mas, tadi kita pesen gurame asam manis, kok begini sih mas?”

“Iya mas, ini mah namanya asem-asem gurame!” kataku testimoni, sebagai yang sudah memakannya kan??

Si Mas pegawai restoran kemudian mengambil piring berisi gurame goreng itu dan memeriksa. Terutama saus (kuah) yang ada didalam badan ikannya.

 

Mukanya mendadak jadi aneh!

Hal berikut yang dilakukannya adalah membawa ikan itu ke ujung hidungnya.

Mukanya serius mencium-cium bau si ikan goreng itu.

Lalu dengan panik dan bingung, dengan suara geragapan dia buru-buru bilang ke Mbak Sisil.

“Maaf Bu, rupanya ada kesalahan. Ibu mau pesan lagi menu yang sama, atau mau ganti menu lain mungkin?? Silakan pesan lagi saja, ya Bu..”

 

Semua hening... Melongo lebih tepatnya...cukup lama... Lalu tanpa dikomando, semua mengarahkan pandangan mata kearahku...Yang juga melongo...

 

**ugh**

Tiba-tiba ada sesuatu yang mendesak di perutku, semakin naik menuju kerongkongan. Seiring dengan kesadaran yang menghantam di kepalaku (dan sepertinya kepala semua orang juga) tentang sesuatu yang kedengaran seperti “asem”...”kecut”...”ikan”...“basi”..”busuk”...”kesalahan”...

 

Agghhhh!!!

Kali ini, bukan hanya kegiatan mengunyah langsung kuhentikan, tapi whatever apapun itu yang sedang kukunyah, langsung kukeluarkan lagi dari mulutku. Ya Amploooppp!!! What did I just do!!???

 

Sedetik kemudian, tatapan-tatapan melongo kearahku kontan berubah, meletus menjadi banyak hal. Dari rintihan prihatin, lolongan keheranan sampai omelan dan makian yang intinya “Kamu gimana siihhh??? Ikan busuk kok dibilang enakk???”

Yang paling menenangkan tentu saja Mbak Sisil, yang tertawa lebar tak jelas apa maksudnya *ngetik sambil sebel*....aku dan semua yang lain tentu tak punya pilihan lain selain ikut tertawa, mentertawakan siapa lagi kalau bukan diriku sendiri???

 

“Kalau besok ada apa-apa dengan aku, tolong jaga anak-anakku ya??” pesanku memelas kepada semua orang... Oalahhhhh...Dudul...

Bersyukur sekali ya, bahwa sampai hari ini, aku masih bisa hidup dengan sehat, tak kurang suatu apa, bahkan bisa mengetik cerita ini dengan besar hati **hahahahahaha** dan yang paling penting, Allah telah menganugerahiku dengan lidah bebal ini, sehingga setelah semua yang terjadi itu, aku sama sekali tidak trauma makan ikan lagi!


:::::.....

 

Cerita ini, sampai lama kemudian masih jadi pembicaraan diantara kami. Dan pelajaran yang diambil oleh semua orang ternyata adalah : Kalau makan sama-sama dan ada menu baru, PASTIKAN WAHIDA MENCICIPINYA TERLEBIH DAHULU!!

 




Senin, 03 November 2008

Aksi Geli-Geli di Pilkada

Maaf soal judulnya :-D

Suka geli nggak sih, melihat pernak-pernik Pilkada?

Nyoblos di Pilkada Gubernur Jawa Timur putaran kedua baru saja kulaksanakan pagi tadi. Tapi sesungguhnya, hati ini sudah sejak beberapa waktu yang lalu menahan geli melihat beberapa hal seputar Pilkada. Eh, barusan sempat chat sama mpok Harlia, mbahas soal pilkada juga. Fyi, chat sama Harlia itu, membahas hal horor dan serius aja bisa jadi geli, apa lagi membahas yang geli-geli???? Ancurrr hehehe.

Ini dia cerita yang menjadi catatanku, dan juga hasil reportase Mpok Harlia, menyangkut perhelatan pilkada di beberapa tempat.

 

#1

Salah satu Cagub di Jatim terkenal dengan brengos-nya yang lebat (brengos = kumis). Nah, akhirnya untuk slogan kampanye, dia pun memakai kalimat “Ojo Lali Rek, Coblos Brengose!” (Jangan Lupa Rek, Coblos Kumisnya). Memang slogan ini terlihat cukup efektif juga, apalagi di kalangan anak-anak. Suka juga jadi bahan becandaan. Hebohnya, bukan hanya ada di baliho dan spanduk, foto si Pake Cagub ini juga bertebaran di becak, bahkan kereta kelinci. Tak terkecuali kereta kelinci yang suka muter di kompleks. Dan aku perhatikan, foto-foto beliau selalu dudul, ada bekas culekan segala macam benda di seputar kumis dan wajahnya. Mungkin ulah mereka yang dengan taat menjawab seruan "coblos brengose!" itu tadi. Aduh ngeri dan geli juga jadinya liat wajahnya coreng moreng culekan di foto hihihi.


#2

Yang juga agak dudul adalah pasangan CaWagubnya. Untuk mengimbangi sang Cagub, akhirnya beliau ini bela-belain piara kumis (dan harus lebat dong!). Sempat jadi bahan obrolan yang lucu dengan Mas Iwan, karena prasaan beliau ini kan dari jaman dulu gak pernah berkumis lebat??? Berkumis sih, tapi jarang-jarang gitu. Lah, sekarang kok kumisnya ikutan lebat ya??? (**pingiiiin deh tanya apa resepnya??? minimal apa merk obat penumbuh kumisnya gituu**) hihihihi

 

#3

Mpok Harlia cerita, kalau di Jatim ada kumis, di Bandung lain lagi ceritanya. Diantara deretan nama Cagub dan Cawagub, ada sebuah nama : Dada Rosada. Maklum bin maaf, karena aku bukan orang Sunda, maka nama yang tak biasa di telingaku itu sukses bikin aku melongo takjub. Yang lebih bikin takjub lagi –kata Harlia- adalah slogan yang dia bikin. Apalagi kalo bukan “Coblos Dadanya!”       :-o

Reaktif, aku langsung memegang dada, membayangkan bagaimana sakitnya dicoblos, di bagian dada pula! *hihihi dudul*. Ketika aku komentar “Asal nggak gambarnya trus pake baju seksi aja, melanggar UU APP nanti dia” si mpok langsung menyambar “Dia laki-laki, dudul!!”

:-o
Sekali lagi maap bin maklum...karena aku bukan orang Sunda dan hanya bisa melongo takjub dengan ini semua :-D

 

#4

Go to Batam sekarang. Cerita Mpok harlia lagi... Setelah kelar pilkada, terpilihlah Walikota dan Wawalikota yang baru. Nah nama si Wakil Walikotanya itu “Ria Saptarika”. Beberapa waktu kemudian, sang Walikota mendapat banyak ucapan selamat, diantaranya berbunyi begini.

“Selamat atas terpilihnya, punya wakil walikota cantik lagi!”

Si pengirim ucapan ini pasti orang yang sangat sok tau, karena Wakil Walikota Ria Saptarika itu adalah LAKI-LAKI!! wakakakakakakak aduuhhhh!!!! **kok samaaaaa persis kaya aku sok taunya ya??**

 

Hayoo..ada yang punya cerita geli seputar Pilkada juga??