Selasa, 27 Januari 2009

Cerita CURETTAGE alias KURET Kemarin

:::::.....

Kemarin sore akhirnya aku menjalani kuret gigi.

Jadi gini, sudah sebulan ini aku cukup kepikiran dengan gigiku. Dua gigi depan atasku goyang (taring kanan dan kiri). Sebagai seorang diabetesi, konon ini memang bisa terjadi. Maksudnya resiko terjadinya lebih tinggi daripada orang yang tidak mempunyai diabetes. Seperti juga glukoma pada mata (duh aku jadi kepikiran Titin gara2 dia mengeluh soal mata, semoga semua baik2 saja ya Tin), gigi goyang adalah salah satu resiko orang-orang pengidap diabetes.

Dalam hati sempat panik juga, gimana kalo gigi goyang ini lama-lama lepas?? Bisa lucu dong wajahku tanpa 2 gigi depan atasku itu! Akhirnya minggu lalu aku konsultasi pada dokter gigiku. Mereka (drg. Arif dan drg. Sari) kebetulan dulu temen umroh, lalu pasutri muda yang dua2nya dokter gigi ini akhirnya jadi orang yang kupercaya ngobok-ngobok salah satu wilayahku paling pribadi ini. Kebetulan praktek bersama mereka berdua pun deket dengan rumah.

Nah, dari situ aku tahu bahwa gigi goyang (apalagi didepan) gak perlu dicabut dan sangat bisa diselamatkan **legaaaaa tujuh turunan deh hehe**. Dokter bilang, biasanya kasus ini terjadi karena kemungkinan ada karang gigi yang masuk kedalam gusi dan berkumpul di sekitar akar gigi. Karang gigi ini kemudian “mengganjal” tulang rahang yang menjepit gigi dengan kuat. Akhirnya ganjalan ini menyebabkan kekuatan tulang untuk menjepit gigi jadi berkurang, dan mengakibatkan gigi jadi goyang.

“Trus, kalo memang gak dicabut, diapain ya dek? eh..maksudku, Bu Dokter?” duhh udah kadung biasa panggil dia “Dek” siiihh :-D

“Dikuret, Mbak.” Tuh kan Sari juga udah kadung biasa panggil aku “mbak” gitu juga kan?? Jadi gak papa aku lupa nggak panggil dengan sebutan 'dok' kan?? huheuheuhue...Oo...jadi dikuret ya..hmm...HAH???? TUNGGU-TUNGGU!! APA DEK, eh DOK??? DIKURETTT???

 

**gubrak serasa pingin loncat dan lari pulang**

 

Langsung terbayang pengalaman 11 tahun lalu ketika aku pertama kali keguguran dan harus dikuret. Asli dengkulku langsung lemes. Sari (eh, dokter) tertawa, “Ya namanya memang kuret Mbak, kuret gigi, bukan kuret yang ituuu.”

Oh ok ok akupun mulai bisa menguasai diri kembali. Tapi memang baru kali ini aku mendengar istilah kuret gigi ini :-D

Pertama-tama, untuk memastikan sebab goyangnya gigiku, kemarin pagi aku pun pergi ke lab untuk FOTO GIGI. Duuhhh memang gak punya bakat jadi model kali ya, foto gigi aja musti diulang sampe 3 kali hahahaha. Yang pertama karena keliru, harusnya aku foto dengan jenis panoramic X-ray tapi keliru jenis X-ray gigi yang satunya (lupa aku namanya). Yang kedua hasilnya agak kabur sehingga harus diulang lagi, konon kata si mbak ‘fotografer’ karena aku tak bisa diam waktu difoto **hihihi**.

Diam-diam aku menikmati juga walau proses fotonya diulang-ulang, jadi ada kesempatan lebih banyak untuk memperhatikan si mesin foto x-ray nya, hehehe maklum blum pernah liat mesin X-ray gigi kaya gini, wajar dong kalo penasaran?? Lagian aku jadi dapat best deal dong, fotonya ngulang 3x tapi bayarnya cuma diitung sekali (Rp. 100 ribu) hueheuheu.

Sorenya, dilaksanakanlah ekseskusi kuretnya *molae hiperbola*. Kali ini karena Sari berhalangan, jadi yang “mengkuret” gigiku adalah si Arif (Dokter Gigi Arif maksudkuuu **tepok jidat lagi**). Ternyata memang benar dugaannya, memang ada karang gigi disekitar akar gigi.

Prosedur pertama, anestesi. Kemudian terjadilah yang biasa terjadi setiap kali aku dibius, efeknya selalu lebih cepat dan lebih tahan lama dan lebih dahsyat dari orang dewasa umumnya. Urusan bius membius, kayaknya aku memang penganut “dosis anak-anak”, dulu ketika melahirkan Abe dengan sesar aku malah tidur lebih dari 24 jam setelah operasi. Sekejap setelah Arif selesai anestesi, aku pun merasa ngantuk. “Pusing ya Mbak?” tanya Arif. Bukan pusing, tapi ngantuk! Arif jadi ketawa. Heh heh heh **akupun ikut ketawa sambil nyengir**

Setelah anestesi, dimulailah kuretnya. Most of the time, aku memilih untuk mambuka mulut selebar-lebarnya dan menutup mata serapat-rapatnya. Gimana gak pilih menutup mata kalau setiap kali aku melek, yang terpapar didepan mata adalah ini. Alat cungkil menuju gusiku...atau alat cungkil keluar dari mulutku, dengan bercak darah disitu!...atau segala macam kapas yang sudah berwarna merah...atau lendir merah yang dihisap alat sunction yang dipegang suster dari dalam mulutku...atau wajah Arif yang seperti mengeluarkan tenaga ekstra untuk memasukkan alat cungkil itu lebih dalam lagi ke gusiku...aaarrghh!!!

