Kamis, 24 Maret 2011

Note Untuk Maria Mercedes

Jumat, 25 Maret 2011

 

Alhamdulillah kemarin siang kami berlima bisa ngumpul lunch bareng lagi. Siang sehabis ngaji tarjim, aku, Mbak Cindy dan Mbak Mona menyusul Bunda Agustin dan Mbak Sishiel yang sudah menunggu di Sutos. Kebetulan minggu itu Mbak Shiel dan Mbak Mona ulangtahun, jadilah kami yang  lain sudah menolak membayar dari awal. Akibatnya, kami yang tidak mau membayar ini kudu rela dipelototin Mbak Sishiel tiap kali menunjuk gambar  masakan yang berharga mahal di buku menu. Padahal kami baruuuuu saja menunjuk, belom order *nangis geru-geru*.

Wkwkwkwk. Bercanda kok. Kami akhirnya mendapat semua menu yang kami inginkan kok. Hehehe.

Kalo obrolan sudah berjalan, perut dan rahang pun mulai kaku karena tertawa. Mentertawakan siapa lagi kalau bukan diri kami sendiri. Dan ada bagian obrolan yang siang itu membuat kami asli meledak gak karuan sampai perut kaku mulas tak tertahankan.

Entah siapa yang memulai bercerita dan apa pencetus cerita ini mengalir, aku sudah lupa. Kalau nggak salah waktu itu Bunda Ag menceritakan pengalamannya ketika dulu masih bekerja kantoran. Dia bercerita bahwa kalau ada customer datang dan duduk didepanya, maka tugasnyalah untuk menyambut dengan sapaan “Selamat Pagi (atau siang, atau sore), ada yang bisa saya bantu??” plus senyum loplinya itu.

Nah, kebetulan hari itu tidak ada satupun customer yang datang, tetapi banyak sekali customer yang menelepon. Sehingga praktis seharian itu kata-kata yang bunda sering keluarkan dari mulutnya adalah “Halooooo??” sampai berpuluh kali. Sorenya, tiba-tiba saja ada satu customer yang datang dan ketika duduk di depan meja bunda, kontan bunda menyambutnya dengan sapaan yang latah : “Halooooo??”

Wahahahaahahahah

Kita jadi ingat cerita waktu Mbak Sishiel menggiring anak-anak nonton bareng film Karate Kid dulu. Seperti biasanya, dengan lugasnya Mbak Sishiel memberikan pesan pada anak-anak sebelum film dimulai. Tapi kali ini ada yang aneh dalam pesannya.

Mbak Shiel :  “Anak-anak, nanti kalau ada adegan kekerasan atau ciuman gitu, semuanya cepat-cepat tutup mulut kalian yaaa”

Anak-anak : Iya Buk....*patuh tapi tak urung wajahnya pada bingung*

Mbak Shiel : :”Eeehhh kliruuuu....tutup MATA maksudnyaaaa hihihihihihi”

Baru deh anak-anak bisa ketawa. Huahuahuahuahuahahahah! *bogem mb Shiel*

 

Bicara soal telepon dan kesalahpahaman, tiba-tiba saja Mbak Mona bercerita tentang kebiasaan generasi-generasi manula di tempat asal suaminya. Kata Mbak Mona, ada kakek-kakek yang terbiasa rapi jali ketika bertemu dengan seseorang ataupun menjamu tamu yang datang kerumahnya.

Nah, suatu kali ketika si kakek sedang bersantai dirumah, tiba-tiba handphonenya berbunyi. Dia angkat handphone, ternyata dari seorang kenalannya. Baru saja mengucap salam, si kakek permisi dulu kepada si penelepon. Dia meminta si penelepon menunggu dan jangan menutup teleponnya karena ada hal penting yang harus dia lakukan. Ternyata si kakek buru-buru pergi masuk ke kamarnya, mengganti baju dengan pakaian yang rapi, menyisir rambutnya serapi mungkin, setelah itu baru mengambil kembali teleponnya untuk meneruskan pembicaraan. Huahuauahuahua aku yang keluar rumah saja nggak pernah rapi, asli malu deh ama integritas si kakek ini. Salut Kek! Wkwkwkwkwkw!

 

Yang paling bikin kami berlima ngakak, Mbak Mona kemudian bercerita tentang telenovela.

Jaman dulu kan lagi musim tuh telenovela berseri macam Isaura, Maria Mercedes, dan lain-lain itu. Nah saat mengikuti jalannya cerita-cerita itu, banyak sekali ibu-ibu yang jadi lebih semangat shalat tahajjudnya. Semangat puasa Senin-Kamisnya. Semangat beribadah deh pokoknya. Dan alasan yang mereka kemukakan adalah ini...

“Pokoknya kita mendoakan Maria Mercedes supaya pas serialnya tamat nanti, dia bisa menikah dengan Jorge Luis”

Whuakakakakakakakakakakakakakakakak!!


