Rabu, 08 April 2009

Kenalan Dengan dr. Fang Yuukk!! (3-Tamat)

Kalo ada satu hal yang sangat tidak bisa diharapkan dari terapi pengobatan Cina, itu adalah hasil yang instan. Kalo kita pergi ke dokter karena sakit kepala, dokter akan memberikan obat anti rasa sakit, kita minum, kemudian wallah...sakit kepala kita bisa langsung pergi.

Pengobatan Cina memang lebih bersifat terapikal. Dr. Fang pernah bercerita, ketika dia berusia 26 tahun dulu dia pernah mengalami kecelakaan. Kurang jelas bagaimana (karena nggak tau kenapa logat cwongkoknya hari itu kental banget), melibatkan acara terpeleset, punggung terbentur pojok meja plus kejatuhan  lampu besar, yang pasti waktu itu tulang kakinya bergeser dan beberapa bagian ada yang remuk retak.

Dokter yang merawatnya memutuskan di kaki dr. Fang harus dipasang beberapa pen. Dua hari menjelang operasi pemasangan pen, barulah master chikungnya dr. Fang mendengar berita ini, dan langsung memerintahkan dr. Fang untuk membatalkan operasi dan mengambil alih penanganannya.

Selama sekitar 3 bulan kemudian, dr. Fang harus rela bergelut dengan rasa sakit yang teramat sangat selama menjalani terapi dengan masternya. Betapa tidak, selain rupa2 herbal dan totok chikung, sang master melakukan pengembalian tulang yang bergeser itu dengan cara manual. (Duh ngeri sekujur tubuhku waktu dr. Fang menceritakan bagian ini). Dan dalam sehari, bukan hanya satu dua kali si tulang kembali bergeser...tapi bisa 5-6 kali dan tiap kali itu pula si master (sekali lagi secara manual) mengembalikan si tulang pada tempatnya lagi. Hiiiyyyy nggak terbayang sakitnya kaya apa.

Si master chikung kemudian menjelaskan bahwa operasi pemasangan pen yang banyak dilakukan dokter-dokter itu baginya tak lain adalah "jalan pintas dan mudah" untuk mengatasi masalah tulang bergeser. Selama 2 tahun bahkan lebih kemudiannya, pen yang ditanam di tubuh pasien ini akan menjadi sumber penderitaan bagi si pasien. Di waktu malam dan udara dingin, si pen akan menjadi sumber nyeri yang amat sangat. Si master merasa lebih baik dr. Fang kesakitan sekarang, dalam waktu 3 bulan, daripada nanti dr. Fang harus bertahun-tahun menderita karena pen yang ditanamkan di kakinya.

:::::.....

Akupungtur sama sekali tidak instan, aku tahu itu. Itulah kenapa bulan2 pertama aku menjalaninya dengan tanpa harapan apa-apa. Mirip iklan Nike, pokoknya I just do it!

Menginjak 1,5 bulan, jujur aku tidak juga merasakan perubahan apa-apa (karena memang aku tidak mengharapkan apa-apa dlm waktu secepat ini), tapi rupanya orang lain yang melihatnya.

Komentar pertama datang dari Mas Iwan. Dia merasa mukaku lebih segar, lebih kelihatabn berseri. Kulitku juga jauh menjadi lebih halus (jangan ditanya gimana caranya dia bisa tau yaa :P).  Beberapa bagian kulit lenga atasku yang dulu dihiasi banyak bintik2 merah kecil (seperti bekas suntikan) yang mengumpul di beberapa tempat, eh sekarang memang sudah menghilang.

Komentar selanjutnya dari teman2 yang sehari-hari bertemu, terutama sesama walimurid di sekolah. Yang aku lebih langsing-lah, yang lebih seger-lah...dan memang kurasakan beberapa celana menjadi agak longgar terutama di bagian perut padahal timbangan badanku tidak berubah.