Setelah sekitar 30 menit, akhirnya selesai juga kuretnya. Badanku pun sudah kaku sekaligus lemas semua terutama daerah dengkul. Arif kemudian mengambil sesuatu seperti pasta gigi berwarna putih dan mengoleskannya tebal-tebal di gusi atasku. Rupanya ini semacam semen yang dipakai untuk membungkus gusi. Arif menyebutnya sebagai “gum”. Menurutku, setelah kering jadinya malah seperti gips yang membungkus semua area gusi yang barusan dudul diobok-obok. Ternyata memang begitu, kata Arif gum ini berfungsi untuk mempercepat recovery dan tumbuhnya kembali jaringan gusi di mulut.

“Jangan sikat gigi dulu selama 2 hari ya Mbak, makan boleh tapi makanannya jangan dipotong pake gigi depan. Nanti 5 hari sampai seminggu lagi Mbak Wahida bisa datang lagi untuk melepas gum nya.”


**gubrax lagi pingin lari loncat aja keatas genteng dan kembali turun lagi kalau mesin waktu sudah ditemukan**

 

“Seminggu lagii??? Arriiifff!! Aku ada rencana mau nyunatin anakku minggu depan ini!!! Gimana aku bisa nyunatin Abe dengan kondisi seperti ini???” teriakku...tapi cuma dalam hati, hikss...kayaknya jadwal sunat Abe harus diatur kembali deh, duhh tahu begini urusan gigiku saja ya yang ditunda...sampe Abe selesai sunat gitu... (ya sudahlah, wong sudah kadung terjadi).

Jadi ya, overall kalau dilihat-lihat, kondisiku sekarang ini adalah begini. Karena ada gips tebal yang menutupi area besar gusi atas depan ku, maka bibirku yang atas jadi maju sekitar 1 senti gitu. Intinya, selain perih dan kering di sekujur mulut dan sekitarnya (karena terlalu lama mangap), WAJAHKU JADI TIPIS BEDANYA SAMA WAJAH TUKUL!!! Bedanya, kalo Tukul itu lebh seimbang, yang maju kan bibir atas dan bawah, sedangkan aku hanya bibir atas saja yang maju!! That makes me even worse, my friend!

Keluar dari ruang perawatan, aku (baca: bibirku) disambut dengan heboh oleh Abe dan Bea yang ada di ruang tunggu sama Mas Iwan.

Abe ngakak keras begitu lihat aku. “Hahahahahahah Ibuk kok jadi kaya Tukul???” (hihihi iyaaaa dari tadi Ibuk juga udah ngerasa kaya Thukul Beeeee!!!)

Bea, wajahnya langsung shock, ngeri...trus langsung nangis keras dan lari menghindar ketika kudekati. “Huwaaaaaaaaaaaaa aku nggak mau Ibuk begituuuu!!!” (hyongalah....sayang...ini lho Ibuukkk, sini peluk dong sayang...)

Perjalanan pulang, di mobil waktu habis untuk membujuk Bea untuk berhenti menangis karena ketakutan lihat wajah si Ibuk.

“Ibuk begini cuma 5 hari kok Beaaa, habis itu juga dilepas dan Ibuk balik lagi kayak dulu nak...” kataku dengan hati perih hancur berkeping-keping karena jangankan peluk, melihatku pun Bea nggak mau.)

“Iya Beaaa....Ibuk lho kereennn....kayak Thukul ya kann??? Lihat sajaa!!” ini gaya membujuk Abe, dan surprisingly sama sekali gak berhasil, Bea malah tambah keras nangisnya *sigh*...terimakasih sudah mencoba Be...:-P

“Iya Bea, kita hitung yok hari apa nanti “itu”nya Ibuk dilepas...Yok...Sekarang Selasa, trus Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu!!!” kata Mas Iwan sambil nyetir sambil ngitung pake jari tangannya.

Itupun nggak berhasil dan baru ketika dekat rumah Bea akhirnya capek nangis, dan minta peluk Ibuk dengan matanya tertutup rapat. Besoknya (tadi pagi), Bea sudah bisa menerima keadaan Ibuknya, acara peluk pagi pun juga sudah lancar sambil Bea masih sebentar-sebentar melemparkan pandangan aneh dan ngeri ke wajah Ibuk.

“Nanti yang antar dan jemput Bea sekolah siapa??” tanya Bea sambil memandang aneh kearah mulutku. Beda dengan biasanya, dari wajahnya kelihatan sekali kalau kali ini Bea mengharapkan jawaban yang berbeda dari sebelum-sebelumnya. Buktinya begitu kujawab bahwa yang antar dan jemput selama mulut Ibuk di gips adalah Bapak, eh Bea malah langsung kelihatan lega....**hiks**

Begitulah cerita hari ini teman...**posting dengan bibir seksi** ;-)

:::::.....

