Sabtu, 28 Maret 2009

Kenalan Dengan dr. Fang Yuukk!! (1)

Kenalan dengan dr. Fang yuk...

Yang kebetulan sering baca status Facebook ku pasti sudah nggak asing lagi dengan nama ini. Dua kali dalam seminggu aku nyaris selalu pasang status "kencan dengan dr. Fang".

Cerita perkenalanku dengan dokter satu ini nggak lepas dari sejarah diabetes ku sejak 8 th yang lalu. Aku memang beresiko besar mengidap diabetes karena keturunan (dr ayah). Siapa bilang warisan dari orangtua itu hanya bisa berupa harta? Ternyata diabetes pun sekarang menjadi warisan bapakku yang sangat aku syukuri.

Walaupun aku berharap warisan ini tidak berlanjut kepada anak-anakku (apalagi anak pertamaku laki-laki, konon secara hereditas Abe lebih beresiko daripada Bea yang anak kedua dan berjenis kelamin sama denganku), dan walaupun ketika pertamakali divonis dulu aku sempat down, tetapi alhamdulillah penyakit ini telah membuat aku merasa lebih dekat dengan Allah pada akhirnya. Bukankah itu yang terpenting? Apalagi seorang teman meyakinkan bahwa penyakit adalah penghapus dosa-dosa kita. Subhanallah.

Waktu itu, pencetusnya adalah kehamilan Abe. Dan sampai sekarang aku mencoba mengontrolnya dengan berusaha hidup disiplin terutama soal olahraga dan makanan. Apakah kadang-kadang aku dudul bosan atau lepas kontrol? Tentu saja. Tetapi overall aku bisa hidup mesra dengan kadar gulaku. Aku juga nggak mau tergantung obat2an, karena udah ngeri duluan dengan efek sampingnya.

Anyway..
Sekitar 7 bulan lalu, datang sebuah musibah berupa sebuah kabar buruk. Memang sudah waktunya, karena selama ini Allah sudah terlalu banyak mengujiku dengan nikmat. Jadi rupanya memang sudah waktunya musibah itu datang.

Nggak perlu diceritakan disini karena tentu saja nggak relevan, tetapi rupanya musibah itu telah membawa perubahan pada tubuhku. Sejak itu, nggak tau kenapa aku jadi gampang sekali berdebar-debar. Waktu yoga, sering sekali tiba2 napas tersengal, bahkan ketika sekedar jalan sekeliling Masjid Al Akbar.

Keringat dingin juga kadang-kadang menyertai, dan aku merasa kualitas tidurku menurun. Kadang-kadang, di saat-saat tertentu napas terasa agak berat dan sesak. Aku langsung merasa badanku sangat tidak beres. Menyikapi musibah dengan hati ikhlas tentu memang yang harus dilakukan, tetapi urusan badan rupanya tak sesederhana itu. Untuk waktu 1-2 bulan aku benar-benar merasa sangat tidak sehat. Kuputuskan, sudah waktunya mencari cara dan bantuan untuk kembali sehat.

Urusan kesehatan, nggak tahu kenapa sudah sejak lama aku sangat menyukai cara-cara Cina. Mungkin karena cara yang dimiliki salah satu peradaban tertua di dunia itu selalu terkesan ALAMI buatku. Mungkin juga karena aku terlalu banyak tumbuh ditemani film-film kungfu yang berseri-seri itu. Atau mungkin karena aku menghabiskan sebagian besar masa kanak-kanakku di klub bulutangkis dan bergaul dengan banyak teman beretnis Cina. Di klub, dulu kami selalu dikawal seorang sinshei kalau ada masalah kesehatan. Dari situlah aku mengenal cara-cara seperti chikung, totok, tusuk jarum sampai dengan ramuan2 herbal segala rupa warna dan bau. Menarik benar buatku waktu itu, karena mirip dengan di film-film kungfu yang kutonton, hehe.

Kata orang, kunci keberhasilan suatu pengobatan adalah keyakinan pasien itu sendiri. Itulah kenapa sudah beberapa tahun ini setiap ke Jakarta aku selalu menyempatkan mengunjungi Master Saeho, seorang terapis chikung di Jakarta yang sempat belajar langsung di kuil shaolin sana selama hampir 10 tahun. Tiap kali keluar dari rumah master di bintaro itu, badanku selalu terasa lebih segar. Tapi disaat begini, rasanya aku perlu terapi yang lebih intensif, dan jarak Surabaya-Jakarta tentu saja jadi terasa merepotkan. Nggak terbayang kalo sampai harus kerumah master seminggu sekali aja, harus ninggalin anak-anak, juga konsumsi waktu dan biaya pasti luar biasa.

