Rabu, 28 April 2010

Mesin Cuci Cap Ulang Tahun

Mumpung masih emosi, aku tulis aja NOTE nya sekarang *hahahahah*

Secara aku ultah gitu ya, kalo inget wajah-wajah yang dulu pernah kuusilin, masuk akal dong kalo beberapa hari sebelum hari H aku udah meningkatkan kewaspadaan?? Kemarin sempat pasang status di facebook :

Sungguh aku tak mau GR, tapi mengingat semua wajah yang pernah kuusilin dimasa lalu itu, aku memang sudah sepantasnya SIAGA 1 menjelang hari besok itu. WASPADALAH! WASPADALAH! **Wawa MODE: ON**

Dan yang paling menyebalkan, semua orang nuduh aku GR!!!

Nah... Hari ini hari H....

Pagi-pagi tadi waktu morning routine berdua Mas Iwan, aku sempet cerita soal sms Mb Shiel yang tumben-tumbennya ngajak lunch, minta ditraktir lagi!! Padahal setiap dia ngajak makan, itu berarti ya dia yang traktir, kok ini aneh pake minta traktir segala?? Curiga dong....??

Lunch-nya baru nanti siang, jadi sekarangpun aku blum tau kelanjutan acara lunch itu nanti gimana wkwkwk

Habis akuk cerita soal sms mb Shiel, eh tiba-tiba ucluk-ucluk meluncurlah pengakuan dari MI. “Sebenarnya mb Levie tadi mau kasih surprise, dateng kesini dari Jakarta”

Hah??? Tuh kan???? *makin gak terima dibilang GR* Trus?? “Tapi gak jadi karena mendadak ada tugas kantor yang nggak bisa ditinggal.” Lanjut Mas Iwan.

Campur aduk deh aku. Antara mewek terharu dengan perhatian dan surprise mb Levie, juga seperempat nyukurin dia yang akhirnya batal surprisin aku *hihihihi* haduuhhhh suasana hatiku udah makin nggak enak aja, musti siap-siap kayaknya seharian ini bakalan dudul.

“Makane thooo, dadi uwong ojo usil-usil! (Makanya, jadi orang tuh jangan usil-usil!)” kata MI sambil uyek2 kepalaku yang udah mulai panas oleh curiga.

Jujur, aku juga nggak bisa nggak curiga sama dia. Terbukti sudah beberapa kali dia bikin surprise buat aku, bersekongkol dengan teman-temanku (lirik mb Maya, mb IYa, mb Levie, Wawa, Kak Mia, Titin, eh kok banyak ya?? uurrghhH!!). Apalagi pagi ini Mas Iwan terlihat sedikit terlalu maksa untuk antar anak-anak sekolah.

Rumah pun sepi setelah anak-anak berangkat...

Beberapa teman telpon, ucapin selamat ultah, doa ini itu (subhanallah, aminn atas semua doa yang indah itu), kemudian datanglah panggilan telepon itu...

Ngaku dari HE, toko elektronik langgananku. Nanyain soal mesin cuci yang kubeli sebulanan yang lalu. Soal kekurangan pembayaran.

Nah, waktu itu memang sempat ada kesalahpahaman antara aku dan pihak HE.Aku membeli mesin cuci merk dan type tertentu, tetapi rupanya pihak HE mengirimkan type yang salah, yang sebenarnya lebih mahal harganya. Hal ini baru mereka ketahui dua minggu kemudiannya ketika stock opname, dan setelah dua minggu itu mereka meminta aku memilih: mengembalikan mesin cucinya untuk ditukar dengan type yang kupesan (lebih murah), atau membayar kekurangan harga type itu (yang 400ribuan lebih mahal).

Suatu malam tim pengiriman mereka mengetuk rumahku. Sambil membawa mesin cuci baru type yang lebih murah, mereka berniat MENUKARnya dengan mesin cuci yang dirumahku. Sempat terjadi sedikit otot2an waktu itu (padahal aku orang yang paling deg2an lemes kalo diajak otot2an), karena ternyata setelah dua minggu itu terjadi penurunan harga. Ketika aku beli, type yang kuambil berharga Rp. 4.050.000 sedangkan type yang ternyata (salah) mereka kirim berharga Rp. 4.450.000. Nah dua minggu kemudian ketika kesalahan itu terdeteksi, harga sudah turun. Type yang kuminta berharga Rp. 3.500.00 dan type yang mereka kirim (yang sekarang ada dirumahku) berharga Rp. 3.800.000.

Dudul kan??
Waktu aku beli, aku sudah membayar senilai Rp. 4.050.000, tetapi dua minggu kemudian kalau mau mempertahankan mesin cuci yang ada dirumahku aku harus menambah Rp. 400ribu lagi untuk sebuah mesin cuci yang SAAT ITU hanya berharga Rp. 3.800.000????

