Kemarin sore akhirnya aku menjalani kuret gigi.
Jadi gini, sudah sebulan ini aku cukup kepikiran dengan gigiku. Dua gigi depan atasku goyang (taring kanan dan kiri). Sebagai seorang diabetesi, konon ini memang bisa terjadi. Maksudnya resiko terjadinya lebih tinggi daripada orang yang tidak mempunyai diabetes. Seperti juga glukoma pada mata (duh aku jadi kepikiran Titin gara2 dia mengeluh soal mata, semoga semua baik2 saja ya Tin), gigi goyang adalah salah satu resiko orang-orang pengidap diabetes.
Dalam hati sempat panik juga, gimana kalo gigi goyang ini lama-lama lepas?? Bisa lucu dong wajahku tanpa 2 gigi depan atasku itu! Akhirnya minggu lalu aku konsultasi pada dokter gigiku. Mereka (drg. Arif dan drg. Sari) kebetulan dulu temen umroh, lalu pasutri muda yang dua2nya dokter gigi ini akhirnya jadi orang yang kupercaya ngobok-ngobok salah satu wilayahku paling pribadi ini. Kebetulan praktek bersama mereka berdua pun deket dengan rumah.
Nah, dari situ aku tahu bahwa gigi goyang (apalagi didepan) gak perlu dicabut dan sangat bisa diselamatkan **legaaaaa tujuh turunan deh hehe**. Dokter bilang, biasanya kasus ini terjadi karena kemungkinan ada karang gigi yang masuk kedalam gusi dan berkumpul di sekitar akar gigi. Karang gigi ini kemudian “mengganjal” tulang rahang yang menjepit gigi dengan kuat. Akhirnya ganjalan ini menyebabkan kekuatan tulang untuk menjepit gigi jadi berkurang, dan mengakibatkan gigi jadi goyang.
“Trus, kalo memang gak dicabut, diapain ya dek? eh..maksudku, Bu Dokter?” duhh udah kadung biasa panggil dia “Dek” siiihh :-D
“Dikuret, Mbak.” Tuh
**gubrak serasa pingin loncat dan lari pulang**
Langsung terbayang pengalaman 11 tahun lalu ketika aku pertama kali keguguran dan harus dikuret. Asli dengkulku langsung lemes. Sari (eh, dokter) tertawa, “Ya namanya memang kuret Mbak, kuret gigi, bukan kuret yang ituuu.”
Oh ok ok akupun mulai bisa menguasai diri kembali. Tapi memang baru kali ini aku mendengar istilah kuret gigi ini :-D
Pertama-tama, untuk memastikan sebab goyangnya gigiku, kemarin pagi aku pun pergi ke lab untuk FOTO GIGI. Duuhhh memang gak punya bakat jadi model kali ya, foto gigi aja musti diulang sampe 3 kali hahahaha. Yang pertama karena keliru, harusnya aku foto dengan jenis panoramic X-ray tapi keliru jenis X-ray gigi yang satunya (lupa aku namanya). Yang kedua hasilnya agak kabur sehingga harus diulang lagi, konon kata si mbak ‘fotografer’ karena aku tak bisa diam waktu difoto **hihihi**.
Diam-diam aku menikmati juga walau proses fotonya diulang-ulang, jadi ada kesempatan lebih banyak untuk memperhatikan si mesin foto x-ray nya, hehehe maklum blum pernah liat mesin X-ray gigi kaya gini, wajar dong kalo penasaran?? Lagian aku jadi dapat best deal dong, fotonya ngulang 3x tapi bayarnya cuma diitung sekali (Rp. 100 ribu) hueheuheu.
Sorenya, dilaksanakanlah ekseskusi kuretnya *molae hiperbola*. Kali ini karena Sari berhalangan, jadi yang “mengkuret” gigiku adalah si Arif (Dokter Gigi Arif maksudkuuu **tepok jidat lagi**). Ternyata memang benar dugaannya, memang ada karang gigi disekitar akar gigi.
Prosedur pertama, anestesi. Kemudian terjadilah yang biasa terjadi setiap kali aku dibius, efeknya selalu lebih cepat dan lebih tahan lama dan lebih dahsyat dari orang dewasa umumnya. Urusan bius membius, kayaknya aku memang penganut “dosis anak-anak”, dulu ketika melahirkan Abe dengan sesar aku malah tidur lebih dari 24 jam setelah operasi. Sekejap setelah Arif selesai anestesi, aku pun merasa ngantuk. “Pusing ya Mbak?” tanya Arif. Bukan pusing, tapi ngantuk! Arif jadi ketawa. Heh heh heh **akupun ikut ketawa sambil nyengir**
Setelah anestesi, dimulailah kuretnya. Most of the time, aku memilih untuk mambuka mulut selebar-lebarnya dan menutup mata serapat-rapatnya. Gimana gak pilih menutup mata kalau setiap kali aku melek, yang terpapar didepan mata adalah ini. Alat cungkil menuju gusiku...atau alat cungkil keluar dari mulutku, dengan bercak darah disitu!...atau segala macam kapas yang sudah berwarna merah...atau lendir merah yang dihisap alat sunction yang dipegang suster dari dalam mulutku...atau wajah Arif yang seperti mengeluarkan tenaga ekstra untuk memasukkan alat cungkil itu lebih dalam lagi ke gusiku...aaarrghh!!!