Disaat yang tepat itulah, oleh seorang teman kami diberitahu dan dikenalkan kepada dokter Xie Fang. Teman ini dulu kebetulan memang pernah 2 tahun tinggal di Tiongkok, dan disanalah dia mengenal dokter yang kisah kepindahannya ke Indonesia tahun 2000 lalu, juga kisah kemualafannya, sangat unik dan menarik ini.

Tapi kok tulisan ini belum-belum sudah panjang duluan ya...
Bersambung aja kali ya, biar nggak capek bacanya, hehe. Next, aku akan cerita bagaimana hebatnya sih dokter ini menurutku, sampai aku menyerah dalam tusukan jarum-jarum akupungturnya...? :D

(Bersambung)

Rabu, 25 Maret 2009

Abe, MiniZoo dan Duri Idaman

:::...

Rabu kemarin 25 Maret 2009, ada kegiatan MINI ZOO di sekolahnya Abe. Tema bulan ini sepertinya memang giliran kecerdasan natural (natural intelligence), karena minggu lalu itu proyeknya tentang kebun dan tumbuhan, eh sekarang giliran binatang.

Semua siswa kelas 2 diminta untuk membawa poster binatang (untuk dipasang di seputar dinding kelas) dan Rabu kemarin itu, membawa binatang (hidup). Mulai minggu lalu, sebelum sakit, Abe sudah ancang-ancang membawa binatang yang diinginkannya.

Dia terang-terangan bilang, pingin bawa LANDAK!!!

Gubrak nggak sih?? Landak?? Aku awalnya cuma bisa melongo... Terus terang yang seperti ini memang sering terjadi dengan Abe. Daya kreativitasnya yang tinggi seringkali membuat kami speechless kalo pas keluar ide yang sangat “out of the box” dari dia begini.

“Landak??” tanyaku memastikan

“Iya Buk, landak!! Pasti seru, biar beda sama yang dibawa teman-teman nanti. Paling yang dibawa teman-teman nanti kalo gak kura-kura, kelinci, ya hamster...aku pingin yang lain.”

“Maksud Abe hedgehog?? Bukankah hedgehog jarang sekali ada di Indonesia?”

“Bukan hedgehog, Buk, tapi landak!! Yang durinya jigrak ituu!!!”

Setelah menguasai diri sebentar, aku pun berpikir. Bukankah LANDAK termasuk binatang yang berbahaya? Dan tidak dijual di petshop-petshop?? Hemm... Abe sudah 7 tahun, sepertinya sudah waktunya untuk sedikit saja mengenalkan realita kepadanya. Mungkin beberapa teman masih ingat dengan tulisanku yang ini http://cikicikicik.multiply.com/journal/item/164/Ulang_Tahun_Yang_Sangat_Penting patut dicoba juga deh...

“Ide bagus itu Be, bawa landak!! Boleh-boleh!!” kalimat ini yang kemudian kuucapkan sebagai respon setelah melongoku usai. Dengan antusias yang kuusahakan pas dalam suaraku, lengkap dengan acungan jempol sambil nyetir dalam perjalanan pulang.

“Sekarang, dimana ya kira-kira kita bisa beli LANDAK??”

“Ya di petshop buk!!”

“Oke, kita lihat sampai hari Senin ya, kalo memang kita berhasil menemukan landak yang dijual, ya kita beli, dan Abe akan bisa bawa landak ke sekolah. Tapi kalo Senin itu kita tidak bisa menemukan orang yang menjual landak, ya Abe bawa binatang yang ada dirumah saja. Kelinci atau kucing. Setuju?”

“Oke Buk! Setuju!”

 

Sampai dirumah, kita browsing lah petshop-petshop yang online di internet. Nihil. Ya iyalah aku juga sudah mengira hasilnya, tetapi kucoba biarkan Abe menemukan sendiri realita itu...kalo “cuma” omongan Ibuknya, mana cukup untuk membuat dia percaya..??

Besoknya, pencarian dilanjutkan. Sementara itu, semakin banyak orang rumah yang dibuat melongo oleh berita bahwa Abe akan beli LANDAK untuk dibawa ke mini zoo sekolah.

Browsing lagi di petshop-petshop, bahkan kami mencoba membuka-buka forum-forum pecinta dan jual beli binatang. Hasilnya, memang tidak ada yang menjual landak. Telpon beberapa teman yang bekerja di petshop, jawabnya pun sama. Intinya kami sudah melakukan semuanya untuk menemukan seekor landak yang dijual dan bisa kami beli.