Aku tentu menolak dan membuat tim pengiriman itu puyeng juga (walopun dia manggut2 mengerti melihat alasan dan posisiku). Untunglah masalah kemudian terselesaikan ketika manager (atau supervisor *lupa*) mereka menelepon.

Aku bilang aja “Ya kalo Bapak mau mengambil lagi mesin cuci dirumah saya, ya silahkan saja, cuman itu sudah dua minggu dipakai, sudah jadi barang bekas. Bapak mau?”

“Hah? Mesin cucinya sudah dipakai Bu??” katanya dari telepon seberang, terdengar kaget.

“Ya iyalah Pak!! Begitu datang ya sudah langsung dipakai wong saya beli itu karena punya saya yang lama emang udah rusak!” Gimana sih??

Fakta bahwa barang yang diinginkannya kembali sudah berubah menjadi barang bekas, akhirnya membuat si manager itu memutuskan untuk menyelesaikan masalah mereka secara intern saja, tidak melibatkan aku sebagai customer. Keputusan yang bagus!

Kembali ke panggilan telepon di hari ulangtahunku... Si penelepon mengaku sebagai manager baru, yang baru beebrapa hari bekerja, dan memutuskan untuk MEMBUKA kembali kasus salah kirim itu. Dia terang-terangan langsung memintaku untuk datang ke kantor HE dan melunasi KEKURANGAN PEMBAYARAN mesin cuci punyaku!

Yang membuatku tertarik pertama kali adalah suara peneleponnya. Sangat tertarik, seperti suara yang kudengar tiap pagi. Lalu kuintip lagi nomornya di id caller, 829xxxx. Nomor landline, bukan handphone. Aku apal banget tiga nomor awal itu, tiga nomor yang menggambarkan daerah darimana panggilan telepon dibuat. Aku apal karena nomor rumah mertuaku juga sama. Nomor kantor Mas Iwan juga sama. Nomor sekolah anak-anak juga sama, semua berawalan itu dan semua berada di kawasan yang berdekatan. Ini membuatku makin yakin dengan suara penelepon, karena nomor-nomor di Graha Pena pasti juga berawalan itu (karena tempatnya berdekatan dengan rumah mertuaku dan kantor suamiku dan sekolah anak-anakku kann???).

Belum semenit eyel2an dengan si penelepon, 90% aku yakin bahwa aku dikerjain Gokil HardRock FM yang kantornya ada di Graha Pena! Dan itu suara si Ivan penyiar! Gimana aku nggak apal wong tiap pagi aku denger??

Kuladeninlah dia *hahahaha* sambil membayangkan adegan aku cubit2 dan gablok2 Mas Iwan. Si Ivan rupanya tau aku sudah curiga, apalagi waktu dia tanya alamat lengkapku (mau ambil mesin cuci katanya, dan menagih udang sewa pakai mesin cucinya Rp.25.000/hari), dan aku malah nyolot “Alamat saya kan sudah ada disitu, ngapain Bapak pake nanya???”

“Alamat lengkap maksudnya.”

“Itu sudah lengkappppp!!!” teriakku.

Hahahahaha. Yang tadinya 90% yakin kalo aku dikerjain, langsung bulat jadi 100% kalo ini memang telepon usil! Apalagi nada suara penelepon tiba-tiba berubah, dan dia nggak panggil aku “Ibu” lagi.

“Eh kalo gitu kita ketemuan di mall aja yuukk?? Atau nanti saya kerumah kamu untuk ambil mesin cucinya??”

“Datang ajaaaaa!! Tapi aku nggak jamin bakalan bukain pintu yaa??!!”

“Gak papa, nanti saya buka baju kamu saja disitu”

Huwauhwuahuwhauhwuahauhuaw
DuduL!!!

Setelah terjadi baku hantam dan telepon ditutup. Aku langsung telepon Mas Iwan. Langsung ngomel-ngomel sedangkan Mas Iwan Cuma bales “I love You...muach... I Love You.. “

Kata-kata MI selanjutnya lah yang bikin aku mendadak berhenti ngomel dan langsung pengen PUP.

“Telepon Mbak Maya sana gih, dia juga berhak atas omelanmu itu”

*****S P E E C H L E S S**********




***
Ternyata, saat itu semua teman yang berhasil dihubungi Mb Maya, mendengarkan LIVE dari radio. &#$(@&*#()!*@!(*_(@#*@#. Yang didalam dan diluar negeri semua ikut mendengarkan LIVE.

DuduL ya!! Kata Mb Maya, Bunda Agustin yang dirumah (ternyata) gak punya radio, bela-belain nyalain mobil di garasi Cuma untuk dengerin radionya. Hahahahahah. Kezia dan Mb Mita yang di benua barat bahkan mendengarkan lewat streaming online juga loh! Astaganaga, jam berapa itu disana?? kalian pasti melekan sampe dini hari ya!!!

