Huaahhhh!! Dua minggu lebih aku nggak sempat nulis apa-apa. Sangat sedikit juga waktu blogwalking ke teman-teman. Rasanya jari sudah ngejer aja pingin ketak-ketik lagi. Apa daya, banyak sekali tugas menumpuk dalam waktu yang hampir bersamaan. Tapi lumayan, badan agak sedikit lebih langsing jadinya, walaupun punggung sering pegal juga karena kebanyakan nyetir kesana-kemari dan nyaris tak ada waktu sama sekali untuk sekedar meluruskan postur lagi dengan yoga.
Hmm...cerita apa ya enaknya kali ini?? Habisnya, banyak sekali kejadian yang jadi terlewatkan nggak ketulis.
Oh ya, ada! Oke, kali ini aku pingin cerita soal TELEVISI. Ini sedikit kisah unik tentang sejarah pertelevisian dirumah tangga kami hehe bahasanya rek!
Lebih dari 12 tahun menikah dengan Mas Iwan, kami memulai rumah tangga kami nyaris dari nol. Dua tahun pertama pun MI terpaksa memendam dalam-dalam gengsinya dan mau tinggal menumpang di rumah ibu bapaknya (mertuaku). Nah, kira-kira sekitar setahun pernikahan, ketika usaha kecil yang dirintis MI sudah mulai berbuah, akhirnya kami bisa membeli TV kami sendiri. Senang sekali dong, soalnya TV itu benar-benar bisa menemani hari sepiku saat itu, yang sepulang kuliah biasanya hanya menghabiskan waktu di paviliun rumah mertua.
Aku masih ingat, TV itu merknya JVC (waktu itu pas diskon, makanya trus kami beli), ukurannya 21 inch (karena diskon juga, budget kami yang awalnya mau beli 14 inchi akhirnya dengan sedikit overbudget saja kami sudah bisa beli yang ukuran lebih besar), warnanya perpaduan hitam dan abu-abu dengan model yang simpel (makanya aku suka).
Duhh, bangganya kami saat itu, istilahnya inilah barang elektronik pertama yang kami beli bersama, dan kami merasa bahwa kami sudah mendapatkan best deal, karena ternyata kualitas TV nya termasuk bagus. Bahkan setelah itu kami sempat menjadi marketer gratisan buat merk JVC, bilang ke banyak orang betapa JVC ini merk kuda hitam yang nggak terlalu dikenal, padahal kualitasnya nggak kalah dengan merk besar lainnya. Hihihi dudul banget ya, baru aja ngerasain punya 1 item, sudah sok tau bener.
Tahun kedua, alhamdulillah kami bisa membeli rumah sendiri (ya rumah yang kami tinggali sampai sekarang ini), dan ketika kami pindah, selain baju dan keperluan kuliah, TV itu menjadi satu-satunya barang elektronik yang kami bawa. Mesin cuci baru kebeli beberapa bulan kemudian, apalagi AC. Semua dibeli sedikit demi sedikit karena toh kita harus mengumpulkan lagi modal yang terkuras untuk beli rumah secara kontan (aku pernah cerita kan, bahwa ketika kami yang masih berusia 21-22 tahun ini mengajukan KPR, nggak ada bank yang mau percaya, apalagi MI nggak punya slip gaji layaknya orang yang kerja kantoran).
Sekarang ini, barang elektronik dirumah memang sudah lengkap (bahkan boleh dibilang berlebih). Tapi yang unik, walaupun TV dirumah kita sekarang total ada 4 buah, tetapi TV 21 inch merk JVC yang kuceritakan tadi, ternyata sampai sekarang masih menjadi satu-satunya TV yang kami beli, karena TV lain dirumah ini, adalah merk RATU alias ORA TUKU, alias gratisan!! Ceritanya begini..
Setelah beberapa tahun setia hanya dengan JVC, tiba-tiba suatu waktu pihak pabrik paku mengadakan semacam promo, dengan memberikan hadiah tertentu setiap pembelian paku senilai tertentu. Karena waktu itu statusnya MI sudah distributor, maka nggak heran kalau kuantitas pembeliannya cukup banyak
Puncaknya, suatu hari kami mendapat hadiah TV 29 inch! Merknya Philips. Waduh kita berdua langsung heboh! Waktu itu, dirumah
Ketika Abe masih bayi, kami mendapat lagi bonus TV. Kali ini dari pabrik lem. Mas Iwan mulai menjadi agen di pabrik itu dan dari suatu promo juga akhirnya kita berhak atas satu buah TV Sony 29 inch. Yang ini cukup spesial juga, karena merknya Sony gitu loh! Kami jadi ingat, bahwa ketika berniat beli si JVC dulu sebenarnya kami ingin beli TV Sony, tapi ternyata harganya sangat jauh diatas budget kami waktu itu. Alhamdulillah, akhirnya kesampaian juga punya TV Sony ya, gratis lagi! Hehe..
