Jumat, 15 Januari 2010

Abe, Bea dan Teman Lawan Jenis Mereka

Repost dari Note di Facebook :-)

:::::.....

Banyak hal lucu dan menarik kalau kita perhatikan pergaulan anak-anak jaman sekarang ini. Pasti semua sudah pernah menyaksikan, betapa sekarang ini anak-anak SD kelas bawah (kelas 1-3) banyak yang sudah menyerupai ABG saja, bahkan anak-anak usia TK pun begitu loh –haduuhhh- entah harus merasa apa aku melihatnya.

Suatu hari, aku terbengong-bengong waktu menjemput Bea di sekolah. Waktu itu aku melihat 2 temen sesama TKB nya, dua-duanya cewe, saling berbisik-bisik centil (kalau nggak boleh dibilang sedikit genit) sambil pandangan mata mereka tertuju pada satu arah tertentu.

Ketika aku mengikuti arah pandangan mata mereka itu, ternyata yang sedang menarik perhatian mereka berdua adalah Mahez. Dan ketika sampai waktunya si Mahez melintas didepan mereka, serasa dikomando mereka bersama-sama mengumandangkan sebuah nama dengan sikap sangat malu-malu dan tersipu-sipu. “Maa…hezz….” Dan walaupun Mahez melengos dengan cuek, tapi ketika Mahez berlalu kedua anak itu langsung saling berpandangan dengan ekspresi wajah dan tubuh sangat bersemangat, mirip benar dengan ekspresi para penggemar musik pop cewe yang baru berpapasan dengan (misalnya) Michael Jackson ketika di jalan.

Oya, Mahez ini jadi semacam salah satu cowo idola di TK nya Bea. Bingung kan bagaimana bisa anak TK B sudah punya “cowo idola” di kelas mereka?? Tapi ini terjadi. Pada Mahez. Sudah tak terhitung banyaknya kami mendengar cerita-cerita betapa anak-anak perempuan di kelas B3 saling berebut main bersama Mahez. Atau rame-rame mengejar Mahez. Untuk apa? Untuk cium2 Mahez. Hwaaaaaaa!!!

*tag ibunya Mahez ahhh hehehe*

Sekarang mari kita lihat bagaimana model bergaulnya Abe dan Bea, anak-anakku.

Harus kuakui, dalam tingkat tertentu, aku seperti bersyukur bahwa Bea tidak seperti dua anak perempuan yang aku ceritakan diatas tadi itu. Aku mungkin bisa terbengong-bengong kaku berdiri tiap hari kalau sampai Bea seperti itu.

Urusan perbedaan gender rupanya berjalan dengan lebih sederhana untuk Bea sekarang ini (dan Ya Tuhan, aku harap untuk seterusnya juga). Aku masih ingat percakapanku dengannya di mobil sepulang sekolah. Waktu itu adalah 3 atau 4 hari setelah hari pertamanya masuk TK. Setelah menanyakan pertanyaan-pertanyaan standar seperti : Apa yang membuat Bea senang hari ini? Main apa aja di sekolah? dll

Aku : “Di kelas baru, siapa aja teman Bea?”

Bea: “Banyak kok Buuk…”

Aku: “Senangnya…siapa aja namanya, Ya?” – “Ya” maksudnya untuk Bea :-D

Bea: “Mm…ada Dzaky!”

Aku: “Oya, Dzaky kan temen Bea sekelas di Playgroup, senang ya bisa sekelas lagi di TK…. Trus, siapa lagi?”

Bea: “Aldooo!!”

Aku: “Aldo ya… trus? Siapa lagi?”

Bea: “Ada EL…”

Aku: “EL…ok deh…trus siapa lagi?” sampe disini alisku mulai mengeriting mendengar nama-nama itu.

Bea: “Trus ada yang cerewet juga lo Buk, dia lucu, namanya Rafi”

Aku: “Rafi lucu ya….oh…” alisku mulai keriting, karena ketika Bea bilang “cerewet” tadi aku setengah mengharapkan nama-nama seperti Amel, atau Laras, atau Nina, bahkan nama Cemplon pun boleh lah…

Bea: “Trus ada Mahez….ada Faiq, ada Naufal….”

Aku cuma melongo mendengarnya…nama-nama itu..kok nama COWO semua ya??