*takjub*

*gemess*

*terharu*

*sayang sama semua*

*pengen peluk semua*

*terakhir, mewek deehhh*

T_T


Oya, dan yang paaaling penting, AKU NGGAK GR!!!!

*gengsi bener dibilang GR*

:-P


:::::.....
Rekaman Gokil nya masih ada di MI, yang pingin mendengarkan ntar ya insyaAllah di upload ;-)
:::::.....

Senin, 12 April 2010

Ohh Listen To The Radio


Setiap berkendara sendirian, selain suara murattal dari pemutar CD, teman yang kerap menemani tentu saja radio. Frekuensi berapanya tergantung mood saat itu tentu saja. 

Entah kenapa, aku lebih menikmati radio daripada misalnya CD lagu koleksi sendiri. Mungkin karena kalau mendengarkan koleksi CD sendiri, list lagunya sudah bisa ditebak, sedangkan mendengarkan radio menyimpan potensi “kejutan” yang tersendiri. Kita akan merasa surprised ketika tiba-tiba terlantun lagu favorit lama yang populer waktu kita masih ABG dulu. Atau mungkin karena dari radio kita tidak hanya mendapatkan hiburan (musik), tetapi juga informasi yang seringkali menarik dan up to date.

Tergantung mood saat itu, tapi toh ada beberapa saluran radio yang paling sering kupasang di mobil. Itupun kalau aku sedang menyetir sendirian, dimana hakku untuk memilih apa yang diputar di mobil sepenuhnya ada padaku. Kalau ada suami dan (terutama) anak-anak, rasanya tak ada pilihan lain yang lebih kuinginkan selain melihat mereka gembira bisa mendengar apa yang mereka mau.

Kalau pas suami yang berada di belakang kemudi, radio favoritnya dia adalah saluran PAS (FM 104,3). Radio bisnis, tentu saja. Dan walaupun aku selalu memproklamirkan diri sama sekali bukan orang bisnis, tapi tak urung terkadang aku menemukan banyak hal menarik dari radio ini. Kadang cerita falsafah-falsafah dan tips bisnis yang disampaikan Tanadi Santoso, atau Tung Desem Waringin, atau James Gwee sangat bersifat universal. Pada beberapa cerita yang melibatkan karakter binatang sebagai analogi, Abe dan Bea bahkan menyukainya. Kalau anak-anak sudah menemukan cerita bisnis fabel begini, pasti dudul jadinya karena mereka inginnya cerita itu diulang lagi “Aku mau denger lagi!!” Lah, mana bisa, ini kan radio???

Kala sendirian, aku paling suka dengerin Metro Female  (FM 88.5). Pertamanya dulu suka karena saluran ini hampir 80 % berisi lagu, enak-enak pula. Diputarnya berbarengan di jam-jam aku menyetir sendirian pula. Pulang ngedrop sekolah anak-anak atau ketika berangkat menjemput. Tetapi kemudian aku makin suka karena info-info yang disajikan di saluran itu. Menurutku secara umum Metro Female adalah saluran khusus wanita yang paling bisa kunikmati. Nggak terlalu nyablak, nggak terlalu criwis, nggak terlalu ‘gaul’ dan juga nggak terlalu kemayu.  Daripada membahas mode dan pernik penampilan, mereka cenderung mengedepankan info yang lebih dalem, misal soal kesehatan, riset-riset terbaru dan lain-lain.
Seperti kemarin, aku sempat mendengar info tentang sebuah hasil riset di Kelley University di Indiana. Riset itu melibatkan dua kelompok partisipan yang diminta untuk memasukkan tangan mereka kedalam bak berisi air dengan suhu biasa, kemudian secara tiba-tiba memindahkan tangannya kedalam bak berisi air panas. Kelompok yang satu diminta untuk diam saja tanpa mengeluarkan satu patah kata pun sebagai reaksinya, sedangkan kelompok yang kedua diijinkan untuk MENGUMPAT. Ternyata hasil risetnya mengungkap bahwa kelompok yang diijinkan mengumpat ternyata bisa lebih lama bertahan di bak air panas itu daripada kelompok yang diam. Akupun jadi bertanya-tanya, adalah reaksi lain yang lebih efektif daripada mengumpat???

Kalau suasana hati sedang kurang ceria, aku tinggal switch  saja saluran radio ke HardRock Surabaya (FM 89,7). Sudah pada tahu dong dimana-mana radio HardRock itu seperti apa? Ancuuurrr!! Semua penyiarnya rata-rata juga ancuuurr!! Makanya kalau pas rada gloomy dan garing kurang bersemangat, aku selalu pantengin saluran ini. Apalagi pagi-pagi selalu ada penyiar Meiti disitu. Aku suka banget si Mei ini hahaha. Dia bukan hanya lucu dan gokil tapi juga kreatifnya nggak ketulungan. Suka menceploskan ide yang asli out-of the box banget. Bikin aku njeplak nggak keruan dengernya.