Bagi yang berminat dengan foto terbaruku hari ini, silakan PM atau lewat email saja ya. Itupun aku gak janji akan memberikan hwekekekekekek :-P

 

Sidoarjo, 28 januari 2009, 10:15 WIB

 

Selasa, 13 Januari 2009

Zing Puber (Bagian 1)

 

Sudah seminggu ini semua orang dirumah dibikin pusing oleh Zing dan Abe.

Zing, kucing kesayangan dan pertama yang dimiliki anak-anak ini, sekarang memang sudah menginjak remaja (kalau nggak boleh dibilang dewasa). Selama ini kami memeliharanya dengan kasih sayang yang natural. Maksudnya natural, ya sealami mungkin. Tidak kekurangan kasih sayang, tapi juga tidak berlebihan. Tidak sampai menyiapkan kandang apalagi membawanya ke salon. Makanan pun tidak wajib beli yang khusus, menunya berselang-seling antara whizkas dan kepala ikan dari pasar, itupun dengan perbandingan yang jauh lebih sedikit untuk whiskaz.

Daripada membiarkan Zing dalam kurungan (dan menjadi kucing malas yang hanya rajin tidur), kami semua juga lebih suka membiarkannya lepas 24 jam, mengajaknya bermain, berlarian berloncatan di semua sudut rumah (kecuali kamar tidur tentu), halaman depan, samping bahkan ke taman kompleks. Karena itu Zing tumbuh dengan insting kekucingannya **hihi** yang masih terpelihara dengan baik.

Anyway, rupanya Zing sudah mulai puber. Seminggu lalu dia sempat menghilang, 3 hari nggak pulang. Sebelumnya beberapa kali Zing nggak pulang. Tetapi maksimal 2 hari kemudian berhasil pulang lagi, jadinya kami sudah nggak se khawatir dulu. Cuma, ada yang beda kali ini.

Kalau dulu-dulu, ketika Zing menghilang 2 hari trus kemudian pulang, kondisinya pasti dudul. Badan kotor semua, dengan tubuh kurus dan bulu yang acakadul. Terkadang, badannya luka dan bocel di beberapa tempat. Tanda dia baru mengalami “petualangan yang seru dan sedikit menakutkan” diluar sana. Dan begitu nyampe dirumah, dia pasti jadi pemalas untuk beberapa hari kemudian. Makan seperti kucing liar kelaparan, lalu tiduuurrr terus selama beberapa hari.

Nah, kali ini beda banget keadaannya. Malam itu, setelah 3 hari 3 malam Zing nggak pulang (rekor terlama hilang nih) dan Abe sudah mulai senewen, tiba-tiba Zing pulang. Disambut bahagia dong sama seisi rumah. Disiapkanlah makanan khusus dan lezat, dan kami semua mencelos melihat Zing makan seperti kesetanan. Duhh nih ‘anak’ pasti kelaparan diluar sana. Sambil makan, bergantian kami mengelusnya sambil menyesali tubuhnya yang kotor dan berdebu. Abe-Bea malah nggak mau pergi sama sekali dari tempat Zing makan.

Dan kemudian, hati kami mencelos lagi ketika sehabis makan, Zing menunjukkan tanda-tanda MAU PERGI LAGI!! Caranya ingin pergi, sama kesetanannya dengan cara dia makan tadi. Abe-Bea sampai teriak-teriak mencegah dia untuk pergi, maklum mereka mungkin masih kangen dengan Zing. Tapi Zing tetap ngeyel mau pergi. Seperti mencium suatu firasat, akhirnya Abe pun memutuskan mengambil tindakan drastis.

“Tutup semua pintu rumah!! Jangan biarkan Zing pergi!!”.... MasyaAllah, Abe memutuskan untuk mengurung Zing didalam rumah!!

Akhirnya Zing menghabiskan semalaman itu mengeluarkan raungan yang menyayat hati, seperti memohon semua orang untuk membukakan pintu dan memperbolehkannya keluar. Zing seperti melolongkan jeritan hatinya “Tolong...aku HARUS pergi lagi”

Abe menangis pilu...persis seperti tangisannya ketika menonton Lintang berhenti sekolah di film Laskar Pelangi. “Ibuukkkk gimana kalau diluar sana Zing diculik orang????”

Anakku... Aku tahu persis apa yang ada dipikirannya. Abe jelas-jelas patah hati melihat Zing yang sepertinya tidak mau berada dirumah ini. Padahal jelas-jelas seisi rumah masih kangen sama dia. Dengan tangisan panik Abe pun menelepon Abah (bapaknya Mas Iwan) meminta dibikinkan kandang untuk Zing. Dia juga memutuskan daripada diculik orang, mending Zing dikandang saja!

Wah, sudah mulai serius nih...

Besok paginya Abe wanti2 supaya mbak tetap mengurung Zing DIDALAM rumah selama dia sekolah. Begitu pulang, langsung Abe meminta laporan, dan sontak dia menangis lagi demi mendengar bahwa Zing masih melolong-lolong terus didepan pintu, minta dibukakan dan diperbolehkan keluar. Malam itu suasana dirumah tegang. Abe-Bea sibuk menebak-nebak apa yang terjadi sehingga Zing seperti itu.

Aku, sibuk menenangkan Abe (yang terus-terusan menangis) dan Bea dengan cerita-cerita masa kecilku ketika kehilangan kucing yang mulai dewasa. “Mungkin dia menemukan kucing betina diluar sana, dan pingin sekali menikahi kucing betina itu, mungkin Zing memang sedang jatuh cinta!”

