Tampilkan postingan dengan label ustcholil. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ustcholil. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 13 Maret 2010

Hari Pembalasan

Pagi tadi sehabis Subuh, sambil melakukan sedikit gerak badan kudengar pengajian Ahad pagi oleh Ustad. Cholil  di masjid depan. Memang nikmat ya tinggal didepan masjid, dengerin pengajian pagi tuh bisa sambil ngapa2in dirumah.

Ada satu poin yang menarik perhatianku tadi. Ustad Cholil menyebutkan sesuatu tentang balasan dari Allah atas perbuatan kita di dunia ini. Semua perbuatan baik akan diganjar dengan pahala dan kebaikan pula dari Allah, itu pasti semua sudah tahu dong. Tetapi, kata Ustad, balasan itu tidak akan kita rasakan di dunia ini.

Kalaupun ada seseorang yang dalam hidupnya selalu berbuat kebaikan (kepada dirinya sendiri maupun orang lain), lalu ternyata hidupnya sendiri penuh dengan kenikmatan (misalnya rezeki cukup bahkan lebih, selalu sehat dan mendapat kedudukan yang mulia dimata manusia lain), maka boleh dibilang itu adalah semacam HADIAH dari Allah saja. Balasan yang sesungguhnya atas semua kebaikan yang dia lakukan itu, akan dia terima nanti ketika di akhirat. Ketika hidup sesudah mati. Ketika hari pembalasan mulai terjadi.

Aku jadi berpikir, bahwa ini masuk akal juga.  Coba lihat di sekitar kita. Terkadang, ada orang-orang yang dalam hidupnya seringkali berbuat kejahatan dan kemaksiatan, tetapi kemudian hidupnya penuh dengan kenikmatan. Dia bukan hanya selalu sehat, tetapi juga kuat. Dia bukan hanya dicukupkan rezekinya tetapi juga berlebih. Dia bukan hanya hidup dengan tenang tapi juga bahagia dan terpandang di masyarakat.

Sementara di sisi lain, banyak orang yang berhati baik dan mulia tetapi hidup dengan perjuangan yang berat. Dia mungkin fakir dan miskin, dia mungkin diterpa penyakit yang tak berkesudahan, hubungannya dengan keluarga dan orang-orang di sekitar mungkin berantakan, dan sebagainya.  Makanya kemudian sering terlontar istilah “DUNIA INI MEMANG TIDAK ADIL”

Bukan hanya berpikir bahwa ini masuk akal, terkadang hal ini juga kurasakan memang terjadi.  Kita memang percaya bahwa kalau kita berbuat kebaikan, maka suatu saat kebaikan itu akan kembali kepada kita. Tetapi yang jelas, itu tidak selalu terjadi di dunia ini. Karena seringkali kebaikan-kebaikan yang kita lakukan kepada orang lain, kembali kepada kita dalam bentuk yang buruk. Kita sudah berniat ingin memperlakukan karyawan dengan sebaik-baiknya misalnya, eh mereka malah mencuri dari kita. Kita sudah bertahun-tahun membina hubungan baik dengan seseorang (entah teman, tetangga, suami, istri, guru, murid, relasi kerja, dan lain-lain), eh mereka ternyata mengkhianati dan mendzolimi kita. Banyak contoh lainnya, dan siapapun pasti pernah merasakan hal ini. Betul nggak?

Yang paling baik memang ketika kita melakukan apapun yang kita niatkan sebagai sebuah kebaikan,  kita lakukan dengan IKHLAS. Tanpa mengharap balasan apalagi balasan di dunia. Dan ini memang sulit sekali, itulah kenapa ilmu ikhlas itu dinilai sebagai salah satu ilmu tertinggi yang sangat sulit untuk dikuasai manusia.  Pasti karena ego kemanusiaan kita yang duduL. Terkadang, kita mungkin merasa sudah berbuat sesuatu kebaikan kepada orang lain tanpa mengharap balasan. Kebaikan itu memang terlupakan oleh kita sedetik kemudian. Tetapi kemudian ketika suatu saat balasan justru datang dari orang tersebut dalam bentuk yang buruk, kita tidak bisa menghentikan datangnya perasaan nelangsa (atau sedih, atau bahkan marah) yang hadir di hati kita. Akhirnya tanpa kita sadari, kebaikan yang tadi sudah kita lupakan, eh hadir lagi di pelupuk mata dan ingatan kita. “Padahah aku dulu sudah seperti itu loh sama dia….tapi kenapa balasannya dia kok seperti ini ya?”