Seperti kemarin, ini Cuma satu contoh keciiilllll saja (satu saja) dari kegokilannya, dia pas on-air bareng penyiar cowo (lupa deh namanya, entah Ivan entah siapa ya). Trus mereka lagi seru ngomongin soal pernik-pernik pesta pernikahan. Salah satu yang menjadi omongan adalah make-up pengantinnya (khususnya pengantin wanita). Kata orang, perias yang bagus adalah perias yang bisa dandanin pengantin wanitanya sampe ”manglingi”....alias bikin pangling. Semakin tamu-tamu pangling lihat si penganten wanita, maka boleh dibilang perias itu makin ahli dan “sangar’ dalam mengerjakan tugasnya.

Nah si Meiti bilang, kalo begitu aja sih gampang.... Bahkan dia bilang kalo nanti dia menikah, nggak perlu itu sewa perias mahal-mahal paku juta-juta bahkan puluhan juta, apalagi pake puasa mutih 40 hari 40 malam segala. Kalo mau bikin pangling tamu-tamu sih gampang urusannya. Dia bakalan bisa tuh bikin dirinya sendiri manglingi di hari pernikahannya nanti. Caranya???

“Gampang!! Aku tinggal pasang kumis dan jenggot palsu di wajahku aja! Dijamin semua orang (bahkan suamiku) akan pangling lihat aku!!”




Minggu, 04 April 2010

[Cerita DuduL] Bicara Resiko Bisnis, MELIHAT Memang Beda Dengan MERASAKAN

Gara-gara komen di salah satu status teman, aku jadi teringat cerita ini...

Suatu kali, beberapa tahun yang lalu kami sedang menginap akhir minggu di Danau Sarangan. Menginapnya rame-rame bersama keluarga besar juga.  Nah ketika malam tiba, biasanya kan banyak yang nyamperin ke villa tuh, entah sekedar nawarin jualan sate kelinci, wedang ronde.....atau jasa pijit!

Selama ini, kalo sate kelinci dan wedang ronde kan selalu disambut antusias tuh sama semua orang, nah kalau jasa pijit beda, kebetulan kita belum pernah sekalipun nyoba pijit kalo menginap di Sarangan.  By the way, kita disini maksudnya ya Mas Iwan, karena kalau aku kebetulan nggak suka pijit, mungkin karena dirumah sudah jadi tukang pijit buat suami dan anak-anak kali ya hehehe.

Selain liburan bersama keluarga besar, weekend itu juga dimanfaatkan Kakung (bapakku) untuk meeting dengan beberapa kepala cabang yang juga datang dengan keluarga mereka. Malam itu meeting baru saja selesai,  suasana pun hangat dan bersemangat, pokoknya penuh dengan falsafah bidang usaha. Kerja keras, pantang menyerah, strategi bisnis dan sebagainya itulah. Mungkin karena ini juga akhirnya banyak orang yang ikut terpengaruh.

Ada seorang kakek tukang pijit yang dari sore sudah nyanggong disitu. Tidak juga menyerah menawarkan jasa pijit kepada siapa saja yang kebetulan lewat didepannya. Tetap duduk dengan santun dipinggir teras, diluar ruangan utama yang dipakai meeting. Mungkin dia ikut mendengarkan isi meeting, atau mungkin dia malah terinspirasi oleh meeting itu. Buktinya, dari sore sebelum maghrib, sampai saat meeting selesai dia masih betah loh tetap duduk disitu! Padahal waktu itu jarum jam sudah nyaris menunjukkan angka 10 malam!

Dan Mas Iwan rupanya sudah lama memperhatikan si kakek. “Hebat loh si kakek, pantang menyerah bener...mental usahawan sejati tuh...” komentarnya. Berpikir sebentar, kemudian dia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukannya ditempat itu sebelumnya. Si kakek boleh saja terinspirasi oleh meeting business yang tadi kebetulan dia dengar di ruang rapat, tapi rupanya Mas Iwan juga sangat terinspirasi dengan kegigihan si kakek.

“Aku mau minta pijit dia aja ah!”

Mas Iwan memang suka dipijit, jadi aku pun nggak berasa gimana-gimana dengan keputusannya itu. Diapun beranjak menghampiri si kakek yang tentu saja langsung berwajah ceria seketika. MI kemudian mengajak kakek masuk ke salah satu kamar yang paling pojok dan paling belakang dari villa. “Biar tenang dan nggak keganggu anak-anak yang pada nganciil itu” kata Mas Iwan sambil ‘cuma’ berpesan supaya aku bikinkan teh panas buat dia dan si kakek.