Setelah sekitar 30 menit, akhirnya selesai juga kuretnya. Badanku pun sudah kaku sekaligus lemas semua terutama daerah dengkul. Arif kemudian mengambil sesuatu seperti pasta gigi berwarna putih dan mengoleskannya tebal-tebal di gusi atasku. Rupanya ini semacam semen yang dipakai untuk membungkus gusi. Arif menyebutnya sebagai “gum”. Menurutku, setelah kering jadinya malah seperti gips yang membungkus semua area gusi yang barusan dudul diobok-obok. Ternyata memang begitu, kata Arif gum ini berfungsi untuk mempercepat recovery dan tumbuhnya kembali jaringan gusi di mulut.
“Jangan sikat gigi dulu selama 2 hari ya Mbak, makan boleh tapi makanannya jangan dipotong pake gigi depan. Nanti 5 hari sampai seminggu lagi Mbak Wahida bisa datang lagi untuk melepas gum nya.”
**gubrax lagi pingin lari loncat aja keatas genteng dan kembali turun lagi kalau mesin waktu sudah ditemukan**
“Seminggu lagii??? Arriiifff!! Aku ada rencana mau nyunatin anakku minggu depan ini!!! Gimana aku bisa nyunatin Abe dengan kondisi seperti ini???” teriakku...tapi cuma dalam hati, hikss...kayaknya jadwal sunat Abe harus diatur kembali deh, duhh tahu begini urusan gigiku saja ya yang ditunda...sampe Abe selesai sunat gitu... (ya sudahlah, wong sudah kadung terjadi).
Jadi ya, overall kalau dilihat-lihat, kondisiku sekarang ini adalah begini. Karena ada gips tebal yang menutupi area besar gusi atas depan ku, maka bibirku yang atas jadi maju sekitar 1 senti gitu. Intinya, selain perih dan kering di sekujur mulut dan sekitarnya (karena terlalu lama mangap), WAJAHKU JADI TIPIS BEDANYA SAMA WAJAH TUKUL!!! Bedanya, kalo Tukul itu lebh seimbang, yang maju
Keluar dari ruang perawatan, aku (baca: bibirku) disambut dengan heboh oleh Abe dan Bea yang ada di ruang tunggu sama Mas Iwan.
Abe ngakak keras begitu lihat aku. “Hahahahahahah Ibuk kok jadi kaya Tukul???” (hihihi iyaaaa dari tadi Ibuk juga udah ngerasa kaya Thukul Beeeee!!!)
Bea, wajahnya langsung shock, ngeri...trus langsung nangis keras dan lari menghindar ketika kudekati. “Huwaaaaaaaaaaaaa aku nggak mau Ibuk begituuuu!!!” (hyongalah....sayang...ini lho Ibuukkk, sini peluk dong sayang...)
Perjalanan pulang, di mobil waktu habis untuk membujuk Bea untuk berhenti menangis karena ketakutan lihat wajah si Ibuk.
“Ibuk begini cuma 5 hari kok Beaaa, habis itu juga dilepas dan Ibuk balik lagi kayak dulu nak...” kataku dengan hati perih hancur berkeping-keping karena jangankan peluk, melihatku pun Bea nggak mau.)
“Iya Beaaa....Ibuk lho kereennn....kayak Thukul ya kann??? Lihat sajaa!!” ini
“Iya Bea, kita hitung yok hari apa nanti “itu”nya Ibuk dilepas...Yok...Sekarang Selasa, trus Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu!!!” kata Mas Iwan sambil nyetir sambil ngitung pake jari tangannya.
Itupun nggak berhasil dan baru ketika dekat rumah Bea akhirnya capek nangis, dan minta peluk Ibuk dengan matanya tertutup rapat. Besoknya (tadi pagi), Bea sudah bisa menerima keadaan Ibuknya, acara peluk pagi pun juga sudah lancar sambil Bea masih sebentar-sebentar melemparkan pandangan aneh dan ngeri ke wajah Ibuk.
“Nanti yang antar dan jemput Bea sekolah siapa??” tanya Bea sambil memandang aneh kearah mulutku. Beda dengan biasanya, dari wajahnya kelihatan sekali kalau kali ini Bea mengharapkan jawaban yang berbeda dari sebelum-sebelumnya. Buktinya begitu kujawab bahwa yang antar dan jemput selama mulut Ibuk di gips adalah Bapak, eh Bea malah langsung kelihatan lega....**hiks**
Begitulah cerita hari ini teman...**posting dengan bibir seksi** ;-)
:::::.....
Bagi yang berminat dengan foto terbaruku hari ini, silakan PM atau lewat email saja ya. Itupun aku gak janji akan memberikan hwekekekekekek :-P
Sidoarjo, 28 januari 2009, 10:15 WIB