:::::.....
Akhirnya, minggu ini jadi juga kami pindahan rumah...
Untuk sementara, kami akan tinggal di rumah kontrakan yang jaraknya 4 rumah saja, selama rumah kami direnovasi...
Inilah ujung dari rencana yang sebenarnya sudah dimulai sejak awal 2006 yang lalu. Ketika itu kami merasa bahwa sudah waktunya Abe punya kamar sendiri. Tak berapa lama kemudian kelak Bea pun pasti juga sama. Sementara dirumah kami hanya ada 3 kamar. Satu kamar utama, satu kamar yang akhirnya menjadi kamar tamu (mengingat seringnya Uti-Kakung dan ponakan-ponakan menginap di Surabaya), dan satu lagi kamar mbak2 diatas.
Dalam perjalanannya, rencana merenovasi rumah harus berkali-kali ditunda, bahkan hampir berubah menjadi rencana lain yang berbeda.
Penundaan pertama, adalah karena tahun 2006 Mas Iwan sangat memerlukan membangun gudang dan kantor di Tulungagung. Akhirnya budget yang disiapkan untuk renovasi, kami pakai dulu untuk membangun gudang disana. Padahal rencana dan gambar sudah kelar dibikin Mas Awi (teman MI yang juga arsitek kami). Setahun kemudian, 2007 ketika budget terkumpul kembali, ternyata Mas Iwan memerlukan untuk membangun gudang lagi, kali ini di Surabaya (mengingat gudang yang lama masih jadi satu dengan kantor, maka sudah waktunya usaha MI memiliki gudang yang lebih memadai). Rencana renovasi rumah pun tertunda lagi karena budget terpakai untuk membeli tanah dan membangun gudang.
Awal tahun 2008, rencana renovasi rumah mulai mendapat perhatian lagi. Walaupun pada tahun ini MI memerlukan untuk membangun gudang dan kantor (lagi) di Jember dan Sulawesi, tapi rupanya budgetnya tidak perlu lagi “mengorbankan” budget renovasi rumah. Ternyata oh ternyata, jalan menuju renovasi masih saja harus tertunda...
Tiba-tiba saja muncul ide untuk PINDAH. Ya, pindah dalam arti yang sebenarnya. Membeli tanah dan membangun rumah di daerah lain. Kali ini yang menjadi incaran tentu saja daerah Gayungsari karena didaerah itulah anak-anak sekolah. Sudah lama Abe sangat pingin bisa berangkat sekolah sendiri naik sepeda. Idenya, tahun ini mungkin kita gunakan budget renovasi untuk membeli lahan yang lebih luas disitu, kemudian menabung lagi dan 2-3 tahun kemudian baru membangun rumah impian kita disitu. Secara ekonomis, ini tentu lebih tidak “mubazir” dibandingkan kalau kami harus membongkar rumah kami yang sekarang (dari RAB yang diajukan arsitek, konon biaya bongkarnya saja bisa sampai Rp. 100 juta alamakkk).
Pikir-pikir...bingung-bingung...kami pun sudah sempat lama ngiter daerah Gayungsari dan sekitarnya untuk hunting lahan. Tapi ternyata, pada akhirnya kami merasa bahwa memang standar yang dimiliki rumah mungil kami sekarang ini kami nilai terlalu tinggi sehingga sulit dicari gantinya.
RUMAH MUNGIL KAMI
Rumah pojok di lahan 200 m2 ini adalah rumah yang pertama kami beli tahun 1998 ketika pernikahan kami baru berumur 2 tahun. Bagaimana kami bisa mampu membeli rumah ini, itu semata-mata adalah keajaiban Allah. Ceritanya bisa dibaca disini deh http://multiply.com/m/item/cikicikicik:journal:45. Ketika mengajukan KPR dulu, nyaris semua bank menolak kami karena melihat umur kami berdua yang masih 21 dan 22 tahun. Usaha yang dijalankan MI juga baru saja berjalan. Akhirnya terpaksa kita pun membeli dengan tunai, dan memaksa MI untuk memakai sebagian besar modal usahanya. Apa boleh buat, mumpung ada rumah pojok yang dijual murah (karena nggak ada yang mau beli rumah tusuk sate itu).
Meskipun konon awalnya ini adalah rumah yang tidak diinginkan banyak orang, yang pasti semakin lama ternyata nilai rumah ini bagi kami sekeluarga semakin tinggi saja...