Waktu beberapa puluh menit kemudian aku mengantarkan 2 gelas teh panas ke kamar itu, MI sedang tidur tengkurap, dan kliatan rileks banget. Matanya sudah sayu pertanda dia bisa sewaktu-waktu ketiduran. Wah, rupanya oke juga nih si kakek, buktinya MI sampai terkantuk-kantuk begitu.

Sejam berlalu, lalu MI pun keluar kamar dan menghampiri kita yang sedang ramai mengobrol di ruang utama. Wajahnya cerah sekaligus rileks. Sambil merentangkan tangan, dia mulai melakukan strategi mouth-to-mouth untuk mendukung bisnis si kakek.

“Uenakkk lohh pijitannya!!! Aku sampai ketiduran nggak keruan tadi. Ada yang mau dipijit lagi?? Mumpung mbahnya masih disini?? Mas?”

Melihat MI begitu puasnya dipijit (sungguh iklan yang menggoda), salah seorang kepala cabangnya Kakung, sebut sama Mas R, rupanya tertarik untuk mencoba produk yang ditawarkan. “Bener enak mas? Kalo gitu aku coba ah!”  dan Mas R pun ngeloyor masuk ke kamar yang didalamnya masih terdapat si kakek, yang pasti berwajah ceria lagi karena sambil menunggu customernya tadi  ambil uang untuk membayar, eh ternyata ada customer baru lagi yang datang.  “Business is gooooddd...” begitu mungkin pikirnya, mirip salah satu dialog di serial Godfather, wkwkwkwk.

Adegan berikutnya, kutulis berdasarkan cerita dari Mas Iwan.

Jadi setelah ambil uang di kamar kami, MI balik ke kamar pijit untuk memberikan uangnya kepada si kakek. Apa yang ditemuinya ketika dia sampai di kamar itu, kemudian disadarinya tak lebih adalah sebuah resiko dari sebuah keputusan bisnis yang tadi diambilnya. Ya, seperti sudah disadarinya bertahun-tahun, semua keputusan bisnis pasti mengandung resikonya sendiri-sendiri.  Dan dalam analisa memperhitungkan resiko (sebelum mengambil sebuah keputusan), selalunya seorang businessman harus bisa mengandalkan ‘feeling’nya.  Itu, Mas Iwan juga pasti sudah lama paham.

Masalahnya, sometimes ‘to feel’ is something way different than ‘to see’ ....

Mas Iwan, ketika balik ke kamar pijit itu, jelas-jelas melihat Mas R sedang asyik dipijit dengan posisi tidur telungkup, punggung terbuka tak berbaju, wajahnya rileks dengan mata merem, persis seperti yang dilakukan Mas Iwan sebelumnya ketika dia sedang dipijit. Yang tadi pasti luput dari pandangan MI, adalah apa yang dilakukan si kakek tukang pijitnya....

Sebentar-sebentar, sekitar 10 detik sekali, sambil terus memijit punggung Mas R, si kakek terlihat mengarahkan telapak tangannya ke arah mulutnya sendiri. Rahangnya terlihat bergerak-gerak, macam gerakan mengunyah tapi juga mengumpulkan sesuatu. Suatu cairan lebih tepatnya, mungkin cairan ajaib  yang kemudian dia tumpahkan dengan lembut dan tanpa suara ke telapak tangannya. Yup, langsung, fresh from the mouth.  Cairan yang (kalau melihat ekspresi Mas Iwan sihhhh) tadinya pasti (pasti!) dikira semacam minyak urut oleh MI.

*berdoa sungguh-sungguh semoga para pembaca tidak ada yang sedang atau mau akan makan ketika membaca tulisan ini*

Oya, soal ekspresi Mas Iwan itu, terus terang aku juga kehabisan kata-kata untuk menggambarkannya. Yang jelas aku hanya merasa kasihan pada Mas R, itu saja... :-D



Kamis, 01 April 2010

Tempat-Tempat Mustajabah [Part 2]

Sambungan dari Tempat-Tempat Mustajabah [Part 1]

***

Seperti sudah kutulis di Bagian 1 sebelumnya, sebelum mengunjungi tempat-tempat mustajabah untuk berdoa yang selalu bersesakan itu, Mas Iwan selalu membekaliku dengan berbagai strategi. Apalagi kalau aku harus maju sendirian. Ada beberapa tempat yang memang dipisah antara laki-laki dan perempuan, seperti di roudhah contohnya, atau kalau kita ingin mencium hajar aswad, maka khusus untuk para wanita disediakan jalan tersendiri (merapat dari arah pintu Ka’bah) supaya tidak berdesakan bercampur dengan para jamaah lelaki. Selain itu sebelumnya diperlukan juga persiapan fisik, makan yang cukup, minum yang cukup dan tekad serta semangat yang cukup. Cukup besar maksudnya *nyengir tapi serius*.

