Tampilkan postingan dengan label kucing. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kucing. Tampilkan semua postingan

Selasa, 13 Januari 2009

Zing Puber (Bagian 1)

 

Sudah seminggu ini semua orang dirumah dibikin pusing oleh Zing dan Abe.

Zing, kucing kesayangan dan pertama yang dimiliki anak-anak ini, sekarang memang sudah menginjak remaja (kalau nggak boleh dibilang dewasa). Selama ini kami memeliharanya dengan kasih sayang yang natural. Maksudnya natural, ya sealami mungkin. Tidak kekurangan kasih sayang, tapi juga tidak berlebihan. Tidak sampai menyiapkan kandang apalagi membawanya ke salon. Makanan pun tidak wajib beli yang khusus, menunya berselang-seling antara whizkas dan kepala ikan dari pasar, itupun dengan perbandingan yang jauh lebih sedikit untuk whiskaz.

Daripada membiarkan Zing dalam kurungan (dan menjadi kucing malas yang hanya rajin tidur), kami semua juga lebih suka membiarkannya lepas 24 jam, mengajaknya bermain, berlarian berloncatan di semua sudut rumah (kecuali kamar tidur tentu), halaman depan, samping bahkan ke taman kompleks. Karena itu Zing tumbuh dengan insting kekucingannya **hihi** yang masih terpelihara dengan baik.

Anyway, rupanya Zing sudah mulai puber. Seminggu lalu dia sempat menghilang, 3 hari nggak pulang. Sebelumnya beberapa kali Zing nggak pulang. Tetapi maksimal 2 hari kemudian berhasil pulang lagi, jadinya kami sudah nggak se khawatir dulu. Cuma, ada yang beda kali ini.

Kalau dulu-dulu, ketika Zing menghilang 2 hari trus kemudian pulang, kondisinya pasti dudul. Badan kotor semua, dengan tubuh kurus dan bulu yang acakadul. Terkadang, badannya luka dan bocel di beberapa tempat. Tanda dia baru mengalami “petualangan yang seru dan sedikit menakutkan” diluar sana. Dan begitu nyampe dirumah, dia pasti jadi pemalas untuk beberapa hari kemudian. Makan seperti kucing liar kelaparan, lalu tiduuurrr terus selama beberapa hari.

Nah, kali ini beda banget keadaannya. Malam itu, setelah 3 hari 3 malam Zing nggak pulang (rekor terlama hilang nih) dan Abe sudah mulai senewen, tiba-tiba Zing pulang. Disambut bahagia dong sama seisi rumah. Disiapkanlah makanan khusus dan lezat, dan kami semua mencelos melihat Zing makan seperti kesetanan. Duhh nih ‘anak’ pasti kelaparan diluar sana. Sambil makan, bergantian kami mengelusnya sambil menyesali tubuhnya yang kotor dan berdebu. Abe-Bea malah nggak mau pergi sama sekali dari tempat Zing makan.

Dan kemudian, hati kami mencelos lagi ketika sehabis makan, Zing menunjukkan tanda-tanda MAU PERGI LAGI!! Caranya ingin pergi, sama kesetanannya dengan cara dia makan tadi. Abe-Bea sampai teriak-teriak mencegah dia untuk pergi, maklum mereka mungkin masih kangen dengan Zing. Tapi Zing tetap ngeyel mau pergi. Seperti mencium suatu firasat, akhirnya Abe pun memutuskan mengambil tindakan drastis.

“Tutup semua pintu rumah!! Jangan biarkan Zing pergi!!”.... MasyaAllah, Abe memutuskan untuk mengurung Zing didalam rumah!!

Akhirnya Zing menghabiskan semalaman itu mengeluarkan raungan yang menyayat hati, seperti memohon semua orang untuk membukakan pintu dan memperbolehkannya keluar. Zing seperti melolongkan jeritan hatinya “Tolong...aku HARUS pergi lagi”

Abe menangis pilu...persis seperti tangisannya ketika menonton Lintang berhenti sekolah di film Laskar Pelangi. “Ibuukkkk gimana kalau diluar sana Zing diculik orang????”

