Gara-gara komen di salah satu status teman, aku jadi teringat cerita ini...
Suatu kali, beberapa tahun yang lalu kami sedang menginap akhir minggu di Danau Sarangan. Menginapnya rame-rame bersama keluarga besar juga. Nah ketika malam tiba, biasanya kan banyak yang nyamperin ke villa tuh, entah sekedar nawarin jualan sate kelinci, wedang ronde.....atau jasa pijit!
Selama ini, kalo sate kelinci dan wedang ronde kan selalu disambut antusias tuh sama semua orang, nah kalau jasa pijit beda, kebetulan kita belum pernah sekalipun nyoba pijit kalo menginap di Sarangan. By the way, kita disini maksudnya ya Mas Iwan, karena kalau aku kebetulan nggak suka pijit, mungkin karena dirumah sudah jadi tukang pijit buat suami dan anak-anak kali ya hehehe.
Selain liburan bersama keluarga besar, weekend itu juga dimanfaatkan Kakung (bapakku) untuk meeting dengan beberapa kepala cabang yang juga datang dengan keluarga mereka. Malam itu meeting baru saja selesai, suasana pun hangat dan bersemangat, pokoknya penuh dengan falsafah bidang usaha. Kerja keras, pantang menyerah, strategi bisnis dan sebagainya itulah. Mungkin karena ini juga akhirnya banyak orang yang ikut terpengaruh.
Ada seorang kakek tukang pijit yang dari sore sudah nyanggong disitu. Tidak juga menyerah menawarkan jasa pijit kepada siapa saja yang kebetulan lewat didepannya. Tetap duduk dengan santun dipinggir teras, diluar ruangan utama yang dipakai meeting. Mungkin dia ikut mendengarkan isi meeting, atau mungkin dia malah terinspirasi oleh meeting itu. Buktinya, dari sore sebelum maghrib, sampai saat meeting selesai dia masih betah loh tetap duduk disitu! Padahal waktu itu jarum jam sudah nyaris menunjukkan angka 10 malam!
Dan Mas Iwan rupanya sudah lama memperhatikan si kakek. “Hebat loh si kakek, pantang menyerah bener...mental usahawan sejati tuh...” komentarnya. Berpikir sebentar, kemudian dia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukannya ditempat itu sebelumnya. Si kakek boleh saja terinspirasi oleh meeting business yang tadi kebetulan dia dengar di ruang rapat, tapi rupanya Mas Iwan juga sangat terinspirasi dengan kegigihan si kakek.
“Aku mau minta pijit dia aja ah!”
Mas Iwan memang suka dipijit, jadi aku pun nggak berasa gimana-gimana dengan keputusannya itu. Diapun beranjak menghampiri si kakek yang tentu saja langsung berwajah ceria seketika. MI kemudian mengajak kakek masuk ke salah satu kamar yang paling pojok dan paling belakang dari villa. “Biar tenang dan nggak keganggu anak-anak yang pada nganciil itu” kata Mas Iwan sambil ‘cuma’ berpesan supaya aku bikinkan teh panas buat dia dan si kakek.
Waktu beberapa puluh menit kemudian aku mengantarkan 2 gelas teh panas ke kamar itu, MI sedang tidur tengkurap, dan kliatan rileks banget. Matanya sudah sayu pertanda dia bisa sewaktu-waktu ketiduran. Wah, rupanya oke juga nih si kakek, buktinya MI sampai terkantuk-kantuk begitu.
Sejam berlalu, lalu MI pun keluar kamar dan menghampiri kita yang sedang ramai mengobrol di ruang utama. Wajahnya cerah sekaligus rileks. Sambil merentangkan tangan, dia mulai melakukan strategi mouth-to-mouth untuk mendukung bisnis si kakek.
“Uenakkk lohh pijitannya!!! Aku sampai ketiduran nggak keruan tadi. Ada yang mau dipijit lagi?? Mumpung mbahnya masih disini?? Mas?”
Melihat MI begitu puasnya dipijit (sungguh iklan yang menggoda), salah seorang kepala cabangnya Kakung, sebut sama Mas R, rupanya tertarik untuk mencoba produk yang ditawarkan. “Bener enak mas? Kalo gitu aku coba ah!” dan Mas R pun ngeloyor masuk ke kamar yang didalamnya masih terdapat si kakek, yang pasti berwajah ceria lagi karena sambil menunggu customernya tadi ambil uang untuk membayar, eh ternyata ada customer baru lagi yang datang. “Business is gooooddd...” begitu mungkin pikirnya, mirip salah satu dialog di serial Godfather, wkwkwkwk.
Adegan berikutnya, kutulis berdasarkan cerita dari Mas Iwan.
