Sabtu, 11 Juli 2009

Balada Mas Iwan dan Batu Bata

 

Barusan, aku berniat untuk menulis cerita tentang perkenalan ku dengan walikelas barunya anak-anak tadi. Tetapi, program Word ku baru saja terbuka ketika kemudian ada yang menarik terjadi disini. Dan aku tak bisa menahan diri untuk tidak menulisnya sekarang.

 

Kebetulan, hari ini Mas Iwan pergi ke Malang untuk urusan kerja, dan baru habis maghrib tadi pulang kerumah. Kebetulan, beberapa bulan ini kami punya kebiasaan baru. Setiap pulang dari pergi, kita tidak langsung menuju rumah (kontrakan) yang sekarang kita tinggali, yang hanya berjarak 5 rumah itu, melainkan mampir dulu ke site proyek pembangunan rumah. Yah..sekedar melihat perkembangan atau menikmati suasana disitu. Begitu juga tadi, dari luar kota Mas Iwan rupanya sempat mampir dulu ke proyek...buktinya, datang-datang dia sudah heboh dengan cerita seputar proyek.

 

“Tau nggak, batu bata yang numpuk didepan rumah itu, ternyata jadi bulan-bulanan anak-anak lho!” katanya heboh.

 

“Kenapa memangnya?” tanyaku sambil ngemil pepaya bangkok

 

“Jadi itu batu-bata, dibikin jadi semacam halang rintang mereka untuk maen sepeda. Ada yang ditumpuk...ada yang dipecah jadi dua trus dibikin pembatas, ada yang dijadiin alat zig-zag...trus dipake buat maen sepedaan gitu...” suara MI cukup gemes juga. Sebagai gambaran, rumah kami memang tempatnya diujung pertigaan, tepat didepan rumah adalah masjid, dan disamping ada taman. Jadi memang dari dulu menjadi tempat berkumpulnya anak-anak dan ABG yang bermain.

 

“Huheuheue...dasar anak-anak...” sahutku geli.

 

“Lha iya anak-anak, tapi batu bata yang dipake bisa puluhan per hari loh...yang utuh pun pada dipecahin gitu...ya nggak boleh dibiarkan. Akhirnya tadi aku tegur mereka. Pak tukang juga tadi sempat kutegur supaya mengawasi anak-anak itu...”

 

Saking hebohnya cerita si Bapak, Abe yang sedang asyik maen PS jadi ikut tertarik.

 

Ada apa sih, Pak?”

 

Mas Iwan mengulangi lagi cerita hebohnya tadi, kali ini diceritakan ke Abe. Begitu cerita selesai, wajah Abe berubah menjadi takjub...bersinar...merona dengan antusiasme yang tinggi...dan komentar yang keluar dari mulutnya dengan penuh semangat adalah ini...

 

“Wahhhh berarti mereka semua ikut2an aku Pak!!! Kapan itu memang AKU yang punya ide begitu, dan ternyata mereka pada suka loh semuaaa!!!! Waahhh....hebat kaannn????”

 

**gubraxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx**

 

Aku sampe kesedak pepaya sebelum akhirnya ngakak hebat, apalagi setelah melihat MI cuma bisa nyengir sambil garuk2 kepala. Hahahahahah.

 

Pelajaran untuk Bapak, sebelum menegur anak orang, sebaiknya FOKUS pada anak sendiri terlebih dahulu yaa..... Hihihihihihi.... :-D

Rabu, 08 Juli 2009

Karma di Pemilu

Pembaca sekalian, percayakah Anda pada karma??

Dalam berbagai hal, aku percaya. Dan hari ini aku kembali membuktikan sebuah karma.

 

Aku masih inget sebuah cerita yang terjadi di TPS tempat aku mencontreng pada pemilu legeslatif beberapa bulan yang lalu. Waktu itu, aku sempat geli gara-gara kertas suara yang (terlalu) lebar ukurannya. Akhirnya aku jadi banyak mentertawakan dalam hati beberapa orang tetangga yang (ironisnya) sedang serius menggunakan haknya di bilik suara.