Anakku... Aku tahu persis apa yang ada dipikirannya. Abe jelas-jelas patah hati melihat Zing yang sepertinya tidak mau berada dirumah ini. Padahal jelas-jelas seisi rumah masih kangen sama dia. Dengan tangisan panik Abe pun menelepon Abah (bapaknya Mas Iwan) meminta dibikinkan kandang untuk Zing. Dia juga memutuskan daripada diculik orang, mending Zing dikandang saja!

Wah, sudah mulai serius nih...

Besok paginya Abe wanti2 supaya mbak tetap mengurung Zing DIDALAM rumah selama dia sekolah. Begitu pulang, langsung Abe meminta laporan, dan sontak dia menangis lagi demi mendengar bahwa Zing masih melolong-lolong terus didepan pintu, minta dibukakan dan diperbolehkan keluar. Malam itu suasana dirumah tegang. Abe-Bea sibuk menebak-nebak apa yang terjadi sehingga Zing seperti itu.

Aku, sibuk menenangkan Abe (yang terus-terusan menangis) dan Bea dengan cerita-cerita masa kecilku ketika kehilangan kucing yang mulai dewasa. “Mungkin dia menemukan kucing betina diluar sana, dan pingin sekali menikahi kucing betina itu, mungkin Zing memang sedang jatuh cinta!”

Eleuh eleuh si Ibuk....

“Nggak boleh! Pokoknya Zing harus tetap dikurung dirumah!”

“Biarkanlah dia pergi Abe... Sudah berkali-kali dia membuktikan bahwa dia bisa pulang lagi kerumah kita setelah menghilang, maka percayalah bahwa besok-besok dia akan pulang lagi dengan baik-baik saja...”

“Nggak boleh Buukkk....Darimana Ibuk tahu kalo dia akan baik-baik saja??”

“Lihatlah dia! Biasanya sehabis menghilang, dia selalu menikmati berada dirumah. Makan, tidur, makan lagi, tidur lagi. Tapi lihat sekarang! Dia kelihatan sangat pingin pergi ke suatu tempat diluar sana! Dan badannya pun bersih nggak ada luka kali ini. Itu tandanya Zing menemukan sesuatu yang sangat menyenangkan diluar sana, bukan sesuatu yang menakutkan! Iya kan?”

“Tapi bagaimana kalau dia diculik orang jahat Buuukkk???” Abe berkali-kali mengungkapkan ketakutannya bahwa mungkin kalau dia melepaskan Zing kali ini, maka itulah kepergian terakhirnya dari rumah ini, alias mungkin Zing tidak akan kembali lagi kerumah ini untuk selamanya.

Aku mulai mengerti.... Sikap Zing yang bukannya “senang” pulang kerumah, tapi malah pingin segera “pergi” lagi ternyata membuat Abe sangat takut kehilangan Zing...

:::::.....

 

Besoknya, selepas shubuh sehabis mengaji pagi, Abe dipanggil dan diajak ngomong sama Bapak. Kalo Ibuk sudah mentok gini, biasanya memang Bapak yang action.

“Abe suka nggak main dirumah Abah?” tanya Bapak.

“Suka!” jawab Abe.

“Kenapa Abe suka main dirumah Abah?”

“Karena bisa main macam2, berenang, sepedaan...”

“Nah, kira-kira Abe mau nggak kalau Abe main kerumah Abah, trus sama Abah DIKURUNG di kamar, nggak boleh kemana-mana??”

Abe diam..... Kemudian tiba-tiba dia menggeleng pelan. Matanya perlahan beralih kepada Zing (yang masih setiap njogrok depan pintu depan nunggu dibukain, sampe ketiduran disitu). Kemudian, air muka Abe mendadak berubah, ada suatu pencerahan dan rasa ikhlas yang menyeruak disitu.

Abe lalu berjalan kearah Zing, kali ini memeluknya dengan hangat. Mulutnya terlihat komat-kamit (belakangan dia mengaku bahwa dia berdoa memohon kepada Allah untuk keselamatan Zing). Kemudian Abe memutar kunci pintu depan, membangunkan Zing yang kelihatan takjub melihat pintu terbuka. Dengan serta-merta, Zing pun berlari keluar seperti kesetanan. Ada kilat dimatanya yang seakan menyemburkan pesan entah untuk siapa dan dimana “Aku dataangggg!!!”