Satu lonjakan ide “KITA BELI DI KEBUN BINATANG AJA!!”, sebelum kemudian Abe pun menyerah...dengan sukarela.... Sepertinya memang tidak ada yang menjual landak yang dia inginkan (sekali lagi, yang berbulu keras dan jigrak). Apalagi kemudian ditunjang dengan info-info tentang betapa susahnya kalau kita harus memelihara LANDAK. Terutama menyangkut bulunya yang benar-benar keras, runcing dan berbahaya itu.

Akhirnya, dengan sukarela Abe pun memutuskan untuk membawa binatang lain saja. DENGAN SUKARELA, ya...ini memang tujuanku! Yang paling penting, adalah Abe tahu bahwa kita sudah berusaha sebisa kita untuk mewujudkan idenya. Supaya Abe juga belajar, bahwa terkadang, ujung dari sebuah ide adalah sesuatu yang bernama realitas....sebagus dan sefantastis apapun ide itu. Apalagi kemudian dia sempat sakit panas selama 5 hari.

Hari Senin siang, ketika dia masih terbaring sakit sembari rajin memohon-mohon supaya Rabu dia diperbolehkan masuk supaya bisa ikut mini zoo, tiba-tiba kulihat dia sibuk membawa-bawa satu kotak bekal plastik kecil. Ditaruhnya seonggok gula didalamnya. Kemudian dia minta bantuanku untuk melubangi kotak-kotak itu kecil-kecil dengan garpu panas.

“Ini untuk apa Be?” tanyaku sembari melubangi bagian atas wadah, melihat onggokan gula disitu, sepertinya aku bisa mengira kemana arah jawaban Abe.

“Untuk ngumpulin semut Buk, aku mau bawa semut aja untuk minizoo nanti.”

“Semut???”

“Iya, di halaman samping ada semut rang-rang yang muerah dan buesar-besar di dekat pohon kelapa. Aku mau ngumpulin yang buanyakkkk trus kubawa ke mini zoo”

Duuhh... Entah kenapa, aku kok seperti kembali ke awal tulisan ini ya.... **gubrax......**

:::::.....

Catt. : akhirnya Abe memutuskan membawa KELINCI abu-abu piaraannya ke mini zoo di sekolah. Ini setelah Mas Iwan mengijinkan Abe membawa gerombolan semut rang-rangnya (yang waktu itu memang sudah terkumpul...hhiiiyy mengingatnya saja aku sudah merasa gatal semua) dengan syarat bahwa Abe mau dan mampu bertanggungjawab kalau puluhan bahkan mungkin ratusan semut rang-rang itu lepas dan menggigit semua yang ada di kelas Abe (termasuk ustadz/ah) sampe bentol-bentol.... “Karena, bahkan Bapak pun nggak akan mampu bertanggungjawab, Be!!”

:-D

 

:::::.....

Senin, 23 Maret 2009

Renovasi Liku Liku

:::::.....

Akhirnya, minggu ini jadi juga kami pindahan rumah...
Untuk sementara, kami akan tinggal di rumah kontrakan yang jaraknya 4 rumah saja, selama rumah kami direnovasi...

Inilah ujung dari rencana yang sebenarnya sudah dimulai sejak awal 2006 yang lalu. Ketika itu kami merasa bahwa sudah waktunya Abe punya kamar sendiri. Tak berapa lama kemudian kelak Bea pun pasti juga sama. Sementara dirumah kami hanya ada 3 kamar. Satu kamar utama, satu kamar yang akhirnya menjadi kamar tamu (mengingat seringnya Uti-Kakung dan ponakan-ponakan menginap di Surabaya), dan satu lagi kamar mbak2 diatas.

Dalam perjalanannya, rencana merenovasi rumah harus berkali-kali ditunda, bahkan hampir berubah menjadi rencana lain yang berbeda.

Penundaan pertama, adalah karena tahun 2006 Mas Iwan sangat memerlukan membangun gudang dan kantor di Tulungagung. Akhirnya budget yang disiapkan untuk renovasi, kami pakai dulu untuk membangun gudang disana. Padahal rencana dan gambar sudah kelar dibikin Mas Awi (teman MI yang juga arsitek kami). Setahun kemudian, 2007 ketika budget terkumpul kembali, ternyata Mas Iwan memerlukan untuk membangun gudang lagi, kali ini di Surabaya (mengingat gudang yang lama masih jadi satu dengan kantor, maka sudah waktunya usaha MI memiliki gudang yang lebih memadai). Rencana renovasi rumah pun tertunda lagi karena budget terpakai untuk membeli tanah dan membangun gudang.

Awal tahun 2008, rencana renovasi rumah mulai mendapat perhatian lagi. Walaupun pada tahun ini MI memerlukan untuk membangun gudang dan kantor (lagi) di Jember dan Sulawesi, tapi rupanya budgetnya tidak perlu lagi “mengorbankan” budget renovasi rumah. Ternyata oh ternyata, jalan menuju renovasi masih saja harus tertunda...

