Pagi ini ketika membuka koran, dadaku sempat sesak untuk sekejap demi membaca judul berita di halaman depan section lokal Metropolis. Nila Bebas.
Kisah Nila sendiri memang mengundang sesak. Dahulu, dia sempat berpacaran dengan Agus, seorang (hemm) anggota Koarmatim TNI-AL. Ketika Agus tidak mau juga diajak menikah, Nila pun memutuskan berpisah dan akhirnya pada tahun 2003 dia menikah dengan Zamroni dan mengarungi rumah tangga dengan bahagia.
Karena –diduga- tidak terima, Agus kemudian meneror rumah tangga Nila-Zam. Macam-macam dan berulangkali. Selain teror-teror “kecil”, Zam pernah dilempar sangkur oleh Agus. September 2004 Agus menodongkan pistol ke kepala Zam. Yang terakhir ini membuat keluarga besar Zam tidak terima dan meminta Zam untuk menceraikan Nila. Karena desakan keluarga Zam ini, merekapun terpaksa bercerai.
Dasar masih cinta, tahun 2005 Nila-Zam rujuk kembali. Kali ini mereka harus melalui pedihnya pernikahan backstreet supaya tidak diketahui keluarga besar Zamroni (ini yang tak bisa kubayangkan :-(( betapa sengsaranya). Karena backstreet, keluarga ini tidak bisa menjalani rumah tangga secara normal layaknya suami-istri. Hampir tiap malam Nila tidur di kost2an karena Zam harus kembali ke rumah orangtuanya. Nila juga harus berpisah dengan anak satu-satunya. Meski begitu, mereka masih bisa memberi adik untuk anak semata wayangnya (3 tahun) yang berada dibawah asuhan orangtua Zamroni (rupanya keluarga nenek-kakeknya ini juga takut kalo si kecil akan ikut merasakan teror Agus kalau tinggal bersama ibunya). Anak kedua ini juga tidak bisa berkumpul dengan ibunya, karena dititipkan kepada orangtua Nila. (Nggak kebayang Nila harus juga “bersembunyi” dari Agus selama 9 bulan lebih kehamilannya).
Dalam masa backstreet itulah Agus sering mendatangi Nila. Bila keinginan Agus untuk mengajak Nila pergi keluar ditolak, Nila sering disakiti secara fisik (dipukul). Teror mencapai puncaknya ketika 23 Oktober 2007 lalu, dengan kondisi mabuk Agus mendatangi kost2an Nila. Mungkin karena Nila menolak menuruti Agus atau gimana, akhirnya terjadilah penganiayaan. Agus menyeret2 Nila keluar kost2an sambil mengacungkan sangkurnya. Di gang depan kost-kostan, Nila dipukul, dijambak sampai rambutnya mbrodhol dan ditelanjangi dihadapan beberapa warga yang hanya berani melihat sementara si anggota Koarmatim ini kalap.
Singkat cerita, ujung sangkur malah berakhir menghujam ke perut Agus dan diapun tewas. Nila pun kemudian dibawa polisi dan menjadi tersangka terbunuhnya Agus. Dan kemarin dia dinyatakan bebas dengan pertimbangan bahwa perbuatannya adalah murni bela diri.
Berita ini –tentu saja- disayangkan TNI-AL yang mempertanyakan keputusan bebas si Nila. Menurut juru bicaranya, bebasnya Nila seharusnya ditentukan oleh pengadilan (nanti), bukan penyidik seperti sekarang ini. Si jubir TNI-AL menuding bahwa penyidik banyak menerima intervensi dari sejumlah LSM dan masyarakat (termasuk media). “Ini tidak mencerminkan rasa keadilan bagi keluarga Agus dan institusi TNI-AL. Apalagi Agus sudah tewas dan tidak bisa membela diri, sementara Nila bebas ngomong macam-macam,” tegasnya.
Oh please....kejadiannya jelas-jelas terjadi di tempat umum dihadapan banyak orang yang memberikan kesaksian sama lho!
Anyway, bagaimanapun aku ikut lega Nila bebas...Ikut juga merasakan keharuan melihat wajahnya ketika menerima SK pembebasan itu.... ”Entahlah, saya bingung, perasaan saya bercampur aduk,” kata Nila. Tidak bahagia? “Jelas bahagia lah, namun sepertinya tidak percaya saja...”
I wish you the best in your life, Nila...
(foto dicomot dari www.jawapos.co.id)