Dulu kami sempat mimpi bisa mempunyai rumah pojok, dan didepan masjid. Setelah 3 tahun tinggal disini, eh di lahan fasum depan rumah ternyata dibangun masjid!! Senangnya...minimal kami bisa mendengar suara adzan mengalun lantang 5 kali sehari.
Kompleks perumahan kami sekarang ini juga sudah tumbuh menjadi lingkungan yang akrab. Abe dan Bea mempunyai banyak sekali teman di sekitar rumah. Pendeknya, anak2 tetangga kami adalah juga sahabat2 anak2. Bahkan, rumah ini kerap kali menjadi tempat bermain dan berkumpulnya anak2 sekitar. Aku memang lebih suka anak2 itu main dirumah daripada sebaliknya. Pun seiring waktu, tak ada kekhawatiran sedikitpun ketika Abe dan Bea “nonggo” kesana-kesini karena lingkungan tetangga disini sudah saling mengenal dengan baik. Ah, anak-anak....Abe belajar yoyo dari Ivan (tetangga yang berjarak 2 rumah)...Abe juga sering berjualan ini itu dari pintu ke pintu, dan para tetangga lah yang selama ini membuat dagangan Abe selalu laris....bahkan yang melatih Bea sehingga bisa membaca di usianya yang masih 3,5 tahun dulu, adalah Ina tetangga blok sebelah yang suka mengajak Bea main sekolah2an tiap sore di teras masjid...
Mas Iwan juga, sahabat2nya adalah bapak2 tetangga kami. Begitu kompaknya mereka cangkrukan, bahkan kabar seputar ibu2 justru biasanya kami dengar dari bapak2 ini. “Eh Bu A sudah melahirkan loh”.....“Anaknya si Bu B lagi opname di Rumah Sakit lho”.....begitu oleh2 yang sering dibawa MI setiap pulang cangkruk di pertigaan depan rumah kami. Selain cangkruk, bapak2 ini kompaknya bukan main dimana mana...di kegiatan masjid, makan2, saling mendukung dalam pekerjaan, sampai liburan bersama roadtrip ke kota2 bahkan pulau lain pun pernah mereka lakoni. Ah, Bapak-Bapak itu...
Belakangan, kami juga tidak boleh melupakan bahwa sedikit banyak kami ketitipan anak-anak lain yang sekarang tinggal di asrama panti di blok sebelah. Setiap hari Mbak Pin juga sudah kadung menikmati memasakkan lauk pauk untuk mereka. Kalau kita pindah, berarti harus dicari tukang masak lain yang dekat asrama dan kesempatan Mbak Pin untuk memasakkan mereka pun jadi hilang. Ah, Mbak-Mbak itu... Asisten2 rumah tangga di tetangga sekitar juga rata-rata teman mbak sekampung. Karena sudah 5 tahun bekerja di keluarga kami, tak heran teman-temannya sudah banyak yang “disalurkan” untuk bekerja disini...
Kemudian ketika kami hunting lahan di daerah Gayungsari...entah kenapa kami malah kurang menemukan suasana rumah yang selama ini kami nikmati. Di daerah ini, rata-rata rumahnya besar-besar, dan berpagar tinggi-tinggi. Sempat ada kapling tanah yang dekat dengan masjid memang, tetapi urusan tetangga jauh dari yang kami nikmati sekarang dirumah ini. Mungkin benar kata Mas Iwan, bahwa dia itu tipe orang yang “ngampung” alias lebih suka tinggal di kampung daripada di perumahan, apalagi perumahan yang individualis.
Aku pribadi, lama mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa selain pertimbangan ekonomis (urusan bongkar-membongkar tadi) tinggal di kawasan Gayungsari mungkin menawarkan banyak kelebihan. Mengantarkan anak-anak sekolah menjadi sangat dekat, kalo biasanya perlu nyetir 10 km ke sekolah, maka ini hanya bilangan ratusan meter, paling maksimal 3 km saja. Kantor MI juga hanya tinggal 1 km saja dari situ. Di Gayungsari dan sekitarnya juga masih sangat memungkinkan untuk mempunyai rumah dengan kavling yang luas, mau 500 m2 bahkan lebih masih banyak. Di rumah yang sekarang, sudah tidak memungkinkan karena untuk memperluas kavling, tetangga kanan-kiri juga sudah penuh ditinggali.
Tapi, membayangkan pindah dari tempat yang sekarang ini saja, hatiku selalu mendadak terasa pilu dan kelu...