Kalo kuingat2 lagi, dalam 2 minggu terakhir aku memang cenderung gampang kenyang dan tidak gampang lapar. Setelah kutanya, Dr. Fang, selain menerapi jantungku, ternyata juga menusuk titik2 metabolisme tubuhku. Selain itu, aku yang biasanya paling susah BAB (bisa seminggu cuma sekali loh), akhir2 ini jadi lebih lancar.

Akhirnya beberapa minggu yang lalu, aku didiagnosa lagi oleh dr. Fang. Dia setuju bahwa aku sudah membaik. Dia bilang, raut mukaku sudah tidak pucat seperti dulu, sudah lebih menunjukkan kearah lebih sehat. Jantungku juga sudah mulai menguat kembali.

Dan ketika itulah kemudian aku memutuskan untuk menulis tentang dr. Fang dan mempostingnya disini... Terapiku sih masih 2,5 bulan lagi...mudah2an semakin kedepan, hasilnya akan semakin membaik terus...aminnn... :)

:::::.....

Dua hari lalu, aku cerita ke dr. Fang bahwa aku menulis tentang dia, dan akibatnya banyak teman minta diantarkan terapi ke dia. Dr. Fang tertawa geli cukup lama sambil bilang "Terima kasih....terima kasih...nanti kalau mau diskon bilang saja ya..." (Hahahaha)

Oh ya, aku sudah cerita belum, kalau banyak orang yang salah, mengira umur dr. Fang masih 40-an, padahal dia sudah hampir 60 tahun loh!!!
Dan sudah pulakah aku cerita kalau banyak teman2ku yang salah mengira...mereka pikir yang namanya dr. Fang itu adalah LAKI-LAKI????

:-D

:::::.....

Foto ki-ka : dr. Fang, Bea, Abe dan aku. Hari itu adalah pertama kali aku ajak anak2 ikut aku tusuk jarum. Kacau dan heboh, sampai sekarang aku masih kapok ajak mereka, kasihan dokter dan pasien lainnya **keluh**



:::::.....

Sabtu, 04 April 2009

Kenalan Dengan dr. Fang Yuukk!! (2)

Cerita menarik pertama yang dibawa oleh mas Dion (teman yang mengenalkan) tentang dr. Fang adalah kisah kepindahannya ke Indonesia.

Konon, di Tiongkok sana tepatnya di kota Guangzhou, ada seorang dokter sinshei yang bertahun-tahun menjadi langganan bos-bos besar Surabaya. Tak kurang dari bos Kedaung Group, Maspion, Jawapos Group dan Pasar Atum pun pernah menjadi langganannya.

Entah bagaimana ceritanya, si dokter yang juga menguasai akupungtur, terapi tenaga chikung sekaligus mendalami psikologi ini, akhirnya berhasil dibujuk untuk pindah ke Indonesia. Konon kepindahannya ke Surabaya ini atas sponsor bos Kedaung Group yang juga salah satu pendiri Masjid Cheng Hoo dan PITI (dulu Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, sekarang menjadi Pembina Iman dan Tauhid Islam). Untuk dr. Fang, disediakannya rumah dan tempat praktek di klinik akupungtur tepat disamping Masji Cheng Hoo. Akupun belum menemukan keterangan pasti ataupun menanyakan langsung ke dr. Fang, tetapi yang jelas sekitar tahun 2000 itu jugalah dia mengikrarkan syahadat untuk masuk Islam.

Cerita kedua yang dulu diungkapkan mas Dion adalah, dokter satu ini dikenal memiliki diagnosa yang jitu. Konon kata mas Dion, sudah banyak cerita mengenai hal ini. Salah satunya terjadi pada mas Dion sendiri. Suatu hari pas ketemu dengan dr. Fang, dia pas mengeluh meriang dan kurang enak badan. Dengan memeriksa nadi, dr. Fang langsung mengungkapkan ada kemungkinan besar mas Dion terkena demam denggue. Ternyata memang 2 hari kemudian badan mas Dion panas, dan ketika hari ke-3 diperiksa darahnya di lab, hasilnya memang positif DBD.