Nahhh….
*nyengir sedih membayangkan malaikat2 yang sudah mencatat amal kebaikan kita, lalu sibuk mencari setip untuk mengkoreksinya kembali*

Hati manusia memang ternyata teramat lemah ya… Padahal Allah sudah menjanjikan adanya hari pembalasan untuk semua kebaikan yang kita lakukan nanti di akhirat, pasti dengan kondisi yang jauh lebih nikmat dan kekal. Tetapi kenapa kita masih saja sibuk mengharapkan balasan atas kebaikan yang kita lakukan ini, di dunia yang fana dan menipu ini…??

Astaghfirullah…

Jumat, 19 September 2008

[Ustad Cholil] Antara Aku dan Speaker Masjid

Malam ini, karena anak2 pada sudah ketiduran setelah sesorean tadi ikut kegiatan bagi-bagi takjil di pinggir jalan, jadinya **sekali lagi** terpaksa aku tarawih di rumah. Tapi, enaknya punya rumah pas depan masjid, aku masih sempat menyimak ceramah malam ini yang disampaikan salah satu ustadz favoritku.

Masih ingat Ustadz Cholil Umam yang dulu aku pernah cerita??

Tema malam ini, terus terang mengena banget buat aku.Tentang AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR. Mengajak kepada kebaikan, dan mencegah kemungkaran.

Nah, mengapa kita semua bisa dengan gampang mengajak orang lain untuk berbuat kebaikan, tetapi sebaliknya, sangat sulit untuk mencegah suatu kemungkaran?? Terus terang aku merasa begitu. Persis banget dengan yang Ustadz Cholil bilang, bahwa biasanya ada 2 poin penting kenapa ini sering terjadi kepada kita.

1. Karena nahi mungkar berhubungan dengan resiko yang lebih besar. Contoh. Kalau misalnya kita mengajak orang lain peduli sesama, atau mengaji, atau berbagi dengan zakat dlsb. maka resikonya kecil. Mau mereka ikut, ya alhamdulillah, mau mereka nggak ikut, ya sudahlah. Tetapi kalau kita melihat orang lain berbuat kemungkaran, kita selalu merasa berhadapan dengan resiko yang besar. Contoh. Ketika ada copet, kita biasanya berpikir berkali-kali kalau mau ikut menangkapnya. Jangan-jangan temannya banyak trus berbalik ngeroyok kita, malah konyol nanti kalau niat kita baik tetapi keamanan diri kita (bahkan keluarga) ikut menjadi taruhannya. Akibatnya, akan penuhlah dunia ini dengan orang-orang cuek yang acuh tak acuh terhadap kenyataan sekitarnya.

2. Seringkali kita merasa sungkan. (Duh yang ini nih yang paling sering terjadi sama aku). Mungkin yang berbuat kemungkaran itu teman sendiri. Atau orang yang lebih tua dari kita. Maka ketika dia berbuat kemungkaran, kita pun jadi sungkan mengingatkan. Takutnya yang bersangkutan tersinggung, atau marah sehingga mempengaruhi hubungan baik kita dengannya.

 

Lalu Ustad Cholil meneruskan. PADAHAL, akibat dari tidak berjalannya (atau tidak seimbangnya) antara amar ma’ruf dan nahi mungkar ini, SANGAT BAHAYA LHO! Dan jangan lupa bahwa di Al-Qura’n, dua perintah ini (amar ma’ruf DAN nahi mungkar) selalu sejalan bersama, menjadi 2 hal yang tidak terpisahkan.