Tiba-tiba saja muncul ide untuk PINDAH. Ya, pindah dalam arti yang sebenarnya. Membeli tanah dan membangun rumah di daerah lain. Kali ini yang menjadi incaran tentu saja daerah Gayungsari karena didaerah itulah anak-anak sekolah. Sudah lama Abe sangat pingin bisa berangkat sekolah sendiri naik sepeda. Idenya, tahun ini mungkin kita gunakan budget renovasi untuk membeli lahan yang lebih luas disitu, kemudian menabung lagi dan 2-3 tahun kemudian baru membangun rumah impian kita disitu. Secara ekonomis, ini tentu lebih tidak “mubazir” dibandingkan kalau kami harus membongkar rumah kami yang sekarang (dari RAB yang diajukan arsitek, konon biaya bongkarnya saja bisa sampai Rp. 100 juta alamakkk).

Pikir-pikir...bingung-bingung...kami pun sudah sempat lama ngiter daerah Gayungsari dan sekitarnya untuk hunting lahan. Tapi ternyata, pada akhirnya kami merasa bahwa memang standar yang dimiliki rumah mungil kami sekarang ini kami nilai terlalu tinggi sehingga sulit dicari gantinya.


RUMAH MUNGIL KAMI

Rumah pojok di lahan 200 m2 ini adalah rumah yang pertama kami beli tahun 1998 ketika pernikahan kami baru berumur 2 tahun. Bagaimana kami bisa mampu membeli rumah ini, itu semata-mata adalah keajaiban Allah. Ceritanya bisa dibaca disini deh http://multiply.com/m/item/cikicikicik:journal:45. Ketika mengajukan KPR dulu, nyaris semua bank menolak kami karena melihat umur kami berdua yang masih 21 dan 22 tahun. Usaha yang dijalankan MI juga baru saja berjalan. Akhirnya terpaksa kita pun membeli dengan tunai, dan memaksa MI untuk memakai sebagian besar modal usahanya. Apa boleh buat, mumpung ada rumah pojok yang dijual murah (karena nggak ada yang mau beli rumah tusuk sate itu).

Meskipun konon awalnya ini adalah rumah yang tidak diinginkan banyak orang, yang pasti semakin lama ternyata nilai rumah ini bagi kami sekeluarga semakin tinggi saja...

Dulu kami sempat mimpi bisa mempunyai rumah pojok, dan didepan masjid. Setelah 3 tahun tinggal disini, eh di lahan fasum depan rumah ternyata dibangun masjid!! Senangnya...minimal kami bisa mendengar suara adzan mengalun lantang 5 kali sehari.

Kompleks perumahan kami sekarang ini juga sudah tumbuh menjadi lingkungan yang akrab. Abe dan Bea mempunyai banyak sekali teman di sekitar rumah. Pendeknya, anak2 tetangga kami adalah juga sahabat2 anak2. Bahkan, rumah ini kerap kali menjadi tempat bermain dan berkumpulnya anak2 sekitar. Aku memang lebih suka anak2 itu main dirumah daripada sebaliknya. Pun seiring waktu, tak ada kekhawatiran sedikitpun ketika Abe dan Bea “nonggo” kesana-kesini karena lingkungan tetangga disini sudah saling mengenal dengan baik. Ah, anak-anak....Abe belajar yoyo dari Ivan (tetangga yang berjarak 2 rumah)...Abe juga sering berjualan ini itu dari pintu ke pintu, dan para tetangga lah yang selama ini membuat dagangan Abe selalu laris....bahkan yang melatih Bea sehingga bisa membaca di usianya yang masih 3,5 tahun dulu, adalah Ina tetangga blok sebelah yang suka mengajak Bea main sekolah2an tiap sore di teras masjid...

Mas Iwan juga, sahabat2nya adalah bapak2 tetangga kami. Begitu kompaknya mereka cangkrukan, bahkan kabar seputar ibu2 justru biasanya kami dengar dari bapak2 ini. “Eh Bu A sudah melahirkan loh”.....“Anaknya si Bu B lagi opname di Rumah Sakit lho”.....begitu oleh2 yang sering dibawa MI setiap pulang cangkruk di pertigaan depan rumah kami. Selain cangkruk, bapak2 ini kompaknya bukan main dimana mana...di kegiatan masjid, makan2, saling mendukung dalam pekerjaan, sampai liburan bersama roadtrip ke kota2 bahkan pulau lain pun pernah mereka lakoni. Ah, Bapak-Bapak itu...