Jumat, 04 Maret 2011

Akhirnya... Kulihat Mbak Sishiel Pun Menangis

Kemarin itu, di sekolah Abe ada acara Jalasah Ruhiyah. Hari itu semua anak kelas 4 diinstruksikan untuk melaksanakan puasa Kamis. Jam pulang merekapun tidak seperti biasanya jam 4 sore, tapi sekolah menginstruksikan para walimurid untuk menjemput anak-anak ba'da Isya'.

Selain instruksi untuk menjemput jam 19.30 malam itu, kami walimurid juga mendapat pesan tertutup dari sekolah. Isinya, kami diharap kedatangannya jam 18.50 untuk acara "sungkeman" gitu. Tertutup, karena kehadiran kami direncanakan akan menjadi kejutan buat anak-anak.

Tahun demi tahun, acara ini terkenal karena kemampuannya selalu sukses membuat orang-orang mewek, bukan saja para walimurid tetapi juga anak-anak bahkan yang sehari-hari biasanya cool dan cuek bebek sekalipun.

Oke. Bahwa aku tukang mewek, semua sudah tahu itu, jadi nggak perlu dibahas lagi. Kali ini aku dan Wawa di twitter memilih untuk bertaruh : akankah preman kesayangan kita si Mbak Sishiel nanti bakalan mewek?? Sepertinya, Wawa pegang TIDAK YAKIN, dan aku pegang TIDAK TAHU. Wahahahaha taruhan macam apa ya itu?? *bogem Wawa*

Malam itu, disekolah ketika kami walimurid berkumpul, kita sibuk menerka-nerka apakah anak-anak kita nanti bakal mewek apa enggak. Suasana renyah dan penuh tawa karena belum-belum sudah geli aja membayangkan bagaimana kira-kira nanti jadinya.

Kemudian tibalah saatnya kami memasuki aula sekolah. Ketika pintu besar aula dibuka, keadaan didalam mencekam banget. Didalam aula gelap gulita, kami tidak bisa melihat apa-apa, tetapi masya Allah....sekujur tubuhku sudah merinding karena satu-satunya suasana yang terekam adalah suara anak-anak kami yang didalam. Ratusan macam isak tangis anak-anak kami bercampur menjadi satu. Ada yang menyayat hati, ada yang menggerung-gerung, ada juga yang tertahan-tahan suaranya. Bahkan sekarang ketika menuliskan ini, detik ini badanku masih merinding dan dadaku terasa sesak kembali.

Airmataku sudah jebol ketika pelan-pelan dalam gelap kami diarahkan ke barisan sesuai kelas anak-anak. Dengan senter kecil beberapa ustadzah menunjukkan papan kelas kami masing-masing. Aku pun terpisah dari mbak Shiel dan Bunda Agustin karena mereka menuju kelas Adel dan Shafa di kelas putri sementara aku ke kelas putra, kelasnya Abe.

Isak tangis anak-anak makin jelas terdengar dan membuat hatiku semakin bertalu-talu. Airmataku semakin tumpah ruah. Sekarang ketika kami sudah diam menunggu seperti ini, makin terasa lah isakan mereka menjelma nyata menjadi nyanyian kerinduan yang amat dalam.

Dengan berlatar suara tangisan anak-anak, masih terdengar suara ustad keras-keras membahanakan doa "Ya Allah....ampunilaaahhhh dosa-dosa Ibu dan Bapak kamiii.... Sayangilah mereka Ya Allahh...seperti halnya mereka menyayangi kami sejak kami kecil...."

Lalu BYAAR...!! Tiba-tiba semua lampu dinyalakan.

Serta-merta anak-anak mulai sadar bahwa ada barisan orangtua didalam aula itu. Sontak berlarianlah mereka menuju barisan kami. Ada yang dengan cepat menemukan dan menubruk ibunya, menyatu dalam peluk tangis. Ada yang celingukan dengan wajah merah dan mata berbalur airmata mencari-cari dimana sang ibu berada.

Yang ada di pikiranku hanya satu, Abe. Beberapa saat kemudian kutemukan wajah bulat kesayanganku itu...dengan muka merah berbalur airmata, dia sontak berlari menerobos kawan-kawannya begitu melihatku. "Maafin Abe ya Ibuuuukk.... Huhuuuuu" Dan kamipun bersatu dalam sebuah pelukan indah penuh cinta dan keharuan yang tentu tak bisa kutuliskan disini. "Ibuk sayaaanngg sama Abe" cuma itu yang bisa kuucapkan berkali-kali sambil menghujaninya dengan ciuman di sekujur wajah dan kepalanya.

Subhanallah... Kuatkanlah aku dalam mengemban tugas titipanMu ini Yaa Allah...