Abe terpekur agak lama di depan pintu. Aku tahu. Detik itu, Abe belajar banyak tentang satu hal yang amat penting, ikhlas melepaskan Zing pergi... dan aku hanya bisa memeluknya...

(Bersambung)

Senin, 12 Januari 2009

Zing The Cat




Tulisan ini sudah lama aku ketik, tapi selalu tak sempat diposting. Kemarin ada kejadian dirumah, menyangkut Zing. Kejadian yang besar dan memberikan banyak pelajaran penting khususnya buat Abe. Ceritanya sedang aku siapkan untuk diposting. Sementara itu, aku posting dulu cerita Zing dibawah ini.

:::::.....

Kenalkan, ini adalah Zing.

Sudah lama sekali Bea membujuk Bapak supaya diperbolehkan memelihara binatang. Specifically, dia sangat kepingin punya kucing. Abe juga. Tak heran, karena selain anak-anak memang sangat suka binatang, si Ibuk juga suka cerita kalau waktu kecil dulu juga punya piaraan bermacam binatang waktu di Tuklungagung.

Si Bapak, selama ini sekuat tenaga berusaha melarang karena dibayangi beberapa ketakutan.

Pertama, masih segar dalam ingatan, selama ini binatang piaraan dirumah tidak pernah awet, hidupnya selalu mengenaskan. Sebabnya apalagi kalau bukan “penganiayaan atas nama cinta” yang dilakukan Abe-Bea. Saking senengnya mereka, sudah 3 anak ayam, 2 kelinci dan 1 ikan meninggal karena lemas terlalu banyak dihujani “kasih sayang” ala mereka. Di “ewer-ewer” kesana kemari, dipeluk-peluk terlalu kencang, diajak kejar-kejaran sampai binatang piaraannya jatuh dan tertimpa Abe atau Bea, aduh banyak pokoknya. They end-up dead for love... *hikss*

Kedua, khususnya kucing, Bapak takut akan bahaya tokso. Selain itu, walaupun waktu kecil Bapak juga memelihara kucing, tetapi dia juga kadang-kadang alergi bulu binatang, apalagi kalau kondisi badan sedang kurang fit.

Suatu hari Fabruari lalu, Rima, tetangga blok sebelah yang juga kakak kelas Abe, bercerita kalau kucingnya baru melahirkan. Bea langsung ajak mbak untuk main kerumah Mbak Rima dan melihat anak kucing yang baru lahir.

Eh, pulangnya, wajah Bea cerah sumringah, dan dengan tak sabar cerita kalau sama Mbak Rima, dikasih salah satu dari beberapa anak kucingnya yang baru lahir. Di belakangnya, Mbak Prapti yang tak kalah semangatnya, menggendong sekor kucing kecil. Rumah jadi heboh dan meriah. Larangan Bapak, sudah tak terhiraukan lagi. Bapak yang ditelpon dikabari, hanya bisa geleng-geleng pasrah.

Sorenya Abe pulang sekolah, lebih heboh lagi! Abe juga yang mempunyai ide untuk nama si kucing. Detik itu, Zing telah merebut hati kami sekeluarga.

Lama-lama, ada yang aneh dengan Zing. Dulu, kita semua mengira dia keturunan kucing lokal biasa. Ternyata, lama kelamaan, ekor Zing tumbuh dengan luar biasa indahnya. Bulunya panjang-panjang, lembut dan kalau Zing berjalan, si ekor ini suka mengacung keatas, persis ekor tupai! Akhirnya muncul dugaan-dugaan dudul, bahwa mungkin dalam diri Zing, mengalir darah campuran Persia. Hehe...

Zing juga special. Entah jodoh atau apa namanya, Zing sama aktifnya dengan Abe dan Bea. Walaupun sudah tidak anak-anak lagi, Zing masih sangat menyukai diajak kejar-kejaran atau main bola. Dan tidak ketinggalan, Zing juga sedikit usil dan galak pada semua orang. Aduh kok bisa cocok begitu ya...?

Sekarang, Zing sudah besar, umur 5-6 bulan, ibarat manusia dia pasti sudah memasuki usia remaja. Bea pun sudah harus bersusah payah nggendong Zing, saking beratnya.


-Sidoarjo, 6 Juli 2008-