Eleuh eleuh si Ibuk....

“Nggak boleh! Pokoknya Zing harus tetap dikurung dirumah!”

“Biarkanlah dia pergi Abe... Sudah berkali-kali dia membuktikan bahwa dia bisa pulang lagi kerumah kita setelah menghilang, maka percayalah bahwa besok-besok dia akan pulang lagi dengan baik-baik saja...”

“Nggak boleh Buukkk....Darimana Ibuk tahu kalo dia akan baik-baik saja??”

“Lihatlah dia! Biasanya sehabis menghilang, dia selalu menikmati berada dirumah. Makan, tidur, makan lagi, tidur lagi. Tapi lihat sekarang! Dia kelihatan sangat pingin pergi ke suatu tempat diluar sana! Dan badannya pun bersih nggak ada luka kali ini. Itu tandanya Zing menemukan sesuatu yang sangat menyenangkan diluar sana, bukan sesuatu yang menakutkan! Iya kan?”

“Tapi bagaimana kalau dia diculik orang jahat Buuukkk???” Abe berkali-kali mengungkapkan ketakutannya bahwa mungkin kalau dia melepaskan Zing kali ini, maka itulah kepergian terakhirnya dari rumah ini, alias mungkin Zing tidak akan kembali lagi kerumah ini untuk selamanya.

Aku mulai mengerti.... Sikap Zing yang bukannya “senang” pulang kerumah, tapi malah pingin segera “pergi” lagi ternyata membuat Abe sangat takut kehilangan Zing...

:::::.....

 

Besoknya, selepas shubuh sehabis mengaji pagi, Abe dipanggil dan diajak ngomong sama Bapak. Kalo Ibuk sudah mentok gini, biasanya memang Bapak yang action.

“Abe suka nggak main dirumah Abah?” tanya Bapak.

“Suka!” jawab Abe.

“Kenapa Abe suka main dirumah Abah?”

“Karena bisa main macam2, berenang, sepedaan...”

“Nah, kira-kira Abe mau nggak kalau Abe main kerumah Abah, trus sama Abah DIKURUNG di kamar, nggak boleh kemana-mana??”

Abe diam..... Kemudian tiba-tiba dia menggeleng pelan. Matanya perlahan beralih kepada Zing (yang masih setiap njogrok depan pintu depan nunggu dibukain, sampe ketiduran disitu). Kemudian, air muka Abe mendadak berubah, ada suatu pencerahan dan rasa ikhlas yang menyeruak disitu.

Abe lalu berjalan kearah Zing, kali ini memeluknya dengan hangat. Mulutnya terlihat komat-kamit (belakangan dia mengaku bahwa dia berdoa memohon kepada Allah untuk keselamatan Zing). Kemudian Abe memutar kunci pintu depan, membangunkan Zing yang kelihatan takjub melihat pintu terbuka. Dengan serta-merta, Zing pun berlari keluar seperti kesetanan. Ada kilat dimatanya yang seakan menyemburkan pesan entah untuk siapa dan dimana “Aku dataangggg!!!”

Abe terpekur agak lama di depan pintu. Aku tahu. Detik itu, Abe belajar banyak tentang satu hal yang amat penting, ikhlas melepaskan Zing pergi... dan aku hanya bisa memeluknya...

(Bersambung)

Senin, 12 Januari 2009

Zing The Cat




Tulisan ini sudah lama aku ketik, tapi selalu tak sempat diposting. Kemarin ada kejadian dirumah, menyangkut Zing. Kejadian yang besar dan memberikan banyak pelajaran penting khususnya buat Abe. Ceritanya sedang aku siapkan untuk diposting. Sementara itu, aku posting dulu cerita Zing dibawah ini.

:::::.....

Kenalkan, ini adalah Zing.

Sudah lama sekali Bea membujuk Bapak supaya diperbolehkan memelihara binatang. Specifically, dia sangat kepingin punya kucing. Abe juga. Tak heran, karena selain anak-anak memang sangat suka binatang, si Ibuk juga suka cerita kalau waktu kecil dulu juga punya piaraan bermacam binatang waktu di Tuklungagung.

Si Bapak, selama ini sekuat tenaga berusaha melarang karena dibayangi beberapa ketakutan.

Pertama, masih segar dalam ingatan, selama ini binatang piaraan dirumah tidak pernah awet, hidupnya selalu mengenaskan. Sebabnya apalagi kalau bukan “penganiayaan atas nama cinta” yang dilakukan Abe-Bea. Saking senengnya mereka, sudah 3 anak ayam, 2 kelinci dan 1 ikan meninggal karena lemas terlalu banyak dihujani “kasih sayang” ala mereka. Di “ewer-ewer” kesana kemari, dipeluk-peluk terlalu kencang, diajak kejar-kejaran sampai binatang piaraannya jatuh dan tertimpa Abe atau Bea, aduh banyak pokoknya. They end-up dead for love... *hikss*

Kedua, khususnya kucing, Bapak takut akan bahaya tokso. Selain itu, walaupun waktu kecil Bapak juga memelihara kucing, tetapi dia juga kadang-kadang alergi bulu binatang, apalagi kalau kondisi badan sedang kurang fit.

