Senin, 28 Desember 2009

GOYOR:::...

*kangen nulis hiks*

Ada yang suka memperhatikan nggak, karakter2 seperti tokoh Susan Meyer di serial Desperate Housewife? Atau mungkin yang lagi ngetrend sekarang, tokoh Bella Swan di novel Twilight Saga? Atau kalau dalam komik kita bisa lihat contoh Naruto atau Donald Duck?? Atau karakter Launchpad di serial Ducktales, si pilot yang sangat menyenangkan, tapi ironisnya selalu nyaris menghancurkan pesawatnya sendiri tiap kali mendarat?

Goyor, kalo kata bahasa Jawa. Kata itu dipakai untuk menjelaskan seseorang yang dalam aktivitas sehari-harinya gampang terjatuh dan menjatuhkan sesuatu (jatuh dalam arti yang sebenarnya). Mereka yang seakan merupakan magnet yang mengundang bencana dan kecelakaan kecil bagi tubuh mereka sendiri. Tak perlu ada angin sedikitpun, mereka bakalan jalan dengan tersandung-sandung, bergerak gedubrakan, tersenggol dan menumpahkan gelas minuman orang lain di meja sebelah, kejedug apapun yang ada disekitar, terperosok lubang apapun bahkan yang jelas kelihatan, dan sebagainya.

Entahlah, aku belum sempat pernah secara khusus mencari informasi yang lebih ilmiah mengenai penyebab hal ini, mengenai apa yang sebenarnya salah di otak mereka (padahal hampir setiap waktu aku penasaran), tetapi yang jelas...aku begitu! Dan menurut ibukku, ini sudah berlangsung sejak aku kecil. Dan serasa belum cukup, hal inipun ternyata (entah secara apa) kuturunkan pada anakku. Dua-duanya lagi. *sigh*

Praktis, di keluarga kecil kami hanya Mas Iwan seorang yang bakalan bisa lulus pelajaran table manner atau berjalan mulus tanpa terjatuh di catwalk (walaupun aku sama sekali nggak bisa membayangkan, MI jalan di catwalk??? :o)

Dari sejak Abe dan Bea mulai bisa mengangkat kepala mereka (apalagi pas mulai berjalan), aku sudah mulai sadar dan belajar bahwa mengucapkan kata "pelan" dan "hati-hati" mungkin tidak banyak membantu. Jadi biarpun aku tak pernah bosan mengucapkan kata itu (bagaimanapun itu kewajiban kita sebagai ortu kan?), tapi aku tidak terlalu berharap akan hasilnya.

Alih-alih, daripada "mengomeli kenapa jalan mereka gedubrakan" ketika mereka jatuh dan terluka, aku lebih memilih untuk mengkondisikan mereka agar terbiasa dan kuat menghadapi aneka rupa luka, memar dan benjol di tubuh mereka. Sekarang ini, sambil masih nangis kesakitan Bea bisa loh terkekeh-kekeh melihat betapa lucunya dia kalau lagi benjol. Atau betapa serunya kita sekeluarga lomba "banyak2an luka" tiap pulang outbond.

Jangan tanyakan kepada kami kenapa ini bisa terjadi, karena kami pasti sama tidak tahunya dengan Anda. Kalau suatu saat terdengar suara kami mengaduh lalu ada yang tanya "Ya ampunnn gimana critanya sih tadi bisa kayak gini???" maka kami hanya akan bisa meringis menahan sakit sambil mengangkat bahu.

Siapa yang paling jadi korban dari kondisi kami yang seperti ini? Tentu orang-orang yang berada di sekitar kami, karena toh kami sudah terbiasa dengan bentuk kekacauan apapun yang mungkin bisa terjadi.

Jadi ingat ketika aku menceritakan kejadian suatu siang di mall, di status Facebookku. Waktu itu aku sedang dadagh-dadagh meninggalkan Bea di tempat bermain sambil pesan "Bea, hati-hati yaaa!!" tetapi setengah detik kemudian, ketika aku berganti arah, kepalaku langsung disambut tiang beton dengan suksesnya didepan banyak orang yang menonton. Waktu itu banyak yang komen, merasa kasihan pada Bea karena malu punya ibuk yang seceroboh itu. Percayalah, Bea tak punya alasan apapun untuk malu, karena kondisi kami tidak jauh berbeda *hihihihihi* dan rasanya kami harus terbiasa dengan tatapan orang-orang yang harus nya bisa bikin kami malu hati. Percuma, daripada kami tersiksa karena seringnya itu terjadi, akhirnya kami memilih untuk menganggap tatapan2 itu sebagai pujian saja *wakakakakakakak gubraxx*.

Mas Iwan tentu salah satu yang sering jadi korban. Sudah tak terhitung kerugian yang dideritanya karena punya anak-istri seperti kami. Beberapa kali hidungnya nyaris patah karena beradu dengan dengkulnya Abe atau tungkai kaki Bea yang moleh dan montok itu. Atau rasa malu dan sungkan pada tuan rumah ketika mengajak kami bertamu dan ada saja kekacauan yang terjadi. Atau segala rupa bentuk kecelakaan yang terjadi ketika MI sedang berduaan dengan istrinya (termasuk ketika di peraduan tentu saja, tanpa terkecuali *malu*). Keluarga besar dan teman-teman kamipun rasanya sudah nggak heran kalau tiba-tiba harus mendengar bunyi krompyangan atau gedebrukan ketika berada didekat kami.

Mau cerita lain?

Sebagai seorang suami, tentu saja MI pingin dong sekali-kali (atau selalu) jalan-jalan dengan bergandeng tangan atau merangkul pundak istri tercinta? Tapi sampai detik ini, sampai kami nyaris 14 tahun menikah, setiap kali MI berniat nekad melakukannya, pada akhirnya dia selalu menyerah dan memilih untuk melepaskan tanganku atau pundakku di menit pertama.

Pernah sih beberapa kali (saking kasihannya liat nasib MI) aku bertekad akan mempertahankan tangan MI di pundakku ketika jalan di sebuah mall yang kebetulan rame pengunjung. Tapi beberapa jurus kemudian (setelah perjuangan yang luar biasa dariku) dunia tiba-tiba mengkhianatiku dan kehilangan keseimbangannya. Aku sih tidak mempermasalahkan betapa anehnya cara jalanku saat itu, aku sudah tahan malu. Atau fakta bahwa beberapa detik sekali aku tersandung-sandung kakiku sendiri (padahal aku sudah bersandal jepit kemana-mana). Tetapi karena aku beberapa kali sukses menabrak orang yang berjalan bersimpangan dengan kami lah (padahal mereka tidak berada di jalur yang persis lurus dengan kami), akhirnya MI pun terpaksa kembali memutuskan untuk menyerah pada nasibnya....

:D

:::::.....