Tampilkan postingan dengan label banjir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label banjir. Tampilkan semua postingan

Minggu, 24 Februari 2008

[Bali] Day 5 : What A Holiday! Kamipun Terjebak Banjir Bandang di Pasuruan!!


Pagi itu kita ke Sanur berbarengan dengan rombongan SMP something dari Jawa.

Sebelumnya ijinkanlah aku menyebut seseorang, kepada siapa aku mendedikasikan postingan ini, dia yang tak lelah menanyakan kapan aku posting Bali Day 5 walaupun aku sedang nungguin Bea yang 4 hari opname di RS...
Kasihan Mas Yudi (http://yudexelex.multiply.com) yang memang sangat hobi membaca ini, pasti dia sudah benar2 kehabisan bahan bacaan... **menghela napas** :-D
Monggo Mas, meniko postinganipun, mugi dipun midangetaken... :-)

:::::.....
[Bali] Day 5 : What A Holiday! Kamipun Terjebak Banjir Bandang di Pasuruan!!

Rabu, 30 Januari 2008

Selepas Subuh saat anak-anak masih tidur, aku pergi menemani mas Iwan yang pingin hunting foto sunrise di Sanur. Sekembalinya, packing dan ketika jam menunjukkan pukul 9 (WIB) kamipun bertolak untuk kembali ke Surabaya dengan perjalanan darat.

Banyaknya pantai yang kita temui selama perjalanan di pesisir selatan Pulau Bali, hujan deras di sepanjang perjalanan, pengalaman menyeberang dengan ferry yang menyenangkan, anak-anak selam di pelabuhan Gilimanuk yang membuat Abe melongo, beberapa kali anak-anak rewel karena bosan, pemandangan PLTU Paiton di malam hari yang gemerlap dan fantastis, semua seperti sekelebat adegan pembuka untuk dokumentari kami hari itu. Waktu 12 jam, dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam serasa bagaikan sedetik saja, ketika kemudian kami memasuki adegan utama kami malam itu. Malam yang terasa panjang, mencekam dan sangat menegangkan!

Hujan masih turun dengan deras. Praktis dari tadi pagi hujan tak berhenti turun. Waktu makan malam di Rawon Nguling menjelang masuk Pasuruan, semangat kami semua yang sebelumnya sempat didera kebosanan dan kelelahan terpompa kembali. Betapa tidak, 2 jam lagi kami akan sampai kerumah. Sudah homesick berat!

Lalu, Metro News di TV RM Rawon Nguling mengabarkan informasi kalau beberapa sungai di Pasuruan meluap malam itu dan jalan-jalan utama sudah mulai tergenang air. Kitapun dengan bergegas beranjak dari tempat makan yang terkenal sampai rawonnya jadi menu rapat kabinet Presiden di Istana Negara itu. Mas Iwan dengan was-was mengambil resiko untuk meneruskan saja perjalanan, mumpung genangan belum tinggi pikirnya. Selain itu, jarak kerumah pun hanya tinggal 2 jam saja perjalanan.

Hujan makin mengkhawatirkan. Sekitar 5 km menjelang kota Pasuruan, jalanan gelap gulita. Rupanya listrik dipadamkan total dimana-mana menyusul banjir. Kita semakin was-was melihat kondisi pemadaman yang panjang, mungkinkah banjir sudah parah??

Dan benar saja, di gang-gang yang kita lewati sudah terlihat aliran air membanjir dengan deras. Di jalan raya banyak titik2 genangan yang semakin lama semakin tinggi. Genangan-genangan ini tidak hanya berupa genangan air tenang, tetapi merupakan aliran deras air yang jelas-jelas bandang!!

Di sekitar BCA Pasuruan, kelihatan jelas ada sungai yang meluber, arusnya benar-benar deras menuju kedua arah samping, dan kejalan! Ngeri sekali lihat arusnya yang deras!!

Waktu sampai di perempatan dekat alun-alun Pasuruan, genangan di jalan sudah sekitar 30 cm, setinggi lutut orang dewasa. Dan airnya masih mbandang!! Bukan permukaan yang tenang, tapi arus yang mengerikan derasnya. Sudah kelihatan suasana panik warga disepanjang jalan yang kita lewati. Juga para pengendara motor, apalagi yang membawa mobil sedan. Untunglah Innova kami cukup tinggi.

Rute ke Surabaya dialihkan ke jalan lain, kami pun mengikuti. Warga sudah banyak berkerumun diluar rumah, beberapa kelihatan mulai mengumpulkan barang-barang untuk diselamatkan. Suasana masih gelap gulita, hanya ada penerangan dari lampu kendaraan yang lewat dengan resah. Rupanya sudah ada komando untuk mengungsi. Duhhh!