Oke juga nih, pikirku waktu itu. Menurutku diagnosa sangat penting karena dengan diagnosa dokter akan bisa memilihkan jenis pengobatan yang tepat kan? Tapi kemudian ada cerita lagi...

"Kita dateng ke dokter aja mbak, nggak usah cerita apa-apa dia akan bisa melihat apa penyakit mbak."

Nah ini...masak sihhh?? Sudah kebiasaan ya, aku itu kalo mendengar sebuah cerita yang terasa terlalu fantastis, pasti bawaannya merengutkan alis dulu, meragukan.

Tapi baiklah, mengingat jauhnya Master Saeho di Jakarta, dan mengingat para bos besar saja sering bela2in pergi ke Tiongkok untuk berobat ke dia, bahkan akhirnya ada yang sampai rela "mbandani" dokter Fang untuk pindah ke Surabaya, rasanya pantas untuk dicoba deh..

HARI PERTAMA BERTEMU DOKTER FANG

Pas ada bapak-ibukku, dan akhirnya kami bertiga diantar mas Dion ke tempat praktek dr. Fang. Tempatnya ada didalam kompleks Masjid Muhammad Cheng Hoo di Jl. Gading Surabaya.

Mata yang ramah, itu kesan pertama yang kulihat. Melihatnya ngobrol dengan mas Dion dalam bahasa mandarin jadi sensasi tersendiri buat telinga (sambil diam2 menahan geli mendengar mas Dion fasih ngomong cungkok sementara selama kenal dia, kita biasa ngomong pake boso jowo :D).

Diagnosa pertama dilakukan pada Bapak. Bapak yang berangkat dengan mindset "saya pengidap diabetes" cukup surprised karena dokter malah menyinggung punggung Bapak. "Bapak sering sakit punggung?" dan memang iya. "Sering kaku di leher?" memang iya. "Itu dari MAAG Bapak.."

Ya Allah, kita bertiga berpandangan. Bapak memang punya gangguan maag kronis, sejak dia muda dulu. Sejak Bapak terkena DM belasan thn yg lalu, urusan maag memang cenderung terlupakan, padahal tanpa disadari, kaku leher dan sakit punggung itu masih sering dialami Bapak, sampai Bapak nyaris tiap hari berkubang koyo, minyak gosok, counterpain dan sejenisnya. Bapak malah fokus menangani diabetesnya, rajin olahraga, mengatur diet, dll.

"Kencing manis saya gimana dok?" ditengah2 pemeriksaan nadi Bapak tak tahan bertanya.

"Nggak terlalu masalah...Bapak rajin olahraga ya? Peredaran darah juga lancar, nggak masalah" kata dokter Fang.

Singkat cerita kami bertiga pun di tusuk jarum hari itu. Waktu pulang, Bapak berkali-kali mengungkapkan pengakuannya atas diagnosa dokter. "Kuakui jitu ya...soal maag itu aku sama sekali nggak kepikiran loh, ternyata semua masalah punggung dan leher itu dari maag...ah, sahabat lamaku..." ungkap Bapak.

Dan sudahlah...kalau aku masih ragu padahal Bapak yang master of criticus itu sudah mengakui, berarti aku nggak tahu diri namanya, hehe...

:::::.....

Hasil diagnosa Ibu tidak mengejutkan. Tanpa babibu Ibu hanya mengangguk2 ketika dr. Fang memeriksa nadi Ibu dan menyebutkan soal kolesterol dan beberapa gangguan yang memang sesuai dengan yang dialaminya selama ini.

Untukku, dr. Fang juga menghadiahkan kejutan soal jantungku yang agak melemah...yang otomatis menjelaskan kenapa aku gampang deg2an, keringat dingin dan lemas, seperti yang kusebut di tulisan tentang dr. Fang bagian 1 kemarin...