Akhirnya, Abe bukan hanya bisa nonton VCD Barney di ruang keluarga saja, karena di kamar tidur kami pun sudah bertengger TV juga. Keduanya (dan juga VCD Player-nya) barang gratisan!
Kami masih sering mendapatkan hadiah beberapa buah TV lagi dari pabrik-pabrik, kebanyakan 14 inch, yang akhirnya kami hibahkan kepada orang lain. Kami menyisakan 2 buah untuk dirumah. Satu untuk kamar mbak diatas, satu lagi (baru kami ambil setahun lalu) untuk kamar Abe, alasannya agar Abe bisa main PS dikamarnya, padahal alasan kami sebenarnya supaya program “tidur sendiri” nya Abe bisa lebih lancar. Hehe...
Waktu mulai ada TV Plasma dan LCD, setiap jalan ke pusat elektronik atau mall, MI sudah ratusan kali membujuk agar aku memperbolehkannya beli. Aku selalu menolak mentah-mentah. Pertama, aku selalu mengingatkan soal prinsip kami yang sudah jelas tentang barang-barang mewah dirumah ini. Anak-anak tidak boleh dibiasakan sering ganti-ganti barang baru hanya karena itu sedang trend atau karena kita mampu membeli. Tidak boleh karena kebiasaan itu PASTI akan berlanjut sampai mereka dewasa dan itu sangat berbahaya.
Kedua, kami memang ingin anak-anak bebas menggunakan barang-barang dirumah ini. Sebisa mungkin, barang-barang yang kami beli dirumah ini bukanlah barang yang terlalu mahal. Kami tidak ingin ketika suatu hari anak-anak (yang masih balita dan aktifnya pecicilan itu) pencet-pencet, atau tekan-tekan, atau putar-putar tombol bereksplorasi dengan barang tersebut, kemudian kita berteriak panik “Awaaasss Naakkk, Jangaaannn!! Nanti rusakkk!! Itu barang mahal!!!”. Makanya jangan heran kalau dirumah ini, pernah terjadi remote TV masuk ke kolam ikan atau njeplak tombolnya, atau kabel VCD Player putus kegunting, speaker macet karena terlalu banyak kemasukan cereal, atau tinta printer tumpah ruah dlsb. Biasanya enteng saja kami memperbaikinya, karena barang-barang tersebut bukan yang terlalu mahal, atau terlalu canggih sehingga sulit diperbaiki.
“Tapi
“Tapi
“Wajar kalau kita ganti baru, TV lama bisa dihibahkan ke orang lagi, orang yang pasti akan menerimanya dengan senang hati” kata MI tak menyerah.
“Nggak ah!”
Mas Iwan biasanya cuma bisa garuk-garuk sambil menelan ludah didepan jejeran TV Plasma yang gede-gede itu. Thanx ya Mas, garuk-garukmu itu, ludahmu yang tertelan itu, bukti kebesaran hatimu dalam rangka memperjuangkan pendidikan anak-anak kita. Hal-hal seperti ini dari MI lah yang biasanya membuatku terharu.
Begitulah...selalu begitu kejadiannya. Dan tahu tidak?? Allah Maha Kuasa. Kalo sudah rejeki, memang tak akan kemana. Kalo gak percaya, tanya saja pada MI.
Minggu lalu, siang-siang MI telepon dari kantor, sambil teriak-teriak jingkrak-jingkrak. Katanya, barusan orang BCA menelepon, mengabarkan kalau rekening MI menjadi salah satu yang menang undian Gebyar BCA. (Sungguh amat ajaib karena selama ini kami sekalipun tak pernah beruntung kalo menyangkut yang namanya UNDIAN, dan kami sudah mafhum hal itu). Dan bisakah hadirin semua menebak apa hadiahnya???
Iya.... LCD TV....gede lagi!
MI persis Abe kalo habis dibeliin mainan!
“Sudah dicek bener ta? Jangan-jangan itu penipuan...” kataku (hihi gak bisa liat orang senang ya).
“Sudah!! Aku cek pengumuman di koran juga ada!
Alhamdulillah, akhirnya aku pun ikut senang untuk MI. Ternyata memang bukan aku yang mengatur rejeki TV buat dia ya. Lolos dari satu cara, MI ternyata mendapatkannya dari cara yang lain yang tidak kami duga-duga. Hehe...Subhanallah...
Akhirnya, sekarang kami sedang sibuk mencari-cari siapa kira-kira yang akan menampung TV Philips 29 inch kami.
:::::.....
Oya, TV yang merk JVC itu, sekarang sudah rusak. Tapi kami sama sekali tak berniat untuk membuangnya. Akan kami simpan sebagai kenang-kenangan sebagai TV yang pertama kali kami beli, dan satu-satunya sampe sekarang. Sekarang TV itu masih nongkrong di salah satu pojok kantor MI, jadi tempat naruh ini itu, hehehe.
:::::.....