*ngetik sambil mewek*

Selesai acara, anak-anak kembali dipanggil untuk penutupan. Kamipun kembali keluar dari aula, dan aku bergabung kembali dengan ♏ba Shiel dan Bunda Agustin.

"Naaaaaaa!!!!" telunjukku sontak tertuju ke ♏ba Shiel ketika kulihat matanya merah berair. Dan Bunda Ag juga! "Mewek juga akhirnya kaannn???"

Keluarlah pembelaan mereka. Sebuah pembelaan yang membuat aku tak bisa apa-apa lagi. ♏ba Shiel pun cerita....

"Adel mewek Be....tapi aku enggak koook! ♏ba Agustin juga tadi nggak mewek tuh waktu ama Shafa, kita kan tegaarrr! Gak kayak ​kα♏ŭ mewekan!"

"Laaahhh lalu??" kutunjuk lagi mata premannya yang berair.

"Pas aku selesai peluk Adel, tiba-tiba Fitry muncul didepanku.....apa yang harus aku lakukan coba??"

Aku tercekat. Mendengar nama Fitry, sudah cukup menjelaskan semuanya... Tanpa bisa kubendung, dadaku pun langsung sesak.

Aku pernah menulis tentang Fitry, mungkin ada yang masih ingat. Dulu ketika duduk di bangku TK A, Fitry kehilangan papanya yang meninggal karena leukemia. Kami yang kebetulan mengenal dengan baik mamanya, semua ikut berduka. Kira-kira setahun kemudian, kami juga ikut berbahagia ketika sang mama menikah kembali. Dan tak terbayangkan perasaan kami semua ketika hanya dua tahun kemudian kami mendapat kabar bahwa sang mama juga menderita kanker getah bening, dan beberapa bulan kemudian ketika Fitry duduk di kelas 2, sang mamapun juga dipanggil Allah menyusul papanya.

Bagaimana tidak tercekat aku membayangkan cerita mbak Shiel....?

"Tiba-tiba saja Fitry ada didepanku Be, sambil mewek celingukan dan seperti kebingungan melihat teman-temannya pada berpelukan dengan orangtua masing-masing??"

:'(

"Aku trus tanya... Fitry dijemput siapa Nak??...Dijemput nenek jawabnya... Tapi si Nenek rupanya belum datang..." lanjut ♏ba Shiel. Hari itu jam itu memang kabarnya jalanan pada macet. Beberapa teman walimurid juga agak telat datangnya karena alasan yang sama.

"Sini peluk Tante dulu aja sini Naaakkk" lanjut ♏ba Shiel sambil mengulurkan tangannya. Kata ♏ba Shiel, Fitry langsung memeluknya, dan menangis sesenggukan didadanya.

Akhirnya pertahanan ♏ba Shiel pun pecah. Ya Allah, siapa yang enggak?? Adel kembali berpelukan bersama ibunya dan Fitry. Bunda Ag yang berada disamping ikut pecah menangis. "Kalo sama yang ini aku gak kuaattt, huhuuuuu" diciuminya tangan Fitry bertubi-tubi sambil mereka berpelukan.

"Aku nyari-nyari ​kamu Be, tapi untung juga ​kamu nggak deket-deket kita, bisa pingsan kamu liatnyaaaaaaa!!"

Huhuuuuuu, iya mbak. Ini saja sekarang aku menulis note dengan berurai airmata. Ya Allah, doaku sesak untuk anak itu. Dan sejak semalam, aku jadi sangat amat berjuta lipat merindukan ibuku sendiri. Betapa dalam nikmat yang Allah berikan karena masih mengijinkan aku melihat kedua orangtuaku sampai detik ini.

Tadi pagi akhirnya kita mewek online bersama lagi karena cerita Fitry. Wawa mewek...Meri ikut mewek...Kak Mia meninggalkan tuna didapur dan ikut mewek juga... Pokoknya acara taruhan batal, karena ♏ba Shiel sekalian bandar-bandarnya mewek semua.

Temans, ada yang mewek juga? Kalau iya, baca deh pesan Mbak Shiel tadi. Mbak Sishiel yang juga sudah ditinggal ayah dan ibunya sempat menulis "Bersyukur banget buat yang masih punya ortu. Sering-sering meminta maaf yaa..."

Iya mbak.... Insya Allah...
Makin sayang deh sama Mbak Sishiel...
Huhuuuuuuuu.... *peluk*

Alhamdulillah Ya Allah... Robbigfirli wali walidayya warhamhuma kamaa robbayani soghiro..

*Mensyukuri detik ini dengan amat sangat karena sekarang ini ketika aku menulis ini, Ibuku tercinta sedang dalam perjalanan dari Tulungagung ke Surabaya untuk menghabiskan weekend bersama kami disini. Ya Allah mudahkan perjalanan beliau, aamiinn*