Belakangan, kami juga tidak boleh melupakan bahwa sedikit banyak kami ketitipan anak-anak lain yang sekarang tinggal di asrama panti di blok sebelah. Setiap hari Mbak Pin juga sudah kadung menikmati memasakkan lauk pauk untuk mereka. Kalau kita pindah, berarti harus dicari tukang masak lain yang dekat asrama dan kesempatan Mbak Pin untuk memasakkan mereka pun jadi hilang. Ah, Mbak-Mbak itu... Asisten2 rumah tangga di tetangga sekitar juga rata-rata teman mbak sekampung. Karena sudah 5 tahun bekerja di keluarga kami, tak heran teman-temannya sudah banyak yang “disalurkan” untuk bekerja disini...

Kemudian ketika kami hunting lahan di daerah Gayungsari...entah kenapa kami malah kurang menemukan suasana rumah yang selama ini kami nikmati. Di daerah ini, rata-rata rumahnya besar-besar, dan berpagar tinggi-tinggi. Sempat ada kapling tanah yang dekat dengan masjid memang, tetapi urusan tetangga jauh dari yang kami nikmati sekarang dirumah ini. Mungkin benar kata Mas Iwan, bahwa dia itu tipe orang yang “ngampung” alias lebih suka tinggal di kampung daripada di perumahan, apalagi perumahan yang individualis.

Aku pribadi, lama mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa selain pertimbangan ekonomis (urusan bongkar-membongkar tadi) tinggal di kawasan Gayungsari mungkin menawarkan banyak kelebihan. Mengantarkan anak-anak sekolah menjadi sangat dekat, kalo biasanya perlu nyetir 10 km ke sekolah, maka ini hanya bilangan ratusan meter, paling maksimal 3 km saja. Kantor MI juga hanya tinggal 1 km saja dari situ. Di Gayungsari dan sekitarnya juga masih sangat memungkinkan untuk mempunyai rumah dengan kavling yang luas, mau 500 m2 bahkan lebih masih banyak. Di rumah yang sekarang, sudah tidak memungkinkan karena untuk memperluas kavling, tetangga kanan-kiri juga sudah penuh ditinggali.

Tapi, membayangkan pindah dari tempat yang sekarang ini saja, hatiku selalu mendadak terasa pilu dan kelu...

Masih terbayang seorang teman yang baru pindah juga ke kawasan Gayungsari sana. Dia kebetulan pindah dari rumah sebelumnya di kawasan perumahan menengah yang lebih kecil. Waktu itu dia bercerita bahwa dia sampai harus membayar anak pembantu tetangganya supaya mau menemani anaknya yang masih TK bermain. Karena anaknya memang tidak bisa menemukan teman di sekitar rumah. Jangankan “nonggo”, untuk sekedar membiarkan anaknya keluar dari pagar rumahnya saja, dia harus berpikir seribu kali.

Duhh...ternyata sempat pusing juga ya menimbang-nimbang masalah begini...Aku sampai sempat bikin daftar plus minus dari kedua tempat tinggal itu... Aku pun minta pertimbangan sana-sini yang berakhir dudul karena banyak orang (saudara dan teman2) heran denganku... Apa yang menurut mereka poin plus (misalnya lingkungan yang elite, kawasan yang lebih dekat dengan kota, dlsb) ternyata dimataku justru merupakan poin minus (yang individualistis lah, yang harus jauh kalo beli telur karena nggak ada tetangga yang buka warung lah dsb heuheuheu). Akhirnya hanya kata-kata “kamu memang aneh” yang kudengar sebagai kesimpulan akhir... Oalah...

Jujur, hati kami memang sudah tertambat di tempat ini. Ketika aku membayangkan sebuah tempat tinggal dan lingkungan yang terbaik buat anak-anak, ternyata disinilah tempatnya. Disini, anak-anak akan bisa bersosialisasi dengan lebih baik. Disini masa kecil mereka bisa dihiasi lebih banyak teman dari berbagai jenis (beda dengan teman sekolahnya) dan pengalaman sosial. Disini nuansa kampung sudah terbentuk dengan begitu kentalnya. Rumah-rumah disini memang rata-rata mungil, tetapi ketika kita melangkah keluar dari pagar halaman rumah kita, kemudian berjalan beberapa puluh meter kearah tetangga atau ke teras masjid, bahkan seratus meter kearah pos satpam, eh....ternyata kita masih bisa merasa dirumah sendiri lho....

InsyaAllah, ini jawaban dari istikharah kami...
Yes off course, we want to build a big HOUSE with these and those...
But above all, we just wanna being HOME...
Mohon doanya ya, mudah2an renovasi berjalan lancar....amin... :-)

:::::.....