Kata Rasulullah, ketika amar ma’ruf DAN nahi mungkar tidak berjalan secara seimbang di suatu kaum, maka yang akan terjadi adalah 3 hal berikut ini :

a.      Allah akan menurunkan pemimpin yang dzalim kepada kaum tersebut. Intinya, pemimpin yang tidak nahi mungkar (kan memang diambil dari kaum yang begitu modelnya kan??). Dan logikanya, ketika banyak orang yang tidak berani mencegah kemungkaran, maka kemungkaran akan merajalela didalam kaum tersebut, dan aturan kehidupan pun menjadi berantakan. (Ngeri ya, semoga saja calon pemimpin kita pemilu berikut ini tidak termasuk pemimpin yang dzalim, aminn).

b.      Yang tua tidak dihormati, yang muda tidak disayangi. Aduh bayangkan kalau model hubungan seperti ini terjadi di seluruh masyarakat kita. Sopan santun menghilang, keegoisan dan keacuhan manusia satu terhadap yang lain merajalela. Wah, hancurr semua!

c.       Doa-doa dari orang-orang yang terpilih didalam kaum tersebut, TIDAK AKAN DIKABULKAN oleh Allah. Siapa orang-orang terpilih yang dimaksud?? Ya ulama-nya, ya umaro-nya, ya rakyat miskin-nya, ya orang-orang teraniaya-nya. Intinya, kalau suatu kaum sudah tidak bisa dan mau lagi mencegah kemungkaran, doa-doa orang yang biasanya manjur itu, tidak akan diterima oleh Allah. Naudzubillah.

 

Wah, trus gimana dengan aku dong?? Hikss.

Aku itu orangnya paling tidak bisa mengingatkan atau langsung menegur ketika orang lain berbuat sesuatu yang dzalim atau kurang baik. Aku bukan tipe orang yang langsung bisa njawil atau “membekap” seseorang yang *misalnya* tiba-tiba datang dan dengan rumpinya membicarakan kejelekan orang lain. Aku biasanya memilih diam, tak menanggapi dan berusaha pergi secepat aku bisa.

Aku juga paling-paling cuma bisa tersenyum menanggapi kalau ada temen yang bicara berlebihan tentang dunia (misal soal tas bermerk berharga jutaan atau soal betapa kekayaan suaminya setinggi langit). Aku biasanya cuma tersenyum, dan mencari-cari alasan untuk pergi secepatnya. Aduh! Apakah aku ini sudah termasuk orang-orang yang cuek dan menyendiri dengan keegoisan sendiri tadi itu ya??? Astaghfirullah..


Kita simak yuk kelanjutan ceramah Ustad Cholil...

Jadi bagaimana caranya agar kita bisa termasuk kedalam orang-orang yang bukan hanya amar ma’ruf, tetapi juga nahi mungkar?? **nah ini dia, mana pas bagian ini speaker masjid agak rewel, jadi demi ekstra menajamkan telinga, aku pun pindah dari kamar tidur ke ruang tamu didepan hueheuhue**

Tak ada jalan lain, ya kita harus bertindak kalau melihat ada kemungkaran didepan kita! Apapun itu! (Waahhh jadi ingat kasus FPI yang suka jadi rame itu, jadi apakah harus begitu??).

Ustad Cholil kemudian menjelaskan ada 3 cara yang bisa kita tempuh untuk mencegah kemungkaran.

  1. Dengan kekuasaan.
  2. Dengan nasihat, kalau kita tidak mampu berkuasa, dan
  3. Dengan doa, kalau kita tidak juga mampu menasihati. Doa kepada Allah supaya kemungkaran itu tidak terjadi, dan kalaupun sudah terjadi, cepat berakhir.

Aaaahhhhhhhhhhhhhh hati ini langsung lega. Rupanya aku tak boleh berkecil hati. Cara 1 dan 2, memang aku belum sanggup. Tapi cara nomor 3, itu rasanya sudah sering aku lakukan.

Kalau aku tahu ada teman, saudara atau orang lain yang rupanya mendzolimi diri mereka sendiri dengan suatu kemungkaran, aku biasanya memang hanya bisa mendoakan mereka. Dan aku tak perlu sungkan atau menempuh resiko apa-apa, karena bukankah salah satu doa yang makbul adalah “doa seseorang kepada orang lain yang dilakukan secara DIAM DIAM??” :-)

Wallahua’lam bishawab


UPDATE :

Baca komentar mbak Dian aku jadi inget ada yang ketinggalan. Ustad Cholil juga memberi tips begini. Ketika kita berusaha amar ma'ruf, maka semua kita mulai dari DIRI SENDIRI. Lalu keluarga, kemudian orang-orang terdekat, dst.

Nah, untuk nahi mungkar, JUGA SAMA! Kita mulai dari diri sendiri, kemudian keluarga, orang sekitar dst dst. Begituuuuu :-)


::..