Yang paling menakutkan untuk dilihat bukanlah ketinggian air di jalan, tetapi bahwa air itu mengalir dengan arus yang sangat deras! Benar-benar deras!! Sewaktu kecil, sebelum dibangun waduk Niyama, kota kelahiranku Tulungagung dikenal dengan banjirnya. Dan walaupun itu sudah 30 tahun berlalu, aku masih bisa dengan jelas memahami bahwa, INI BENER-BENER BANJIR BANDANG!!!

MASYAALLAH....BENAR-BENAR LENGKAP CERITA LIBURAN KITA YA!!!

Keluar dari jalan utama ke rute yang disarankan, genangan memang menghilang. Timbul sedikit harapan bisa sampai dirumah sebelum tengah malam. Sekarang kita berada sekitar 2 km sebelum Keraton (tempat yang terkenal sebagai pusat mebel kayu Pasuruan itu). Tetapi semenit kemudian jalan macet total!! Dan aneh! Jalur yang berlawanan dengan kita suepiiii...PI!! Nggak tampak sebiji mobil pun melintas!

Mas Iwan pun keluar untuk mengumpulkan informasi. Suasana diluar ramai, banyak yang keluar dari mobil dan terlibat perbincangan serius dalam rangka bertukar informasi. Ternyata apa yang dikhawatirkan Mas Iwan benar, bahwa jauh didepan sana, ada aliran sungai lagi yang meluap! Kabarnya di Keraton air sudah setinggi 2 meter! Sebuah mobil Panther yang menjadi pembawa berita keadaannya sudah dudul, cukup menjadi bukti untuk kita semua.

Di mobil suasana ikut tegang. Untung Bea sudah tidur. Abe tak henti bertanya “ada apa?” dan akupun tak henti menjelaskan dengan nada yang tak pasti bercampur tegang. Rupanya Abe merasakan ketegangan itu, karena setelah satu pertanyaan terjawab, bukannya berhenti tetapi rentetan pertanyaan lain langsung mengikuti.

Sempat ada ide untuk putar balik ke arah Probolinggo untuk menginap saja, tetapi ternyata ada kabar datang bahwa disanapun, tinggi air sudah se-dada orang dewasa.

KITA BENAR-BENAR TERJEBAK!!
Didepan, arah Kraton air sudah 2 meter! Di belakang, arah Probolinggo juga sama! Di kanan adalah pantai yang pasang, sumber segala banjir bandang malam itu. Ke arah kiri, berputar ke Malang kabarnya juga keadaan setali tiga uang karena banyak anak sungai yang harus dilewati dan juga meluap!!

Untunglah kemudian didekat situ, belok sebentar ada Rumah Makan “Kurnia”. Kitapun memutuskan parkir disitu sembari mencari-cari informasi. Didepan RM yang akhirnya memutuskan untuk buka 24 jam malam itu –pemiliknya bener2 baik dan welcome pada kami semua- jalanan sudah lengang, sama sekali tak ada mobil melintas dari 2 arah.

Rencananya, kami akan “menginap” di parkiran RM Kurnia. Besok, atau kalau kita beruntung jam 2 pagi (sesuai perkiraan orang-orang), ketika air laut sudah surut barulah kita lanjutkan perjalanan. Selama ngepos di parkiran itu –bersama sekitar 25 mobil lainnya- banyak hal yang kami jumpai.

Ada satu mobil Kijang berisi satu keluarga yang mengungsi. Rumahnya didekat alun-alun, dan ketika dia mengungsi tinggi air sudah 1 meter! (itu nyaris kira2 hanya 10 menit setelah kami lewat disitu! Masyaallah!!) Mesin mobilnya sudah blebek2 waktu dibuka, beruntung mereka bisa nyampai ditempat itu. Sebuah mobil lagi datang, berisi satu keluarga pengungsi, bercerita bahwa neneknya masih ketinggalan di atas genting rumahnya yang ditengah kota, tanpa mereka berdaya untuk putar balik mengambilnya sekarang. Mereka hanya bisa berdoa supaya si nenek bertahan sampai banjir surut, dan bahwa banjirnya nggak tambah tinggi menenggelamkan atap rumah. Duuhhhh....!!!!

Satu lagi kisah tragis melibatkan mas Iwan yang dudul kumat paranoidnya mempersiapkan pelampung buat anak-anak. Kubilang tragis karena demi itu, dia harus membongkar ludes isi mobil untuk mengambil pelampung anak2 yang berada di paling bawah tumpukan barang2. Persis orang buka pasar kaget di tempat perlindungan bencana jadinya.