Selasa, 17 Maret 2009

Ujian, Kelakuan dan Klepto Colongan

Sudah lama aku ingin sekali menulis cerita ini, sejak terjadinya, tapi kok ya lupa terus sampai sekarang.

Kalau ditanya apa enaknya menyekolahkan anak di Sekolah Al Hikmah, salah satunya adalah pembinaan walimurid di sekolah ini bagus sekali. Salah satu programnya adalah pengadaan kelas Al Qur'an, dari membaca tartil sampai dengan tarjim dan tafsir. Jadi, bukan hanya anaknya yang "sekolah" melainkan emaknya juga. Dengan kata lain, bukan anak2 saja yang harus menempuh UJIAN Al Qur'an, tetapi ibu2 juga walaupun dengan kapasitas otak dewasa yang mulai karatan ini.

Nah, Kamis 5 Maret 2009 yang lalu, tibalah hari ujian ghorib untuk kelompokku. Tanda kami sudah menyelesaikan kelas tartil di tingkat Juz 10-20 dengan materi ghorib (bacaan musykilat/hati2 dalam Al Qur'an).

Menjelang ujian, ketegangan kami sudahlah jangan ditanya lagi. Mana tugas hapalan surat pendeknya panjang-panjang lagi. Ada Al Bayyinah yang panjang dan Al Alaq yang sempat bikin nyeng2 karena biarpun pendek2 tapi ayatnya banyak.

Siang itu sehabis dhuhur sampailah kami dihadapan Ust. Muzammil di gedung SMA Al Hikmah untuk ujian. Satu persatu dari kami masuk ke ruangan ujian, meninggalkan yang lain dug dug der di lobby. Jujur, kalo urusan begini aku lebih memilih maju pertama saja. Semakin cepat berakhir, semakin bagus. Tapi apa daya, huruf depan namaku selalu saja membuatku harus rela menahan debar jantung lebih lama dari yang kuinginkan.

Dari 9 orang anggota kelompok kami, aku masuk ujian nomor 7. Ketika aku masuk, teman2 lain sudah pada haha hihi lega karena ujian telah mereka lewati, alhamdulillah dengan baik semua. Tinggal aku...

Masuklah aku kedalam, dan inti dari cerita ini bukanlah isi ujianku. Tapi apa yang terjadi setelahnya, sesuatu yang entah kenapa, selalu menyertai segala kejadian dalam hidupku, yaitu kedudulan...

Duduk didepan ust Muzammil, kukeluarkan segala perbekalan. Kubeber diatas meja mushaf Al-Qur'an, kartu absen dan pensil untuk penunjuk. Buku ghorib tidak keluar, karena untuk ujian harus pake buku ghorib ust yang masih polos itu, bukan buku kami yang penuh coretan, contekan bahkan banyak smiley2 aneka rupa itu (hehe oke oke aku ngaku, mungkin cuma bukuku yg ada smiley2nya :D).

Hafalan 5 surat, alhamdulillah lancar...
Bacaan ghorib, alhamdulillah selesai...
Ada lagi ustad?? (lho kok nantang?? Haha)

"Nggak Bu...sudah selesai..." kata Ustadz sambil senyum.
Alhamdulillah...aku pun memberesi perbekalan dari atas meja dan kumasukkan kembali ke tas ku. Kemudian aku keluar menuju lobby dimana teman2 masih menunggu dan menyambut dengan pertanyaan itu lagi..."Gimana?? Lancar kan???"

Sungguh, belum puas ekspresi kelegaan kukeluarkan. Teman-teman juga masih seru menanyakan ini itu jalannya ujianku tadi....tiba-tiba ada suara pintu ruang ujian terbuka, disusul suara Ust. Muzammil menanyakan sesuatu...

"Ibu-Ibu...SIAPA YA YANG MEMBAWA BUKU GHORIB SAYA??"

Aku tengak-tengok kanan kiri. Anehnya semua orang yang kutengok, kok malah ngliatin aku semua sihhh???

"Mau saya pakai ujian lagi nih bukunya!" seru ustad lagi, sambil -anehnya- ngeliatin aku juga...??

Sebentar kemudian baru aku sadar apa yang terjadi...

"Astaghfirullah!! Kebawa masuk ke tas saya ya Ustad...??" seruku sambil tepok jidat. Hanya bisa cengengesan, segera kuambil buku ust didalam tasku dan setengah berlari kukembalikan pada Ust. Muzammil. Hihihi maap ya ustad.... :D

Ramailah teman2 getokin aku. "Gimana sihhh?? Kok bisa kebawa???"