Jadi setelah ambil uang di kamar kami, MI balik ke kamar pijit untuk memberikan uangnya kepada si kakek. Apa yang ditemuinya ketika dia sampai di kamar itu, kemudian disadarinya tak lebih adalah sebuah resiko dari sebuah keputusan bisnis yang tadi diambilnya. Ya, seperti sudah disadarinya bertahun-tahun, semua keputusan bisnis pasti mengandung resikonya sendiri-sendiri. Dan dalam analisa memperhitungkan resiko (sebelum mengambil sebuah keputusan), selalunya seorang businessman harus bisa mengandalkan ‘feeling’nya. Itu, Mas Iwan juga pasti sudah lama paham.
Masalahnya, sometimes ‘to feel’ is something way different than ‘to see’ ....
Mas Iwan, ketika balik ke kamar pijit itu, jelas-jelas melihat Mas R sedang asyik dipijit dengan posisi tidur telungkup, punggung terbuka tak berbaju, wajahnya rileks dengan mata merem, persis seperti yang dilakukan Mas Iwan sebelumnya ketika dia sedang dipijit. Yang tadi pasti luput dari pandangan MI, adalah apa yang dilakukan si kakek tukang pijitnya....
Sebentar-sebentar, sekitar 10 detik sekali, sambil terus memijit punggung Mas R, si kakek terlihat mengarahkan telapak tangannya ke arah mulutnya sendiri. Rahangnya terlihat bergerak-gerak, macam gerakan mengunyah tapi juga mengumpulkan sesuatu. Suatu cairan lebih tepatnya, mungkin cairan ajaib yang kemudian dia tumpahkan dengan lembut dan tanpa suara ke telapak tangannya. Yup, langsung, fresh from the mouth. Cairan yang (kalau melihat ekspresi Mas Iwan sihhhh) tadinya pasti (pasti!) dikira semacam minyak urut oleh MI.
*berdoa sungguh-sungguh semoga para pembaca tidak ada yang sedang atau mau akan makan ketika membaca tulisan ini*
Oya, soal ekspresi Mas Iwan itu, terus terang aku juga kehabisan kata-kata untuk menggambarkannya. Yang jelas aku hanya merasa kasihan pada Mas R, itu saja... :-D
Jadi minyak urutnya ludah????
BalasHapus^__^..
BalasHapusmungkin si Bapak gak punya modal ut beli minyak Mbak... :)
Allahu'alam bi showab :)
hahahahaha.....
BalasHapushahahaha..langsung eneq bacanya.
BalasHapushi..hi..itu kali yang bikin enak mbak :D
BalasHapusMI muntah nga tuh say?
BalasHapusiiih ngebayanginnya geleuh pisan euy ...apalagi yg ngalaminnya yaa hehehe...
justru itu yg bikin kastemer melek merem...hihihi
BalasHapusiyaaa Buuuu *wajah nggak jelas waktu njawab* :-S
BalasHapuspadahal suami paling nggak betah yang jorok2 gitu tuh, begitu tahu MI langsung ngibrit ke kamar mandi jebar-jebur (mungkin pake sabun 5x Bu), padahal itu nyaris tengah malam, wkwkwkwk
nggak tahu juga ya La, lha duduLnya MI kok yaaa nggak curiga, entah dari baunya atau apanya gitu....waktu kutanya, jawabnya cuma "aku udah sering nyoba2 pijit ke banyak orang yang berbeda, dan kamu nggak tahu kalo minyak urut itu bisa macam2 baunya, ya jelas aku nggak curiga..." hahahahahah
BalasHapus:-D
BalasHapusapalagi yang mengalami tuuhhh wkwkwkwkwk wadaaawww pasti :-D
BalasHapuskali ya mba..... mb Arie tahu nggak orang2 dulu kan suka gitu, kalo luka trus dibalurin sama air ludahnya sendiri (mungkin memang ada khasiatnya tuh cairan)....tapi kan itu LUDAHNYA SENDIRI??? huwaaaaaa :-D
BalasHapusdia muaallll trus cepet2 lari ke kamar mandi mbaaaa....jebar-jebur mandi gak tau habis sabun berapa banyak, padahal itu nyaris tengah malam loh wkwkwkwkkw *mules antara prihatin dan geli*
BalasHapusmerem melek, trus terbelalak pada akhirnya yaa hahahahahah =))
BalasHapusEuw....huahahahaha.....
BalasHapus*ikut begidik sampe goyang2 sama Mb Irma*
BalasHapusHuaaa... Eh, tapi keunikan tuh Mbak :D. Suka deh sama pengemasan bisnisnya di tulisan ini.
BalasHapusleilaaaaa kangen deh sama komenmu yang selalu cerdas :-D
BalasHapuskeunikan yang rupanya tak semua orang kuat menerimanya La, buktinya MI langsung ngibrit ke kamar mandi di tengah malam, gak tahu deh habis sabun berapa banyak wkwkwkkwkw
kemasan bisnis? itu sedikit menggambarkan MI tuh...dia selalu gitu, apa2 selalul dihubung2kan sama dunia bisnis *sedikit menghela napas* :-D
aku ingat cerita ini lagi...*bayangin iler semaleman*
BalasHapus