Kelak, ketika sudah banyak mengobrol dengan beliau, dr. Fang bercerita tentang serba-serbi akupungtur dan chikung yang dia pelajari. Dia sempat mengungkapkan keheranannya. Ada salah satu mantan pasiennya, yang kemudian tertarik dengan akupungtur. Banyak menimba ilmu tanya ini itu ke dr. Fang selama terapi, memutuskan pergi ke Tiongkok selama 3 bulan untuk kursus menusuk jarum (ya, hanya 3 bulan saja, bandingkan dengan dr. Fang yang belajar akupungtur sampai 4 tahun bahkan lebih), kemudian kembali ke Indonesia dan buka praktek disini. Tentu saja dengan tempat praktek mewah, tarif yang tinggi dan harga obat cina yang sampai puluhan juta (untuk satu paket obat untuk sebulan).

"Lucu ha..." begitu komentarnya sambil senyum dan geleng-geleng, dengan bahasa Indonesia yang kental berlogat Tiongkok.

Oh ya, ada satu tips menarik dari dr. Fang. Sekarang ini di Indonesia (khususnya yang aku lihat sendiri adalah Surabaya), memang menjamur tempat-tempat praktek akupungtur segala rupa. Bagaimana kita bisa tahu akupungturis mana yang baik dan (paling tidak) kompeten dengan ilmunya?

Dr. Fang pun menjelaskan 3 kata Tiongkok (jgn harap aku ingat kata2nya) yang menjadi pedoman para akupungturis dan chikung, untuk mendiagnosa gangguan kesehatan pasiennya. Tiga kata itu kira2 intinya "saya melihat, saya mendengar, dan saya merasakan".

Saya melihat : begitu seorang pasien datang, sesungguhnya seseorang yang menguasai ilmu chikung sudah bisa sedikit memperkirakan gangguan apa yang diderita pasien itu. Misalnya: daerah sekitar hidung memucat menandakan gangguan di organ A. Sekitar mata memerah menandakan organ B terganggu, dlsb. Apalagi kalau ada penampakan yang lebih jelas, misalkan wajah menghitam (tanda liver sudah parah) atau bibir menghitam (tanda pasokan oksigen kurang, itulah kenapa para perokok berbibir hitam, karena pasokan oksigen ke otak kurang, dan ini menjelaskan keherananku selama ini kenapa walaupun sama sekali tidak merokok tapi bibir Mas Iwan agak hitam, tentu karena asma nya kalau begitu).

Saya mendengar : ternyata suara seseorang juga bisa dipakai untuk mendeteksi gangguan kesehatan. Mau contoh yang gampang, ya aku sekarang ini, suaraku serak karena batuk, bindeng karena pilek. Konon, ada banyak model "serak" yang mengindikasikan banyak gangguan, dari yang sederhana (flu) sampai serak model pengidap kencing manis yang sudah berada dalam level keparahan tertentu.

Saya merasakan : akhirnya, memeriksa dan merasakan nadi pasien lah yang menjadi senjata diagnosa. Cara ini juga yang selalu kulihat dipakai Master Saeho dalam memeriksa pasiennya.

So, inti dari tipsnya, ketika Anda baru pertama kali datang ke seorang akupungturis atau ahli chikung, jangan katakan apa-apa tentang keluhan Anda. Mestinya, dia akan bisa tahu dengan sendirinya, kira2 gangguan kesehatan apa yang Anda derita. Kira2 organ tubuh mana dari Anda yang sedang mengalami gangguan. Bukan magic bukan sihir, tetapi dalam ilmu chikung Cina, hal-hal ini memang sudah ribuan tahun diajarkan.

Dan kalau ketika Anda datang ternyata yang Anda hadapi adalah pertanyaan "Gimana Pak/Bu, apa keluhannya?", maka mungkin lebih baik kalau Anda tidak usah datang lagi ke tempat prakteknya itu.

(Bersambung)