Ketika kemudian kutanyakan “kalo teman yang cewe-cewe, siapa aja yang Bea sukai?” Bea harus memikirkan sebuah nama dengan jauh lebih lama daripada yang tadi. Alisnya bahkan sempat mengerut mencari-cari siapa nama temen cewe yang disukainya di kelas.

Well, kalau Bea sedikit tomboi aku sudah lama tahu itu. Tapi ini menggelikan karena melihat dia tampaknya lebih nyaman bermain dengan anak laki-laki, itu sangat mengingatkan aku pada diriku sendiri ketika aku kecil dulu.

Aku kebetulan tumbuh besar diantara banyak sepupu laki-laki. Aku terbiasa main bersama mereka. Jadi daripada main boneka dan rumah-rumahan, aku lebih sering menghabiskan masa kecilku dengan main kasti, panjat pohon ini dan itu, cari ikan di sungai kecil deket rumah, patil lele atau “serangan ndhas” yaitu main perang2an dengan cara mengeplak puncak kepala lawan. Kebanyakan permainan laki-laki. Dan lama-kelamaan, ini membuat aku sempat tidak nyaman ketika kemudian harus bermain bersama teman perempuan ketika mulai sekolah. Menurutku, mereka itu kebanyakan sangat cengeng, gampang menangis, tukang mengadu, gampang sekali ngambek (marahan) tapi lebih gampang lagi merasa saling iri. Kalopun ada teman perempuan yang akhirnya bisa akrab, itu adalah beberapa saja yang mungkin sama-sama tomboi nya.

Apakah Bea juga mengalami ini dengan alasan yang sama, well sampai sekarang aku masih mencari jawabannya. Tapi memang kalau banyak keluhan yang suka dia keluarkan ketika bercerita soal teman-teman cewenya, maka kata yang keluar berkutat di “mereka suka bolo2an”….”ngatain aku jelek”….”mereka bilang nggak suka aku karena ngaji ku sudah sampai jilid 4”…dan semacamnya.

Jadi kalau ketemu dengan seorang teman laki-laki, yang Bea lakukan sih bukannya malu-malu atau bisik-bisik dengan sesama teman cewenya. Ketika di tempat parkir pulang sekolah dia ketemu Mahez atau Dzaky, Bea bakalan tanpa ragu langsung mendekat, mungkin mengagetkan mereka dengan memukul bahu dan berteriak “DAKK!!!” dan langsung ketawa-tawa ketika mereka kaget sambil bertanya dengan lantang “Kamu habis ini mau kemana?? Aku lo nggak langsung pulang, aku mau beli es pallu butung dulu!!”.

Anyway, saat ini, aku dan juga ibu guru di sekolah sedang mengusahakan supaya Bea juga bisa merasa nyaman bergaul dengan teman sesama perempuannya. Hehehe…

Lain lagi dengan Abe. Kalau Abe adalah tipe yang cuek dengan teman lain jenis. Walaupun dari sekolah Playgroup ada saja cerita lucu tentang teman cewe yang “nginthil” terus dibelakang Abe.

Pas Abe PlayGroup, ada seorang teman sekelas (sebut saja namanya L). Ibu guru sering cerita anak yang lucu ini selalu ikut kemanapun Abe bermain. Ketika suatu hari bermain peran (suatu kali anak2 bermain peran sebagai sebuah keluarga, jadi ada anak yang jadi bapak, ibuk, dan ada boneka yang mereka jadiin anak2an). Walaupun tidak disandingkan sebagai pasangan, tetapi setelah menggendong si boneka dan ada instruksi “jalan-jalan bersama keluarga” si L ini langsung lari-lari menghampiri Abe. Abe, yang saat itu sudah dipasangkan dengan teman yang lain, cuek aja sehingga kalau dilihat-lihat dia jadi mirip anak-anak yang memutuskan untuk –maaf- ber poligami :-D

Sampai sekarang dia sudah kelas 3 pun, ketika kami jalan berdua di sekolah, atau di swalayan sekolah, atau di parkiran sekolah, aku sudah terbiasa mendengar suara anak2 perempuan panggil-panggil nama Abe. Dan sudah capek aku menyuruhnya untuk menjawab panggilan-panggilan itu dengan sopan. Dan tak lupa memastikan sebelumnya bahwa tidak ada yang salah dengan pendengaran Abe. Pasalnya, Abe selalu tidak bereaksi apa-apa, nyelonoooong aja, seolah dia tidak mendengar panggilan2 itu. Akhirnya, terpaksalah aku yang selalu menjawabnya. “Iyaa…” sambil tersenyum kearah pemanggil yang ternyata bukan hanya teman sekelas atau seangkatan. Kadang-kadang anak kelas 1 atau 2, bahkan anak-anak kelas atas (4,5 atau 6).