 

Sekali lagi, semua memang gara-gara kertas suara yang terlalu lebar ukurannya itu. Gaya para pemilih waktu membukanya jadi bermacam-macam. Sebagian besar terlihat sangat kerepotan, dan akhirnya dari situ keluarlah gaya-gaya dan body language dudul yang waktu itu memancing rasa geliku. Dalam hati, aku ngikik geli melihat orang-orang yang kesulitan membuka kertas suaranya. Waktu melipatnya kembali apalagi. Aku bahkan sempat menulis di status Facebook bahwa aku bisa mengintip apa pilihan orang-orang itu. Nomor berapa dan partai apa yang dicontreng. Beberapa memang terlihat jelas ketika mereka dengan susah payah dan kerepotan melipat kembali kertas suaranya, sehingga tidak sengaja kotak yang dicontreng pun akhirnya terpapar kearah tempat duduk dimana aku menunggu giliran mencontreng.

 

Hari itu, dengan geli, walaupun dalam hati, aku mentertawakan tingkah orang-orang di TPS itu...

Dan hari ini, di pilpres kali ini akhirnya aku mendapatkan karmaku....

 

Oya, pertama, banyak yang bertanya-tanya apakah aku jadi berangkat ke TPS tanpa mandi terlebih dulu....jawabnya tentu saja jadi **nyengir**...udara Surabaya pagi ini dingin sekali bahkan sedikit berkabut. Akhirnya, jam 8 lebih sedikit aku berangkat ke TPS hanya berteman beberapa persen aroma pasta gigi saja. Selebihnya, aroma asli! :-D

 

Kedua, aku memang sudah berniat untuk tidak mencontreng. Bukan karena golput, tapi karena jauh hari Abe sudah berpesan, bahwa nanti dia yang akan mencontreng untukku. Sedangkan Bea akan mencontrengkan kertas suara milik Mas Iwan. Berempat, berangkatlah kita ke TPS. Dua orang pemilih resmi, dan 2 orang lagi pemilih selundupan yang belum cukup umur tapi sudah ngeyel pengen ikut mencontreng (hihi).

 

Proses pendaftaran tentu berlangsung dudul. Untung Om Heru, tetangga yang bertugas jadi petugas pendaftarannya sudah faham gimana umeknya Abe dan Bea. Yang pingin ikut tandatanganlah, yang tak sabar bertanya mana kertas yang dicontrenglah, yang buru2 pingin masuk bilik suara lah. Dudul.

 

Kemudian sampailah kami berempat di bilik suara masing-masing. Kulihat di sebelah kiri, Mas Iwan sibuk menenangkan Bea yang tidak sabar mencontreng. Tepat berdiri didepanku, Abe juga sudah membuka kertas suaranya. Kemudian disitulah akhirnya karma yang kuceritakan diatas, kudapatkan....

 

Oya, setelah melipat kembali kertas suara, kan harus dimasukkan ke kotak suara tuh... Abe juga yang memasukkan  kertas suaraku ke kotak. Dan ketika Mas Iwan mengangkat Bea untuk memasukkan kertas suaranya yang sudah dicontreng, Bea tidak langsung melakukannya. Dia tahan kertas suara yang terlipat itu di udara, dan sambil menebarkan pandangan kepada semua orang yang saat itu ada di TPS, Bea bertanya dengan lantang “HABIS INI TRUS KITA DAPET APA..??” lengkap dengan suara berat dan wajah polosnya. Gerrr...!!! Semua akhirnya tertawa. “Dapat KODOK Beaaaa....” jawab Abe dudul. Hahaha.

 

Kembali ke karma. Kalau dulu aku aku sempat dalam hati geli mentertawakan orang-orang yang sedang di bilik suara, maka kali ini akulah yang menjadi tertawaan semua. Bukan hanya tawa dalam hati, tapi tawa yang cukup ramai....saat sedetik sebelum mencontrengkan pilihanku, Abe dengan suara keras memastikan dia nggak akan salah nyontreng...”Nomor DUA kan Buukk??”

 

**gubrakkk**