Suatu hari Fabruari lalu, Rima, tetangga blok sebelah yang juga kakak kelas Abe, bercerita kalau kucingnya baru melahirkan. Bea langsung ajak mbak untuk main kerumah Mbak Rima dan melihat anak kucing yang baru lahir.

Eh, pulangnya, wajah Bea cerah sumringah, dan dengan tak sabar cerita kalau sama Mbak Rima, dikasih salah satu dari beberapa anak kucingnya yang baru lahir. Di belakangnya, Mbak Prapti yang tak kalah semangatnya, menggendong sekor kucing kecil. Rumah jadi heboh dan meriah. Larangan Bapak, sudah tak terhiraukan lagi. Bapak yang ditelpon dikabari, hanya bisa geleng-geleng pasrah.

Sorenya Abe pulang sekolah, lebih heboh lagi! Abe juga yang mempunyai ide untuk nama si kucing. Detik itu, Zing telah merebut hati kami sekeluarga.

Lama-lama, ada yang aneh dengan Zing. Dulu, kita semua mengira dia keturunan kucing lokal biasa. Ternyata, lama kelamaan, ekor Zing tumbuh dengan luar biasa indahnya. Bulunya panjang-panjang, lembut dan kalau Zing berjalan, si ekor ini suka mengacung keatas, persis ekor tupai! Akhirnya muncul dugaan-dugaan dudul, bahwa mungkin dalam diri Zing, mengalir darah campuran Persia. Hehe...

Zing juga special. Entah jodoh atau apa namanya, Zing sama aktifnya dengan Abe dan Bea. Walaupun sudah tidak anak-anak lagi, Zing masih sangat menyukai diajak kejar-kejaran atau main bola. Dan tidak ketinggalan, Zing juga sedikit usil dan galak pada semua orang. Aduh kok bisa cocok begitu ya...?

Sekarang, Zing sudah besar, umur 5-6 bulan, ibarat manusia dia pasti sudah memasuki usia remaja. Bea pun sudah harus bersusah payah nggendong Zing, saking beratnya.


-Sidoarjo, 6 Juli 2008-

Rabu, 07 Januari 2009

Baru vs Lama Versi Abe

Catatan Abe hari Ini berkutat soal dua hal. Pertama soal blog barunya. Kedua soal tas baru.


:::::.....

BLOG BARU --

Deuh yang punya mainan baru... Bangun tidur, langsung nyamperin Ibuk..

“Buk, habis ngaji pagi, aku boleh ngeblog??”

Huehuehuehue

Pulang sekolah, begitu masuk di mobil, langsung pengumuman...

“Pulang sekolah, habis ganti baju aku mau ngeblog!”

Beneran, jatah Ibuk ngempi memang harus dipangkas ternyata ya!

**bingung mau kasih icon nyengir atau sedih**

 

TAS BARU --


Selalu begini! Ini selalu terjadi! Tiap kali dibelikan sesuatu yang baru untuk keperluan sekolah, selalu deh selalu!

“Aku nggak mau pakeeee!!! Maluuu!!” tadi pagi terjadi lagi, ketika tas baru (yang sudah seminggu lalu kubelikan) kuminta untuk dia pakai sekolah. Padahal barang baru itu, dia suka! Bahkan seringkali dia sendiri yang milih! Trus kalo nggak mau pakai, buat apa dong beli, Bee???

“Aku malu Bu, teman-teman selalu ngeledekin kalo aku pakai barang yang baru”

“Ngeledekin gimana memangnya? Tas itu lho sudah nggak baru lagi, orang kita belinya sudah seminggu yang lalu???”

“Ya gitu....mereka selalu cieh cieh...ciehhhh tasnya baruuuu, cieeehhh...gitu Buk!! Aku nggak mau pakai tasnyaaa!! Nanti aja kalau sudah kelas 3 baru aku pakai!!” seru Abe dengan gemas bersungut-sungut.

Mau ketawa, tapi kok topiknya lucu gak lucu ya??? Nggak ada yang lucu kalau tas yang dibeli seminggu lalu harus dipakai tahun depan!! Lagian tas lama sudah menunjukkan tanda-tanda jebol!! (Itulah kenapa tas baru dibeli, anak2 memang aku biasakan baru membeli sesuatu kalau yang lama sudah rusak, atau mau rusak. Makanya memang jarang sekali dia punya yang namanya BARANG BARU.)

Yang jelas aku harus banyak-banyak tarik napas, karena aku nggak mungkin bisa ngomel!! Aku harus tahu diri, yang kayak begini juga sering terjadi sekitar 20-25 tahun yang lalu. Waktu itu, aku yang masih SD juga sering mengalaminya. Bahkan hal itu berlangsung sampai SMA. Hihihihi akhirnya aku pun berbagi nostalgia sama Abe.

“Wah Ibuk dulu juga gitu lho Be, paling malu kalau pake barang baru!! Pernah, Ibuk dibelikan sepatu baru sama Kakung-Uti. Malu banget mau pakainya! Akhirnya, Ibuk ambil tanah, trus Ibuk gosok-gosokkan di sepatu itu, biar sepatunya kotor dan nggak kelihatan baru!!”