Aku: “Abe kenapa tidak menjawab sihh??” sudah tak terhitung kali aku memprotes begini sesudahnya.

Abe: *cuma angkat bahu*

Aku: “Itu kan temenmu…kalau Abe tidak menjawab nanti bisa dikira Abe sombong loh. Padahal Abe bukan anak yang sombong kan??”

Abe: *angkat bahu lagi*

Aku: “Abeeee!!!!????” *aku mulai menuntut lebih dari sekedar angkat bahu*

Abe: “Aku lho nggak kenal mereka Buk, aku kan malu kalau harus terus menjawab?? Mereka lho selalu panggil-panggil….di ruang makan, di teras masjid… Aku maluuuu!!”

Aku: *menyerah*

Pernah aku penasaran dengan apa yang dirasakan Abe terhadap panggilan2 itu. Suatu sore kutanya dia. “Menurut Abe, kenapa sih cewe2 itu sering panggil-panggil Abe?”

Jawab Abe: “Mungkin karena Ibuk ngasih aku nama yang aneh kali. Di sekolah kan cuma aku yang punya nama ABE. Coba kalau namaku Rafi, atau Naufal, atau apa kek yang banyak kembarannya, mungkin mereka nggak akan panggil-panggil aku terus!!”

*gubrax*

Belum lagi aku harus menerima laporan beberapa temen walimurid, yang bilang bahwa anak perempuannya selalu cerita tentang Abe dirumahnya. Mendengar ceritanya yang kadang lucu kadang juga ajaib, aku cuma bisa melongo….

Sering kupancing-pancing soal pergaulannya dengan teman-teman perempuannya di sekolah, dan kesimpulanku hanyalah bahwa Abe memandang mereka dengan cara yang sewajarnya. Sewajarnya anak usia 8 tahun. Dan itu membuatku bersyukur. Abe bahkan berkali-kali mengungkapkan kalau dia sudah tidak sabar pingin segera kelas 4. Di SD Al Hikmah, mulai kelas 4 anak-anak memang sudah dipisah kelasnya, antara murid laki-laki dan perempuan.

However…. *ehm*

Ada satu teman cewe yang pernah mendapat pujian dari Abe loh. Semua terungkap ketika waktu kelas 2 kemarin, si teman ini harus pindah sekolah karena orangtuanya juga pindah ke Semarang. Waktu itu tanpa dinyana tanpa diduga, waktu pulang sekolah dan ngomongin soal yang pindah ke Semarang, masih di mobil tiba-tiba Abe nyeletuk. “Yah…padahal aku suka lo buk sama dia”

Hahhhh????? :o *Ibuk langsung oleng nyetirnya, tapi untung cuma sebentar dan pas di jalan yang sepi.

“I…Iya sih…dia memang cantik..” ujar Ibuk masih tergagap dan berusaha membagi pandangan ke jalan dan ke wajahnya Abe (pingin liat gimana ekspresinya dia saat itu, yang ternyata juga masih biasa saja).

“Bukan Buuk…bukan ituuu!! Aku itu suka dia karena dia cerewet… Trus dia pemberani loh Buk, kalau digangguin temen-temenku yang cowo, dia selalu melawan. Kalau ada temennya yang digangguin juga, dia suka belain mereka. Dan kalau dia lagi marah-marah gitu, aku suka banget liatnya….hi hi hi…”

Ohhh….akhirnya dia terkikik juga ya…sementara aku makin melongo…

Dia yang kami maksud itu adalah Nadine. Dan bukan hanya Abe yang kehilangan karena Nadine pindah ke Semarang, tapi aku juga kehilangan mb Santi, mamanya yang juga temenku di pengajian. Dan aku juga sukaaaa sama mamanya… Untunglah sekarang ada facebook, jadi masih bisa rame2an walaupun cuma di dunia maya…. ;-)

*tag mb Santi ahhh* :-D

:::...