Masih terbayang seorang teman yang baru pindah juga ke kawasan Gayungsari sana. Dia kebetulan pindah dari rumah sebelumnya di kawasan perumahan menengah yang lebih kecil. Waktu itu dia bercerita bahwa dia sampai harus membayar anak pembantu tetangganya supaya mau menemani anaknya yang masih TK bermain. Karena anaknya memang tidak bisa menemukan teman di sekitar rumah. Jangankan “nonggo”, untuk sekedar membiarkan anaknya keluar dari pagar rumahnya saja, dia harus berpikir seribu kali.
Duhh...ternyata sempat pusing juga ya menimbang-nimbang masalah begini...Aku sampai sempat bikin daftar plus minus dari kedua tempat tinggal itu... Aku pun minta pertimbangan sana-sini yang berakhir dudul karena banyak orang (saudara dan teman2) heran denganku... Apa yang menurut mereka poin plus (misalnya lingkungan yang elite, kawasan yang lebih dekat dengan kota, dlsb) ternyata dimataku justru merupakan poin minus (yang individualistis lah, yang harus jauh kalo beli telur karena nggak ada tetangga yang buka warung lah dsb heuheuheu). Akhirnya hanya kata-kata “kamu memang aneh” yang kudengar sebagai kesimpulan akhir... Oalah...
Jujur, hati kami memang sudah tertambat di tempat ini. Ketika aku membayangkan sebuah tempat tinggal dan lingkungan yang terbaik buat anak-anak, ternyata disinilah tempatnya. Disini, anak-anak akan bisa bersosialisasi dengan lebih baik. Disini masa kecil mereka bisa dihiasi lebih banyak teman dari berbagai jenis (beda dengan teman sekolahnya) dan pengalaman sosial. Disini nuansa kampung sudah terbentuk dengan begitu kentalnya. Rumah-rumah disini memang rata-rata mungil, tetapi ketika kita melangkah keluar dari pagar halaman rumah kita, kemudian berjalan beberapa puluh meter kearah tetangga atau ke teras masjid, bahkan seratus meter kearah pos satpam, eh....ternyata kita masih bisa merasa dirumah sendiri lho....
InsyaAllah, ini jawaban dari istikharah kami...
Yes off course, we want to build a big HOUSE with these and those...
But above all, we just wanna being HOME...
Mohon doanya ya, mudah2an renovasi berjalan lancar....amin... :-)
:::::.....
Alhamdulillah masih bisa renovasi...
BalasHapusaku wae soko biyen mek dadi rencana thok... :))
aamiinnn...
BalasHapussukses ya mbak. tar aku kesana rumahnya udah 'baru' deh hehe..
suwe2 aku apal deh sama kosa kata yang menggambarkan perasaanmu... hihihi
BalasHapusAmiiiiiiiiiiin. Doaku selalu bersamamu Mba Wahida. Semoga lancar ya urusan renovasinya :)
BalasHapusAllahumma amin...
BalasHapusAlhamdulillah... mudah-mudahan proses renovasinya lancar dan sukses.
Kapan-kapan saya bisa mampir ya...^_^
nanti kalo masuk rumah lagi.....undang2 ya..........
BalasHapusbangun rumah di rungkut aja.......tonggoan kita........dan masih ngampung juga lho.................
BalasHapusAmiiiiiinnnn...semoga renovasi berjalan lancar dan sukses yah JB....nanti pada suatu saat aku akan inspeksi (lho?)
BalasHapus:)
Semoga berkah rumahnya dan semakin homey...Amiin...
nanti aku mampir ke rumah barunya ya:D
BalasHapusSemoga renovasinya lancar. Mbak emang enak ngampung. mana enak klo gak bis acangkruak'an. tak nikmat rasanya hidup ini. apalagi klo kepepet kehabisan bahan masak bisa pinjem tetangga.
BalasHapushiya... kok ya alesan ini yg keluar. ampun Mbak-e....
*kaaabbuuuuuurrrrrr....*
wah iki rek, calon tetanggaku... hehehe...
BalasHapuswah kapan ya aku bisa memperluas rumahku dan lantas menempatinya dan bisa kenteng2 pager mbak wahida, "Buneee.. aku njaluk gulo'ne po'o buneee...."
huekekekeke....
wah iki rek, calon tetanggaku... hehehe...
BalasHapuswah kapan ya aku bisa memperluas rumahku dan lantas menempatinya dan bisa kenteng2 pager mbak wahida, "Buneee.. aku njaluk gulo'ne po'o buneee...."
huekekekeke....
wah iki rek, calon tetanggaku... hehehe...