Jadi inilah kisahku setiap kali. Berangkat dengan rencana yang sudah strategis, berbekal hati dan mulut yang penuh dengan dzikir dan shalawat. Mari kita ambil contoh saja pengalaman ketika umrah terakhir kemarin, waktu aku berniat merapat ke dinding Ka’bah. Mencium hajar aswad, berdoa di multazam pas dibawah pintu Ka’bah, dan kalau memungkinkan nanti shalat di setengah lingkaran Hijir Ismail. Sebelum merapat kukirim shalawat untuk Rasulullah, Al-Fatihah untuk Ibrahim as, Ismail as, tak lupa ibunda Siti Hajar.

Radius kira-kira 5 meter dari Ka’bah, akhirnya aku bisa terbebas dari arus orang-orang yang berthawaf. Tetapi didepan situ, jelas-jelas lebih padat arusnya, tepat didepan mataku sedang riuh berdesakan orang-orang yang merangsek ke dinding Ka’bah. Dan jauh lebih padat lagi yang berdesakan didepan Hajar Aswad.

Dari sini sudah bisa terdengar suara-suara mereka. Sebagian besar adalah suara dzikir, karena nama Allah tersebut dimana-mana. Tapi jangan dikira cuma itu. Banyak juga suara teriakan protes, karena melihat ada orang lain yang sangat ambisius mendekatkan tubuhnya ke Hajar Aswad, sampai harus mendorong-dorong jamaah lainnya. Terkadang orang yang diteriaki membalas dengan teriakan yang tidak kalah garangnya. Saling teriaklah kemudian, dengan tangan mengacung-acung keatas pertanda emosi sudah terlibat. Dengan bahasa yang tak kumengerti (tebakanku sih bahasa Arab) tapi dari bahasa tubuh dan ekspresi wajah mereka jelas sekali terpampang ambisi itu. Dua atau tiga kulihat wajah-wajah mungil ras Melayu, cenderung pasrah ketika mereka terdesak tubuh-tubuh yag lebih besar.

Kepalaku masih mencoba mengulang-ulang terus strategi yang dibekalkan Mas Iwan padaku tadi. “Kamu pegangan pada kiswah yang digulung memanjang dibawah pintu Ka’bah itu ya Nduk, trus merambat dari situ kearah hajar Aswad. Kamu akan berada tepat dibawah petugas yang berdiri diatas itu, jadi kamu bakal aman.” Oke. Akupun mengucap bismillah dan melangkah memasuki kerumunan yang berdesakan itu.

Selangkah, riuh semakin dekat. Beberapa langkah kemudian tubuhku sudah mulai merasakan himpitan-himpitan yang lumayan intens. Dari segala penjuru. Dari arah belakang adalah orang-orang yang bertujuan sama denganku (mendekat Hajar Aswad). Dari arah depan adalah orang-orang yang sudah selesai mencium Hajar Aswad dan berniat keluar dari kerumunan. Belum lagi dari kanan kiri dan diantaranya. Mas Iwan tetap mengawasi dari kejauhan karena arah ini memang khusus hanya untuk jamaah perempuan, untuk lebih melindungi supaya tidak berdesakan dengan para jamaah laki-laki. Mulutku tak berhenti berucap “Allah...Allah...Laa Ilaaha Illallah..”

Dan begitu saja....

Begitu saja semua strategi yang dijejalkan Mas Iwan kepadaku tadi seolah menguap entah kemana. Kepalaku mendadak terasa ringan melayang. Yang ada di kepalaku hanya keheningan, dan satu suara berdebam. Suara berdebam-debam yang kurasakan sangat dekat seiring keheningan yang kurasakan di telinga dan kepalaku. Suara itu bukan berasal dari kuatnya desakan badan orang-orang disekitarku yang mulai menghimpit badan. Bukan. Datangnya dari dalam tubuhku.

“Allah...Allah...Laa Ilaaha Illallah..”

Apakah suara itu terucap juga dari mulutku? Karena rasanya suara itu juga memenuhiku dari dalam. Seolah ada seseorang didalam tubuhku yang meneriakkannya, memenuhi semua sel-sel dalam tubuhku yang hening, melesakkannya kearah luar sehingga tubuhku penuh dan membengkak dengan suara itu.
“Allah...Allah...Laa Ilaaha Illallah..”

Sedetik inderaku berfungsi. Kutemukan telingaku mendengar diriku sendiri mengucapkan nama itu dengan suara bergetar hebat. “Allah...Allah...Laa Ilaaha Illallah..” Mataku sudah basah. “Allah...Allah...Laa Ilaaha Illallah..” Badanku rasanya penuh, hatiku membuncah.