Pasrah deh, aku pasrah atas apa yang akan terjadi dengan tas barunya Abe. Benarlah, mata Abe langsung berkilat mendengar ceritaku. “Ide bagus itu Buk!” serunya sambil tertawa-tawa. Bangkitlah dia mengambil pulpen, dan aku tak perlu menerka-nerka lagi apa yang akan dilakukannya.

“Aku coret2 aja tasku, biar nggak kelihatan baru!!”

Dweenggg!!! Si bapak yang mau mengantar, pasang muka ngeri lihat barang baru dicoret-coretin sebegitu rupa. Aku, yang memahami sepenuhnya bagaimana perasaan Abe, tak sempat merasa ngeri. Yang penting tas itu segera jelas manfaatnya, segera dipakai! Huehuehuehu

Subhanallah... Jujur aku takjub. Takjub karena tanpa disadari, sifat Abe ini diturunkannya dariku. Orangtua mana yang tidak takjub melihat anaknya tumbuh begitu mirip dengan dirinya, iya kan?? Kedua, aku takjub melihat kenyataan bahwa Abe MALU memakai barang baru. Aku sangat lebih bersyukur melihat kenyataan ini, daripada melihat misalnya kalau Abe pede bahkan PAMER dengan setiap barang baru yang dia miliki. Harapanku, semoga Abe tumbuh jadi orang yang tidak konsumtif.


(Lihatlah wajah si IronMachine, tadinya ketika dibeli dia tidak punya lho

hidung ala "monyet" itu...heuheuhe)


:::::.....

Ngomong-ngomong, ada yang masih ingat dengan postinganku yang ini?? “Baru vs Lama”??





 

Senin, 05 Januari 2009

Launching, Tasyakuran, Bancakan :-D

Sudah lama permintaan itu datang (buk, aku pingin punya blog, biar bisa pasang foto) , tapi baru siang ini ada waktu karena Abe pulang siang (tidak sore seperti biasanya). Penasaran juga, foto apaan sih yang mau dipampang?? kok ngebet bangett??

Bismillahirrohmanirrohim...
Akhirnya meluncur juga blog Abe yang pertama!

http://zieng.multiply.com

Tentu dengan tutorial dari Ibuk, tapi asli setiap huruf yang ada disitu, diketik sendiri oleh Abe. Ketika memilih ID, dia memilih Zieng, tentu saja terinspirasi dari nama Zing kucing kami :-D.
Dan tentang temanya, yah...silahkan klik untuk melihat sendiri :-D

Mohon doa restu dan petunjuknya, Abe masih newbie nih **malu2**


Dari Semua Tulisan Tentang Palestine...

:::::.....

Sudah sedemikian banyak postingan dan tulisan tentang kekejaman Israel terhadap warga muslim Palestine, semua membuat hati miris memekakkan kebesaran ALLAH. Kemarin, baru saja baca tulisan yang membuatku tercenung. Tulisannya dimuat di MP nya Mbak Ros. Tulisan yang membawaku mengenal sosok penulisnya, yaitu Mbak Dina (bundakirana.multiply.com).

 

Postingan selengkapnya "Mengapa Kita Harus Dukung Palestine" HARUS anda baca di sini. Tulisan mbak Dina ini sedikit banyak menjawab berbagai reaksi banyak orang seperti :

 

“Buat apa sih demo-demo? kalo mau bantu yang kongkrit-kongkrit ajalah” (jujur aku ragu apakah orang-orang ini SUDAH memberikan bantuan kongkrit apa belum)

 

“Ngapain ngurusin negara lain, mending urusin negeri sendiri yang sedang kesusahan kenapa??” (keraguanku ada dua untuk orang2 yang bertanya ini : 1. aku ragu dia muslim dan 2. aku juga ragu apakah dia SUDAH ikut mengurusi negeri kita ini)

 

So....

Aku akan comot disini bagian akhirnya saja ya, bagian yang bikin aku tercenung itu...

 

:::::.....

 

Sungguh hendaknya kita TIDAK KHAWATIR terhadap mereka (saudara-saudara kaum Palestina yang terkubur di bawah tanah Palestina oleh musuh mereka) dan TIDAK KHAWATIR terhadap tempat Isra’ Rasulullah saw. (karena mereka PASTI sudah dalam perlindungan ALLAH dan menjadi syahidin sekarang ini -wahida)


Namun hendaknya kita KHAWATIR TERHADAP DIRI KITA SENDIRI jika membiarkan mereka sehingga kita akan ditimpa apa yang diperingatkan oleh Rasulullah saw.

“Tidaklah seseorang yang membiarkan seorang Muslim di tempat dimana kehormatannya dilanggar dan dilecehkan, kecuali Allah akan membiarkannya di tempat yang ia menginginkan pertolongan-Nya di sana. Tidaklah seseorang menolong seorang Muslim di tempat yang kehormatannya dilanggar kecuali Allah akan menolongnya di tempat yang menginginkan ditolong oleh-Nya,” (Abu Daud dan Imam Ahmad). (bn-bsyr)

 

:::::.....

 

Astaghfirullahal adzimm.... Sungguh tak ada pertolongan lagi untuk kita di hari kiamat kecuali pertolongan Allah SWT...