BalasHapuswah kapan ya aku bisa memperluas rumahku dan lantas menempatinya dan bisa kenteng2 pager mbak wahida, "Buneee.. aku njaluk gulo'ne po'o buneee...."
huekekekeke....
Amiiiinnnnn...moga renovasinya lancar dengan hasil sesuai harapan tanpa ada acara over budget *pengalaman pribadi* ;)
BalasHapusLuar biasa...coba aja aku dulu udah kenal dirimu jeng, mungkin aku bisa punya temen berembuk yang asik dan akhirnya aku nggak sempat bikin kesalahan. Hiks...
Hehehe...jadi numpang curhat deh, tapi yang jelas untuuuuuung rumah 'impian' itu cuma sempet aku tinggalin selama 9 bulan karena keburu ninggalin tanah air, dan sampe sekarang kalo mudik, aku lebih suka tinggal di rumah 'kampung' :-)
iya moga lancaaar..
BalasHapuswuaaah kalo wafa mudik sempat main ke rumah baru mas abe dan mbak bea gak yaaa? *__*
wah, persis mamaku mbak, udah berapa kali pindah2..ujungnya tetap ke Tabing (rumah lama kami) krn itu tadi lebih HOMEY :)
BalasHapussemoga renovasi rumahnya lancar ya mbak JB,
*maen sepeda ama abe* :P
amin,
BalasHapuskapan2 boleh maen kesana kah mba hehehe
semoga lancar ya,mbak..siapa tau tar aku bisa mampir kesana..:p
BalasHapusamiin moga lancar renovnya.. nanti kita diundang syukurannya yaaa..he..he..
BalasHapusassalamualaikum mbak wahida :) salam kenal.. dapet link dari temen ke jurnal yang menikah muda, akhirnya jadi terdampar deh di MPnya mbak.. hehe *tapi terdampar yang menyenangkan* :)
BalasHapuseh btw, sempet baca komen juga, rumahnya mbak teh di taman pondok jati? taman -sidoarjo bukan mbak??
rencana itu...simpanlah terus jadi mimpi yang suatu saat akan jadi kenyataan Hend :-)
BalasHapuslama nggak bersapa, gimana nih kabar? masih sibuk sama mas samsi?? hahaha
woooo jadi masih ada kemungkinan pindah kesini tohh?? asyiikk insyaAllah ya mbak :-)
BalasHapusmakasih mbak Uwi..... **hugs sambil kangen amrisnya heuheuehu**
BalasHapusaminnn.....aminnn...
BalasHapusmampir?? oh silakan heuheuhe terimakasih doanya :-)
tadi aku sudah masuk lagi.....tapi berantakan wong sudah dibongkar **pasang wajah lugu**
BalasHapushihihi iya ya mbak, kita kan blum pernah kopdar ya :-D
hallah....... **gubrax deh** :-D
BalasHapussemoga lancar renovasinya mba :)
BalasHapusaminn...makasih ya Tante...
BalasHapusinspeksi?? ayooooo kita tunggu!! :-D
boleh....rumah yang lama juga boleh kok hihihi
BalasHapusxixixixixixixixi tepat sekali Ugik, kamu tuh ya, hobinya habis komen selalu kabur **melet** dudul... =))
BalasHapushai calon tetanggaaa.........ke pasar yuukk...... :-D
BalasHapusinsyaAllah suatu saat Tyk, mari saling doakan supaya kita tetanggaan, heuheuhe berirama lho doanya :-)
over budget? semua orang sudah memperingatkan mbak :-(
BalasHapuskesalahan gimana maksudnya?? siapa tahu nanti waktu mbak wie balik ke indo, itu rumah lingkungannya sudah berubah jadi ngampung...ya toh? :-)
mudah2an sempat doongg..paling nggak kita sempatka ketemu di tulungagung ya dek **ngarep** :-)
BalasHapusaminn makasih doanya ya Ai'.... :-)
BalasHapus**pesen ke Ai dan Abe supaya hati2 sepedaannya**
nggak boleh....
BalasHapusnggak boleh nggak!
kalo ke suroboyo suci maesti kudu harus mampir!
:-D
Aaamiiin...
BalasHapusAku membaca taburan berkah, Mbak, dari cerita Mbak Wahida tentang rumah yang sekarang...
mudah2an La, aku juga banyak belajar dari kamu yang sudah sering pindah2...bahwa memang lingkungan sekitar sangat menentukan kenyamanan hidup kita...bukan masalah mana yang lebih baik, tetapi lebih kepada mana yang lebih COCOK dengan kita, itu masalahnya :-)
BalasHapus