“Allah...Allah...Laa Ilaaha Illallah..”

Dan tiba-tiba tanganku sudah mengelus kiswah pembungkus dinding Ka’bah. Debam-debum di hati sudah tak tertahankan lagi. Hatiku rasanya penuh dan ringan disaat yang sama. Ada banyak hal yang terasa melayang meninggalkan tubuh ini saat itu. Banyak hal, salah satunya yang pasti adalah air mataku. “Allah...Allah...Laa Ilaaha Illallah..” Aku pun runtuh disitu... Tak mungkin ada kata-kata yang bisa menjelaskan bagaimana rasanya waktu itu. Saat itu, hidupku di dunia ini jadi terasa sangat bermakna dan sangat tidak berharga disaat yang sama. “Allah...Allah...Laa Ilaaha Illallah..”


Aku menikmati. Aku menyerahkan diri. Aku tak melawan apapun. Desakan, dorongan, himpitan, tarikan di ujung kerudungku, teriakan jamaah dalam berbagai bahasa yang tak kumengerti. Aku merasa berada di tempat paling damai yang pernah kutemui. Ya Allah... “Allah...Allah...Laa Ilaaha Illallah..”

Yang kuingat ketika entah bagaimana ceritanya aku tersungkur mencium Hajar Aswad adalah bahwa aku tidak boleh berlama-lama melakukannya. Terlalu banyak pengantri yang ingin berbuat sama. Belum lagi didepanku ada seorang wanita India yang sudah tua dan nyaris terinjak karena jatuh dan tidak bisa menemukan jalan untuk keluar. Kuraup saja bahunya, supaya dia ikut tertarik badanku ketika aku nanti menemukan jalan keluar. “Allah...Allah...Laa Ilaaha Illallah..”

Ketika bertemu Mas Iwan, dia sedang berteriak-teriak menyuruhku melepaskan ibu itu, karena aku nyaris ikut terhuyung kebawah dan terinjak karena melakukan itu. Aku menunggu sampai kami keluar dari kerumunan, baru kulepaskan dia. Dengan menangis haru si Ibu meraup dan mencium wajahku, dan melihat ini Mas Iwan akhirnya terdiam. Dia hanya bilang “Aku takut sekali tadi, karena kepalamu nggak kelilhatan waktu kamu terhuyung jatuh, aku takut sekali kamu akan terinjak disana!”

“Aku gak papa, Mas.” Jawabku sambil masih tergugu merasakan debam hatiku yang membuncah ruah tadi. “Allah...Allah...Laa Ilaaha Illallah..” Dan aku kembali merapat lagi, ke multazam, shalat di hijir Ismail, berpuas-puas menciumi kiswah yang bagai candu membuat getar dihatiku semakin dahsyat tetapi damai disaat yang sama. “Allah...Allah...Laa Ilaaha Illallah..” Tak akan ada kata-kata yang bisa menggambarkannya. Bahkan doa-doa yang tadi kuniatkan untuk kupanjatkan, tak tahu entah kemana perginya. “Allah...Allah...Laa Ilaaha Illallah..” Hanya itu yang sanggup kuucapkan tanpa henti dengan mulut bergetar dan airmata yang membanjir.

Nikmat dan damainya sungguh tak bisa ditandingi oleh apapun.....APAPUN.

***


Aku jadi teringat tulisan peringatan yang dipasang besar-besar didepan Raudhah di Masjid Nabawi. Dalam tiga bahasa, Inggris, Arab dan Melayu. Intinya himbauan supaya jamaah sabar dan tertib, agar usaha mereka untuk memasuki Raudhah tidak sampai menyakiti jamaah lain.

Mungkin jarak masih sekitar 50 meter jauhnya dari Raudhah ketika desakan dan himpitan mulai kami rasakan. Waktu itu aku pergi berdua Ibukku. Sama dengan cerita Hajar Aswad diatas, macam-macam yang kudengar. Shalawat kepada Rasulullah yang paling lantang terdengar, tetapi disela-sela itu ada juga nada protes kenapa rombongan yang itu diperbolehkan masuk duluan?? Sampai kapan kita disini?? Ini sudah hampir 10 menit kita tidak bergerak!! Halooo!! (Aku jelas sekali mendengarnya memprotes ke petugas masjid yang mengatur antrian, karena terlontar dari seorang jamaah Indonesia, dengan bahasa Indonesia dan tangan teracung-acung pula). Aduh Ibu, tak sadarkah bahwa teriakan2 Ibu sudah mempengaruhi orang-orang disini yang akhirnya ikut gelisah? Astaghfirullah...

Makin mendekati Raudhah, makin sesak dan kalutlah keadaan. Saling dorong, saling teriak sudah terjadi. Sambil terus bershalawat dan justru sedikit terhibur melihat tingkah orang-orang ini *nyengir*, tiba-tiba saja aku teringat rumah. Subhanallah. Rumah. Disitu saat itu, terasalah betapa rumah dan anak-anak yang kutinggalkan begitu jauhnya.

