Pembaca sekalian, percayakah Anda pada karma??
Dalam berbagai hal, aku percaya. Dan hari ini aku kembali membuktikan sebuah karma.
Aku masih inget sebuah cerita yang terjadi di TPS tempat aku mencontreng pada pemilu legeslatif beberapa bulan yang lalu. Waktu itu, aku sempat geli gara-gara kertas suara yang (terlalu) lebar ukurannya. Akhirnya aku jadi banyak mentertawakan dalam hati beberapa orang tetangga yang (ironisnya) sedang serius menggunakan haknya di bilik suara.
Sekali lagi, semua memang gara-gara kertas suara yang terlalu lebar ukurannya itu. Gaya para pemilih waktu membukanya jadi bermacam-macam. Sebagian besar terlihat sangat kerepotan, dan akhirnya dari situ keluarlah gaya-gaya dan body language dudul yang waktu itu memancing rasa geliku. Dalam hati, aku ngikik geli melihat orang-orang yang kesulitan membuka kertas suaranya. Waktu melipatnya kembali apalagi. Aku bahkan sempat menulis di status Facebook bahwa aku bisa mengintip apa pilihan orang-orang itu. Nomor berapa dan partai apa yang dicontreng. Beberapa memang terlihat jelas ketika mereka dengan susah payah dan kerepotan melipat kembali kertas suaranya, sehingga tidak sengaja kotak yang dicontreng pun akhirnya terpapar kearah tempat duduk dimana aku menunggu giliran mencontreng.
Hari itu, dengan geli, walaupun dalam hati, aku mentertawakan tingkah orang-orang di TPS itu...
Dan hari ini, di pilpres kali ini akhirnya aku mendapatkan karmaku....
Oya, pertama, banyak yang bertanya-tanya apakah aku jadi berangkat ke TPS tanpa mandi terlebih dulu....jawabnya tentu saja jadi **nyengir**...udara Surabaya pagi ini dingin sekali bahkan sedikit berkabut. Akhirnya, jam 8 lebih sedikit aku berangkat ke TPS hanya berteman beberapa persen aroma pasta gigi saja. Selebihnya, aroma asli! :-D
Kedua, aku memang sudah berniat untuk tidak mencontreng. Bukan karena golput, tapi karena jauh hari Abe sudah berpesan, bahwa nanti dia yang akan mencontreng untukku. Sedangkan Bea akan mencontrengkan kertas suara milik Mas Iwan. Berempat, berangkatlah kita ke TPS. Dua orang pemilih resmi, dan 2 orang lagi pemilih selundupan yang belum cukup umur tapi sudah ngeyel pengen ikut mencontreng (hihi).
Proses pendaftaran tentu berlangsung dudul. Untung Om Heru, tetangga yang bertugas jadi petugas pendaftarannya sudah faham gimana umeknya Abe dan Bea. Yang pingin ikut tandatanganlah, yang tak sabar bertanya mana kertas yang dicontrenglah, yang buru2 pingin masuk bilik suara lah. Dudul.
Kemudian sampailah kami berempat di bilik suara masing-masing. Kulihat di sebelah kiri, Mas Iwan sibuk menenangkan Bea yang tidak sabar mencontreng. Tepat berdiri didepanku, Abe juga sudah membuka kertas suaranya. Kemudian disitulah akhirnya karma yang kuceritakan diatas, kudapatkan....
Oya, setelah melipat kembali kertas suara, kan harus dimasukkan ke kotak suara tuh... Abe juga yang memasukkan kertas suaraku ke kotak. Dan ketika Mas Iwan mengangkat Bea untuk memasukkan kertas suaranya yang sudah dicontreng, Bea tidak langsung melakukannya. Dia tahan kertas suara yang terlipat itu di udara, dan sambil menebarkan pandangan kepada semua orang yang saat itu ada di TPS, Bea bertanya dengan lantang “HABIS INI TRUS KITA DAPET APA..??” lengkap dengan suara berat dan wajah polosnya. Gerrr...!!! Semua akhirnya tertawa. “Dapat KODOK Beaaaa....” jawab Abe dudul. Hahaha.
Kembali ke karma. Kalau dulu aku aku sempat dalam hati geli mentertawakan orang-orang yang sedang di bilik suara, maka kali ini akulah yang menjadi tertawaan semua. Bukan hanya tawa dalam hati, tapi tawa yang cukup ramai....saat sedetik sebelum mencontrengkan pilihanku, Abe dengan suara keras memastikan dia nggak akan salah nyontreng...”Nomor DUA kan Buukk??”
**gubrakkk**