Tampilkan postingan dengan label dzulhijjah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label dzulhijjah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Januari 2008

Undangan di Bulan Besar

Sebuah catatan mengakhiri bulan Dzulhijjah 1428 H...

Yang kualami ini, kemungkinan besar juga dialami kita semua. Aku tidak tahu persis dengan suku yang lain, tetapi orang-orang Jawa sangat banyak mengadakan acara pernikahan selama Bulan Besar. Bulan Besar menurut penanggalan Jawa identik dengan bulan Dzulhijjah. Konon, bulan ini memang bulan yang terbaik untuk melaksanakan pernikahan. Percaya atau tidak, yang jelas aku sendiri menikah TIDAK di Bulan Besar (that explains enough where I stand, right? :-D)

Akibatnya, bisa diduga setiap bulan ini datang, kita selalu kebanjiran undangan pernikahan! Contohnya bulan ini, bukan hanya hampir, tetapi di semua Hari Sabtu dan Minggu, selalu terisi jadwal ke kondangan. Beberapa kali bahkan lebih dari satu undangan dalam sehari.

Agak tersengal-sengal juga mengikuti jadwal kondangan ini. Apalagi bila ada 2 undangan di hari yang sama. Bukan apa-apa, sebenarnya jujur saja, aku rada-rada kurang betah kalo harus full-dressed berdandan formal with all those make-up kits (punyaku jelas2 paket paling minimalis, alias hanya terdiri bedak dan lipstik tipis warna soft), baju yang berpernik (biasanya sehari-hari polos bebas pernik), sepatu “feminin”, baju mengandung “blink2” yang bikin gatal kulit itu, dan sebangsanya...

Dua minggu lalu, kebetulan ada undangan, salah satu adik kelasku waktu kuliah menikah (di Surabaya). Celakanya, tepat di hari dan jam yang sama, temennya mas Iwan juga! Dan celakanya lagi, tempat acara resepsinya di Bedugul, Bali! Waduh, gimana mau ngatur kalo gini??? Terpaksa deh, hari itu kita “berpisah”, aku menghadiri pernikahan temenku di Surabaya dan Mas Iwan pergi ke Bali untuk menghadiri acaranya. Capek juga karena selain tempatnya jauuhh dan “menyesatkan” (hahaha), harus juga menghadapi pertanyaan “loh, suamimu mana??” tetapi nggak secapek mas Iwan tentunya, karena tiket pesawat sold out minggu itu (maklum high-season liburan dan cuti bersama), maka dia harus pergi ke Bedugul by car! Untung ada satu temennya lagi yang menemani pergi...duuhhh!

Acara mengisi amplop juga merupakan pengalaman tesendiri kan? Extra budget tentu harus disiapkan untuk mengisi amplop “bowo” (istilah suroboyoan) :-D. Yang jelas, kami punya “peraturan” tersendiri menyangkut amplop. Biasanya, semakin sang tuan rumah mengadakan acara di rumahnya yang berada di gang sempit yang **kadang2** kebanjiran (apalagi kalau yang menikah adalah karyawan), maka diusahakan semakin tebal amplop yang kita masukkan, daripada yang menyelenggarakan di gedung yang megah dengan lahan parkir luas. Jangan sampai kita salah kaprah memberikan amplop lebih tebal kepada mereka yang sudah berada (secara finansial tentu saja). Orang Jawa bilang, jangan sampai “nguyahi segoro” (menebar garam ke laut) :-D

Oya, ada lagi yang lucu. Suatu hari datang sebuah undangan. Aku yang menerima cuma “ah ya, undangan, kenalannya mas Iwan nih” karena aku merasa tidak kenal sama sekali nama-nama yang tertera disitu. Baik pasangan yang menikah, maupun orangtua yang mengundang.

Setelah mas Iwan pulang dan melihat undangannya, dia tanya “Ini siapa ya??”

“Loh, mas nggak kenal toh?” aku balik tanya dengan heran. “Nggak, bukannya kenalanmu?” sahut mas.

Kita berdua pun melongo..”habis ini siapa??? Nama dan alamat kita ditulis dengan lengkap dan jelas, tandanya kan dia mengenal kita mas???”

“Lha embuh!” Wah...misterius ini!

Berhari-hari kami dudul gara2 misteri ini. Akan sangat konyol kalo sampe waktunya kita datang ke acara, kita masih belum menemukan siapa gerangan si pengundang ini. Seminggu lebih kita memeras otak mengingat-ingat dimana pernah kenal dengan si empunya undangan itu. Akhirnya sampailah kita pada kesimpulan harus mengutuk diri kita sendiri sebagai orang yang nggak perhatian dan keterlaluan sampai-sampai melupakan kenalan yang dengan sangat baiknya ingat untuk mengirimkan undangan kepada kita. “Kenalan macam apa kita ini ya??” berkali-kali aku berujar kepada si mas.

Lamaaaaa setelah tanya sana-sini, ternyata jawaban datang dari salah seorang salesnya mas Iwan yang kebetulan melihat undangannya dirumah.

“Itu pemilik salah satu toko langganan kita” katanya...Walaaahhh...ternyata.....hehehe...Biasanya kalo ada toko yang mengundang, pasti dititipkan lewat sales yang mendatanginya, lha kebetulan yang ini dikirim by post...pantas saja! Kitapun akhirnya bisa “memaafkan” diri sendiri (wakakakak), maklum, toko langganan mas Iwan kan lebih dari 300 orang, jadi wajar kalo banyak yang nggak kenal :-D

Masalah undangan juga jadi hal yang sangat menyita waktu dan tenaga untuk Bapak dan Ibuku. Dengan umur dan kesibukan mereka sekarang ini, undangan pernikahan yang diterima bisa-bisa 3-4 kali banyaknya dibanding aku-mas Iwan. Tapi tak urung, waktu aku sempat curhat, Ibukku komentar “perasaan dulu waktu ibuk seumuran kamu, undangan yang kami terima gak sebanyak kamu”

Wah, lha nanti ketika aku seumuran Ibuk, apa jadinya kalau begitu....?? Apa sampe perlu kaya Saddam Hussein yang menciptakan kembaran agar dia bisa meghadiri 2-3 event di waktu yang sama??? **hiperbola kumat lagi**

 

&%#@^#&*!^(&!*(#&*(&#*^@#&^&

 

Surabaya, 1 Muharram 1429 H

Selamat Tahun Baru Hijriyah buat semuanya... :-)