Satu orang lagi malah berujar... "Kamu tuh ya, kelakuan, pikun gak berubah2...Itu tadi biarpun ujianmu bagus, kamu pantesnya nggak dilulusin aja...alasannya : akhlak buruk!! Klepto!! Hahahaha" semburnya sambil ketawa nunjuk2 aku. Hihihihihi. Masak sih bisa gak lulus karena alasan itu???

Untung ustad baik, dan aku diluluskan... Hehehe.
:D

Jumat, 13 Maret 2009

Memang Inspiratif !!

:::::

Alhamdulillah, satu tugas telah rampung minggu lalu. Selama hampir dua bulan ini, aku berkutat dengan lomba menulis yang diadakan untuk walimurid di Sekolah Al Hikmah. Karena jadi ketua panitia, ada 2 tugas utamaku yaitu :

#1. Mengurusi lomba *tentu saja, dudul!! hihi*. Untunglah panitia dibantu PENUH oleh seluruh staf humas sekolah, dari archieving naskah sampai tetek bengek print-out, menghubungi pihak sana sini sampai gunting2 bikin plakat juara...subhanallah...terimakasih buat semua... **terharu**

#2. Dilarang ikut lomba!! **keluh**

:::::

Sabtu kemarin, di acara talkshow parenting di sekolah sudah diumumkan tulisan2 siapa yang jadi pemenang. Oya, tema lomba menulis kali ini adalah "Pengalaman Unik dan Inspiratif dalam Mendidik Anak"

Mau tahu detil dan bagaimana menginspirasinya kah tulisan yang memenangkan lomba tersebut?? Silakan dibaca di blog walimurid kami http://keluargaalhikmah.wordpress.com (memang inspiratif lho!!)

Dan tugas berikutnya pun sudah menanti... Sebagian besar naskah-naskah tulisan peserta dan tulisan walimurid yang ada di blog walimurid itu rencananya akan kami ajukan ke penerbit untuk dijadikan buku. So, dengan segala kerendahan hati, minta doanya kepada semua yaa...semoga proyek ini dimudahkan, bermanfaat dan diridloi Allah...aminnnn...aminnnn...

::::


Senin, 02 Maret 2009

Sepatu Kok Bikin Meriang...???

Wadaawwww!! Liat fotonya aja udah bikin sekujur tubuhku panas dingin meriang loh!! **melongo sambil meringis**......dan konon sepatu ini dipake pas dia nganterin anak-anak cowonya maen di Theme Park...DI TAMAN!!! **makin melongo dan meringis sambil memeluk dengan penuh sayang sendal-sendal jepitku****

(copas dari www.jawapos.co.id)

:::::.....

[ Selasa, 03 Maret 2009 ]

Victoria Beckham Menikmati Sepatu Tinggi

SULIT menebak jalan pikiran Victoria Beckham. Untuk menemani tiga putranya jalan-jalan di taman saat libur akhir pekan, pakaian kasual adalah pilihan kostum yang nyaman. Tapi, alih-alih jins dan sepasang sneakers, wanita yang berjuang menjadi ikon mode itu malah memakai gaun terusan plus sepatu Christian Louboutin berhak 12,7 sentimeter!

Dengan sepatu tersebut, Posh -julukan Victoria- mengukuhkan diri sebagai salah satu ikon mode dunia. Sebab, model yang dipakainya itu kini sedang menjadi tren. Sayang, dengan sepatu hak tinggi tersebut, Victoria kesulitan mengimbangi langkah ketiga anaknya yang aktif berlari dan melompat.

Ketika Brooklyn, Romeo, dan Cruz kegirangan mencoba simulasi terjun payung, sang ibu hanya bisa mengawasi dari jauh. Dia juga tidak bisa leluasa menemani tiga buah hatinya itu berpindah dari wahana satu ke wahana lainnya.

Tapi, bukan kasus salah kostum itu yang menjadi perhatian orang di sekitarnya. Melainkan sepatunya yang supertinggi tersebut. Saking tingginya, Victoria tak perlu mengangkat kaki untuk memperlihatkan sol merah khas Christian Louboutin di dasar sepatunya. Sepatu itu tidak saja menggangu penampilan Victoria, tapi juga mengancam kesehatan kakinya.


Sepatu mewah tersebut membuat telapak kakinya nyaris vertikal. Posisi seperti itu memaksa otot-otot kaki bekerja maksimal untuk menopang berat tubuh. Akibatnya, otot-otot pun terlihat menonjol dan membuat kaki Nyonya Beckham tersebut jauh dari kesan manis.

''Bentuk kakinya jadi aneh sekali. Itu tidak sehat. Jari-jarinya terdesak di dasar sepatu dan engkelnya terdorong ke depan,'' kata seorang pengunjung taman kepada Daily Mail. ''Lagi pula, sepatu itu tampaknya terlalu besar buat dia,'' lanjut pengunjung tersebut.