Minggu, 04 Januari 2009

Isengisasi di Gudang Tapan


yang ini cukup sangar ya :-D
background merah dibelakang itu sebenarnya adalah...bajunya Mas Iwan hehehe habis kurasa kalo background aslinya (hijau) kurang sangar, jadilah MI yang waktu itu sedang telpon, kutarik dibelakang tanaman ini dan...kusuruh diam sampe aku selesai foto!! hahahaha

Suatu hari, aku temeni Mas Iwan yang jadwal audit di Gudang Tapan (di Tulungagung). Kasian, minggu itu jadwalnya padat banget, dari Sby-Jember-Sby-Tagung dalam minggu yang sama. Ke Tulungagung-nya juga sehari PP karena tidak mengajak anak-anak yang sedang sekolah.

Manyun juga, mau ngapain ya?? Mau online, semua komputer pada sibuk. Mau baca, udah lahap 3 majalah arsitektur, bosan dan capek. Ahhhh intip dalam mobil, ada kamera MI tergeletak...tapi...mau poto apa di gudang begini??

Untunglah Ibu Fatra, istrinya penjaga gudang punya koleksi beberapa tanaman di halaman gudang. Lumayan...bosan teratasi. Setengah jam kemudian, pas waktunya otot sudah kaku dan berkeringat (emak, beginilah kalo lama gak yoga, angkat lensa tele pun udah terasa penyok nih lengan), pas MI selesai audit, pas waktunya makan siaanggg!!

Dan inilah beberapa hasilnya...

Jumat, 02 Januari 2009

Jogja 3 : Restorasi Prambanan


Bagian candi yang terbesar, masih ditutup untuk umum, dalam rangka restorasi pasca gempa.

:::::.....
13 Desember 2008

Sedih melihat Prambanan sekarang. Pasca gempa 2006 banyak sekali bagian candi yang runtuh. Kebetulan disana dipasang semacam banner besar yang menggambarkan foto2 Prambanan sebelum dan sesudah gempa, duhhh ternyata banyak sekali bagian yang rusak :-(

Prambanan sekarang sedang direstorasi. Abe yang dari awal sudah semangat pingin masuk ke candinya Roro Jonggrang sempat kecewa juga. Padahal cerita Bandung Bondowoso adalah salah satu Cerita Rakyat Nusantara kesukaannya.

Tapi asli kami semua SANGAT menikmati berada disana. Cuacanya sejuukkkkk...udaranya bersiihhhh dan segaarrrr...coba kalo nggak gerimis dan mendung, kami pasti akan keluarkan peralatan piknik dari dalam mobil, dan piknik sepuasnya disini. Bermacam fasilitas outbond juga kayaknya lagi nganggur, maklum memang hari-hari itu hujan terus.

Pulangnya, para mbak bersorak demi melihat ibu belanja peralatan uleg-uleg batu berbagai ukuran yang banyak dijual disitu. Di surabaya, cari yang batu asli sangat susah, kebanyakan pada tipuan (dari beton). Abe-Bea mengantongi gasing dari bambu, duhh masih old-fashioned banget, yang jual juga kakek2 berwajah tentram.

Suatu saat, kami akan kembali....kami ingin sekali kembali!

:::::.....

Kamis, 01 Januari 2009

Berkacamata (Banyak)

Sudah banyak yang tahu kan kalo sudah 2 minggu ini aku berkacamata (lagi). Dari umur 17 tahun sebenarnya aku berkacamata karena mata kananku minus 0,25. Setahun kemudian, ternyata mataku kembali netral dan dengan senang hati aku melepas kacamataku. Beberapa tahun lalu, ternyata minusnya datang lagi, masih dalam level 0,25. Tapi kali ini aku bandel, gak mau pake kacamata. Terakhir ketika periksa lagi 3 minggu lalu, ternyata ada silindris. Akhirnya aku menyerah, dan siapapun yang berkacamata pasti tahu bahwa 2 minggu sampe sebulan pertama adalah bagian adaptasi tersulitnya. Kepala sering banget berat dan pusing kalo beberapa waktu memakai kacamatanya. Belum lagi iritasi di kulit wajah, bikin intensitasku lepas kacamata dan mengusap2 wajahku tak masuk akal seringnya. Ugh...

 

Speaking of which, nggak enak memang berkacamata. Tetapi dalam hidup adalah sebaliknya. Melihat segala sesuatu, harus pake kacamata yang banyak! Nggak boleh hanya pake satu kacamata saja. Hal ini sudah lama kupelajari dan terlintas kembali tadi malam, ketika aku dan Mas Iwan “terpaksa” keluar pada malam tahun baru, untuk membeli sesuatu di supermarket.

 

Malam tahun baru di Surabaya kemarin basah oleh hujan. Seperti biasa, tak pernah ada yang khusus di malam tahun baruku. Hampir seumur hidupku malam tahun baru berarti 2 hal : nonton TV atau tidur dirumah. Oleh karena itu, seringkali keriuhan tahun baru yang terjadi diluar sana sama sekali tak terlihat jelas dari “kacamata”ku, tak kumengerti esensi dan intinya.  