Kemudian aku menoleh kearah makam Rasulullah yang masih jauh, tetapi sudah kelihatan dari sini. Assalamualaika Yaa Muhammad Rasulullah... Assalamualaika Yaa HabibAllah... Rumah memang terasa sangat jauh, dan kerumunan orang-orang ini terasa makin mendesak, tetapi ada sesuatu yang terasa sangat dekat.

Aku sudah disini. Di dalam Masjid Nabawimu. Mengucapkan shalawat kepadamu sambil memandangi makammu. Berharap malaikat akan menyampaikan salamku kepadamu wahai manusia terbaik kekasih Allah. Berharap masih tersisa tempat untukku mendapat perlindungan shafaatmu di hari kiamat.

Dan begitulah, kutemukan lagi keheningan itu. Debam-debum didadaku. Bibir yang menggetarkan shalawat tanpa bisa kuhentikan seiring airmata yang membuncah. Aku tak perduli lagi kalaupun aku harus berada selama apapun disini, tak bergerak. Aku sudah disini. Dan disini nikmat sekali. Damai sekali. Terasa dekat sekali denganmu Yaa Rasulullah...

Banyak sekali kubaca tentang cerita sufi dan kondisi trans mereka ketika hati mereka menemukan Allah dan RasulNya. Aku cukup tahu diri bahwa yang kurasakan bukanlah itu. Yang kurasakan, mungkin hanya secuil debu dari bongkahan gunung kenikmatan yang dirasakan para pecinta Allah itu, ketika mereka merasakan hati mereka terbuncah penuh dengan nama Allah dan Rasulullah. Tetapi yang pasti, aku sempat bertanya-tanya apakah aku akan mendapat kesempatan mengalami lagi semua itu? Demi Allah, aku harap iya. Dan pertanyaan ini mungkin sudah terjawab karena seiring waktu ketika aku kembali lagi berkunjung ke Baitullah, aku selalu mengalaminya. Lalu, pertanyaanku selanjutnya adalah “Akankah aku bisa mengalaminya bahkan ketika aku sedang berada disini? Di tanah air? Di rumahku? Di keseharianku?

Itu, rasanya usahaku sendiri yang akan menjawabnya. Kata bait Bimbo “aku jauh Engkau jauh, aku dekat Engkau dekat” cukup memberi semangat. Aku percaya, kalau aku selangkah saja mendekat kepadaNya, maka Allah akan lebih jauh lagi mendekat kepada hati kita bukan?
Ya Allah Ya Tuhanku, maka aku mohon kepadaMu, penuhilah selalu hatiku, hati keluargaku, dan semua keturunanku dengan namaMu. Penuhilah kami setiap waktu, jangan biarkan apapun menjauhkan dan memisahkan kami dariMu, Ya Allah... Laa Ilaaha Illallah... Muhammad Rasulullah...


***

Oh ya, meneruskan cerita diatas, ketika sampai ke Raudhah, kami (aku dan ibukku) sudah kucel berat karena terhimpit dan berdesakan lebih dari sejam. Ketika menjaga ibukku yang shalat di tempat sesempit itu ditengah desakan dari berbagai arah, aku sadar bahwa aku tidak akan bisa membiarkan diriku shalat di situ. Tidak karena kalau aku shalat, berarti aku akan membiarkan ibukku berjuang seperti ini menjagaku dari terinjak dan tertabrak jamaah-jamaah yang kebanyakan bertubuh besar ini.

Setelah beliau selesai shalat, Ibuk segera merentangkan tangannya untuk gantian menjagaku shalat. Baru begitu saja Ibuk sudah terhuyung kesana-sini. Aku lalu mengajaknya untuk keluar. Seorang askar bertanya kepadaku “Shalat Yaa Hajjah???”

“No, I cannot let my mother guide me like that, No!” dan si askar tersenyum mengangguk. Lagian, kemarinnya aku juga sudah mengunjungi Raudhah dan sudah sempat shalat disini.

Tapi Ibuk terlihat tak rela. Dan yang membuat aku lemas adalah ketika di pintu keluar, Ibuk menangis tergugu sambil memelukku erat. “Oalah Nduuk... Kamu jadi nggak bisa shalat di Taman Surga gara-gara Buk’e”

MashaAllah...
Aku jadi ikut tergugu...
Airmata Ibuk itu, demi Allah itu juga Taman Surga buatku Buk....



Dan Tempat-Tempat Mustajabah itu,
Ternyata seringkali berada tak begitu jauh dariku...
Bisa saja ada dihatiku sendiri, juga di hati Ibukku....
Wallahua'lam bishawab

****