Selebihnya, kami mencoba membuat acara menunggu banjir surut bisa tenang dengan cara kita masing-masing. Makan dan ngopi di RM yang seperti mendapat hikmah dari musibah ini, menggelar alas piknik yang baru kita beli di Bali, dan ngobrol sana-sini dengan sesama “korban” yang berlindung disitu. Acara ngobrol yang sangat berguna, karena dari situlah Mas Iwan –nggak tahu gimana caranya- tiba-tiba menginstruksikan kita untuk siap-siap meneruskan perjalanan. Waktu itu hampir Pukul 1.00 dini hari.

Ternyata dia berhasil menggaet seorang satpam yang mengaku tahu jalan alternatif ke Surabaya, lewat jalan tikus yang menuju ke Pandaan. Kabarnya hanya akan melewati satu sungai, dan sungai itu berada di tempat paling jauh dari sumber bandang. Resiko masih besar, karena walaupun sungai itu akan surut paling duluan, toh kita tidak tahu pasti apakah benar-benar sudah surut atau belum.

Kita pun nekad berangkat dengan dipandu Pak Satpam yang bersepeda motor itu. Dag dig dug tentu. Apalagi kemudian kita melihat, dibelakang kita banyak sekali mobil yang ikut, nyaris semua yang menuju Surabaya ikut. Duhhh kalo sampai nanti salah, kita yang harus bertanggungjawab nih.

Lewat jalan kecil dan gang-gang berliku, suasananya sangat mencekam. Listrik masih padam gelap gulita. Di sepanjang jalan, tak ada kendaraan lain kecuali iring2an kita itu. Kemudian Pak Satpam melepas kita, hanya menyisakan tunjukan jarinya ke suatu arah dari sebuah perempatan. Dengan iringan terimakasih dan sejumlah uang dari semua mobil yang ikut, Pak Satpam pun balik, dan kita sekali lagi tambah dag dig dug melewati jalanan yang gelap dan bertabur aura ancaman bencana. Masyaalloh, sungguh mencekam!!

Kita pun akhirnya melewati sungai yang dikhawatirkan, dan alhamduillah sudah surut!! Di sekitar sungai tampak banyak warga berkerumun, juga mobil polisi yang lampu sirinenya menyala tanpa suara. Hati kami semua miris demi mendengar komentar Mas Iwan “kayaknya ada korban yang meninggal disitu”.

Setelah setengah jam yang terasa seperti beberapa tahun, mulai tampaklah tanda arah jalan. Betapa kami bersyukur membaca tulisan “Sukorejo” dan betapa Mas Iwan heran dengan dirinya sendiri, kenapa dia yang selama ini sering pergi Sby-Pandaan-Pasuruan tetapi kok tidak pernah tahu dan lewat daerah ini?? Khas egoistis seorang paranoid-decision maker yang heroik, yang tak akan bisa menerima dan memaafkan ketidaktahuannya akan sesuatu yang bisa jadi penting seperti jalan tembus ini.

Kalimat syukur tak henti kami ucapkan. Akhirnya jalan ke Surabaya terbuka lebar dan aman. Di radio Suara Surabaya FM kami dengar sudah ada rekan dibelakang yang melaporkan rute yang berhasil kita tempuh ini. Supaya pengendara lain yang masih terjebak, bisa mengikuti rute kita menuju ke Surabaya –ataupun Malang.

Sebagai akhir cerita, tepat jam 3.00 pagi akhirnya kita sampai dirumah. Alhamdulillaahhh.... WHAT THE HECK OF A DAY!!! LIBURAN YANG AMAT AMAT BERKESAN!! And now finally, we’re home...save and sound.. Alhamdulillah...Dalam sholat malam itu sebelum kita ambruk di tempat tidur, tuntas segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melindungi perjalanan kita.

:::::.....

Besoknya, masih ditengah ributnya telpon dari/ke Abah/Mbah Sul dan Kakung/Uti membahas cerita terjebak banjir kemarin, ketika ditanya “Siapa mau pergi ke Bali lagi??”

“Sayaaaaa....!!!” jawab Abe dan Bea.
“Okeeeee insyaalloh kalo sakit pinggang Ibuk udah sembuh, kita ke Bali lagi yeeee”..sahut Ibuk sambil mbatin heran “Nggak ada mati2nye nih anak2” :-D

Subhanallohh
:::::.....

Salah satu berita tentang banjir itu bisa dibaca disini:
http://www.media-indonesia.com/berita.asp?id=157553 (by googling)

TAMAT
(pffhh...akhirnya....) :D