Meski Christian Louboutin jelas membuat gerakannya jadi terbatas, eks frontwoman band cewek Spice Girls itu mengaku lebih nyaman memakai sepatu hak setinggi langit ketimbang sepatu datar. Dia nyaris tak pernah tampil tanpa high heels, bahkan saat diundang untuk melakukan lemparan pertama dalam pertandingan bisbol LA Dodgers. Saat itu, dia memakai sepatu model wedges.

''Saya justru tidak bisa konsentrasi (berjalan) kalau pakai sepatu datar,'' aku Victoria. ''Memakai sepatu jenis itu membuat saya bisa leluasa berolahraga. Saya suka sekali latihan di gym. Tapi, saya tidak tahan kalau harus pakai sepatu datar terlalu sering,'' lanjut pemilik label denim dVb Jeans itu.

Padahal, Posh tahu persis bahwa high heels tidak baik untuk kesehatan. Bukan hanya untuk kaki, tapi juga berpengaruh ke bagian tubuh lain. Sepatu itu merusak otot tendon achilles, menyebabkan osteoatritis (berkurangnya cairan sendi pada tulang), dan yang paling simpel: bikin gampang jatuh! (na/ca)

:::::.....

Minggu, 01 Maret 2009

Aku dan Foto Caleg

Beberapa hari yang lalu, banyak gubrak-gubrak terjadi waktu aku jemput Abe sekolah. Kebetulan, begitu aku datang di sekolah, para penjemput masih lumayan sepi. Tiba-tiba seorang bapak menghampiriku. Aku memang cukup mengenal bapak ini. Selain karena beberapa kali anaknya sekelas dengan Abe, tapi juga karena bapak ini cukup terkenal di kalangan ibu-ibu walimurid, khususnya angkatannya Abe. Apa ya kalimat yang tepat untuk menggambarkannya?? Hmm..pokoknya dia itu terkenal "approachable" banget kalo sama ibu2. Orangnya juga lucu, setengah baya, chubby, sosoknya cukup mengingatkan kita pada sosok aktor Samo Hung

Ketika berdiri di sampingku, sore itu dia cuma tersenyum padaku. Kubalas senyumnya dengan senyum seperti biasanya. "Pak..." sapaku. Lalu kami mengembalikan lagi pandangan kita kearah depan, ke lapangan basket sekolah.

Setelah keheningan yang agak janggal tiba-tiba...

"Bu...Ibu mencalonkan diri jadi caleg ya? Saya lihat fotonya di daerah Gayungan sana, wahhh..."

Begitu kudengar kalimatnya dan kulihat jempol kanan si Bapak itu ikut terangkat, aku cuma bisa melongo keselek ring basket. Rasanya seperti sudah 31 tahun terlahir di planet yang salah...

"Nggak tuh Pak?? Saya nggak mencalonkan diri dari caleg kok" sahutku secepat yang aku bisa, seakan mengejar ketertinggalan waktu ketika aku melongo tadi.

"Iya, lha wong saya lihat fotonya Ibu ini kok, pake kerudung kuning itu?" dia masih mencoba meyakinkan.

Lho?? Kalo memang benar itu aku, mestinya aku tahu dong?? Nggak mungkin kan aku melakukan pemotretan apalagi daftar jadi caleg segala dalam kondisi ngelindur?? Atau mungkin juga?? **mulai ragu** wah gimana ekspresi wajahku ya kalo pemotretannya saja dalam keadaan ngelindur??

"Bukan Pak, itu bukan saya!!" kukibas2kan tanganku untuk lebih meyakinkan, plus pasang wajah aneh krn seketika ingat foto2 iklan caleg yang seringkali dudul itu.

Ganti si Bapak itu yang melongo...dan sebelum dia sadar, beberapa ibu2 walimurid teman nongkrong tiap jemput datang. Aku langsung pamit dari si Bapak **yang masih melongo, sepertinya masih nggak percaya kalo itu bukan aku** kemudian aku bergabung sama ibu2 yang lain.

Langsung dong aku menceritakan hal tadi pada temen2 walimurid ini...? Dan reaksi mereka?? Kaya bom pecah, tapi efek ledakannya bermacam-macam. Ada yang ngakak sambil geleng2, ada yang geleng2 sambil langsung memelototiku, ada yang memelototiku sambil melemparkan pandangan mencela, ada yang memandangku dengan mencela sambil memaki dan menghina, banyak!! Hahahahahaahaha!

Melihat reaksi teman2 aku jadi lega, alhamdulillah...ternyata aku terlahir di planet yang benar... :D