 

“Lihat deh mas, aduhhh hujan-hujan begini lho padahal” seruku gemas ketika kulihat tadi malam, bahkan jalanana depan kompleks perumahan pun macet. Padahal waktu itu masih sekitar jam 20.00 WIB. Disekitar mobil kami, sarat kulihat banyak sekali sepeda motor. Bukan hanya mengangkut penumpang, tapi juga pernak-pernik tahun baru macam terompet. Bukan hanya orang dewasa, tapi juga kulihat banyak keluarga yang nekad membawa anak-anak kecil (kadang 2 anak dan akhirnya 4 orang itu berdesakan di sepeda motor), dibawah guyuran hujan bahkan kulihat beberapa duduk di motor begitu saja, tanpa jas hujan atau sekedar ponco untuk melindungi dari basah. Itu baru di jalanan depan kompleks perumahan lho! Untunglah supermarket yang kami tuju masih jauh dari pusat kota, nggak tahulah seperti apa keadaan di downtown metropolis Surabaya malam itu. Hemm...perayaan malam tahun baru...dalam kacamataku, jelas sangat overrated!

 

Tapi...

Satu kacamata (yaitu kacamataku sendiri) tentu tidak cukup memandang kehidupan. Sekali lagi, sudah lama aku belajar akan hal ini. Sedetik setelah aku berseru gemas, aku langsung teringat kejadian lama, kalo tidak salah sekitar tahun baru 1996 (aku ingat karena waktu itu aku masih kos, belum menikah). Malam tahun baru pertamaku di tempat kos (karena pertengahan 1995 aku mulai kuliah), sekaligus yang terakhir (karena Mei 1996 aku menikah). Adalah Mbak Sri, penjaga kos kami yang waktu itu “memberikan” aku kacamata baru. Mbak Sri orangnya rajin kerja, tetapi banyak omong, lumayan genit dan memang seringkali menjadi sasaran ledek2an kami para anak kos. Malam itu aku geli sendiri demi melihat persiapannya menjelang perayaan malam tahun baru. Setting baju berwarna ngejreng dan make-up full action (pokoknya tergolong dalam usaha yang terlampau keras dan berlebihan, hanya demi untuk tampil cantik), rupanya dia sudah janjian dengan beberapa temannya untuk melihat pawai tahun baru di jalan-jalan protokol di Surabaya naik sepeda. Tak tanggung-tanggung, dari kawasan kost ku waktu itu didaerah Kertajaya, dia dan geng bertekad akan mancal sepeda melihat perayaan dari Kertajaya-Ngagel-Darmo-Wonokromo sampai ke sekitaran Bundaran Waru (baca : jauhnyaaaa!!).

 

“Mbelain banget sih mbakk??” seruku keheranan, setengah protes karena malam itu sekali lagi aku tak habis pikir dengan orang-orang ini, yang pada heboh tiap malam tahun baru. Apalagi itu malam tahun baru pertamaku di Surabaya, terus terang anak udik ini pun sedang keheranan, tapi dengan cara yang lain. Bukan heran takjub atas kemeriahannya, tetapi malah heran betapa banyak yang dibela-belain banyak orang hanya untuk sebuah perayaan. Jawaban Mbak Sri berikutnya, selaksa godam batu raksasa menghantam langsung di kepalaku. Begitu aku sadar, ternyata kacamataku sudah bertambah satu, dalam melihat kehidupan. Kacamata dari Mbak Sri...

 

“Yahhh kalo orang-orang seperti Mbak Wahida gini memang sudah nggak perlu hiburan. Hidupnya sudah enak tak ada kekurangan. Mau beli ini itu bisa, mau punya teman bergaul yang seperti apa juga gampang dan banyak. Lha kalo saya ya lain mbaakkk....Ini mumpung ibu ngasih ijin libur, malam tahun baru begini, saya pingin bergembira!!”

 

Hiburan...

Ya..tiba-tiba ada suatu pencerahan di kepala dan hatiku waktu itu. Sadar atau tidak, semua orang memang perlu hiburan. Sesuatu yang bisa membuat kita senang walaupun harus dibayar dengan badan capek. Yang bisa menyuntikkan sedikit semangat pada hati kita dalam menjalani hidup ini.

 

Bagiku, itu mungkin ketika selesai membaca halaman terakhir sebuah buku. Atau kalau sekarang, mungkin seperti ketika disaat-saat seperti ini, ketika aku nyaris sampai pada akhir sebuah tulisan. Atau ketika aku akhirnya terduduk lemas capai dibelakang panggung, ketika suatu event selesai dengan lancar, di tempat yang sama sekali tak terlihat oleh penonton didepan panggung, tetapi dengan senyuman puas dibibirku. Banyak orang yang sudah mengungkapkan keheranan, buat apa aku menjadi orang paling capek padahal terkadang justru orang lain yang dilihat oleh para penonton. Tapi bagiku, bagi kacamataku, itulah hiburan buatku... Dan seperti Mbak Sri, rasanya aku rela melakukan banyak hal yang banyak orang lain malas melakukannya kan??

 

Kacamata baru...

 

Seiring bertambah umur, rasanya kacamata kita memang harus lebih banyak ya. Dan harus lengkap versinya, dari yang minus sampe yang plus, yang silindris bahkan kalau perlu kacamata kuda! Dengan begitu kita bisa menerapkan salah satu falsafah Jawa untuk tidak gampang “nggumun” pada orang lain. Tidak gampang berkomentar seenak udel kita sendiri ketika melihat ada orang lain yang beda dengan kita, karena sebanyak apapun yang kita tahu tentang sesuatu atau seseorang itu, sesungguhnya jauh lebih sedikit daripada yang kita tidak tahu.

 

Ternyata, berapapun umur kita, kita masih perlu banyak kacamata lagi untuk bisa melihat kehidupan ini seluas yang sesungguhnya...