Sabtu, 30 Juni 2007

Anak-Anak Datang dan Pergi, Ibu Guru Tetap Menyayangi

Kemarin –Sabtu, 30 Juni 2007- adalah acara perpisahan di TK nya Abe. Di akhir acara, semua anak satu angkatan (75 anak dari 3 kelas) bersama-sama naik panggung, berdiri ala paduan suara. Bersama-sama mereka menyanyikan sebuah lagu perpisahan yang meskipun tidak jelas liriknya, tapi sangat terasa syahdunya.

 

Melihat anak2 tak terasa air mata langsung mengalir haru. Beberapa teman walimurid sempat mengejek aku yang memang –seperti biasa- gampang sekali mewek terharu. Eh, tak berapa lama ditengah2 lagu, kulihat satu per satu mereka kok ikutan nangis juga, hiks...gimana sih (he he).

 

Di samping panggung berjajar semua ibu guru. Beberapa guru kelas terlihat melakukan beberapa isyarat untuk memberi instruksi anak2 dalam menyanyi. Tak perlu waktu lama kulihat banyak yang sudah sesenggukan juga. Ah! Suasana waktu itu memang syahdu banget..!! Percaya atau tidak, anak2 yang biasanya kalo dipanggung adaaaa aja yang berulah, kali ini sama sekali tidak!! Mereka tekun menyanyi dengan syahdunya. Aduuhhh....

Melihat para guru yang beberapa sampai sesenggukan itu, aku jadi berpikir. Salah satu hal yang pasti menjadi moment yang sangat berat buat para guru, mungkin adalah moment seperti ini. Ketika mereka harus melepaskan anak-anak yang lulus. (Mikir itu waktu itu, air mata jadi tambah deras deh T_T). Tak terbayangkan rasanya...

 

Dari awal masuk TK, sehari-hari dunia mereka penuh dengan anak-anak didik. Waktu banyak dihabiskan di kelas dengan anak-anak (apalagi kaya sekolahnya Abe yg fullday gitu). Di rumahku, hanya dengan 2 anak-anak saja sudah tak terhitung kelucuan, kekonyolan dan kejadian2 spesial yang terjadi (dari kecelakaan2 kecil sampai kebandelan2 yang menguji emosi) . Apalagi di kelas!! Ada 25 anak-anak dengan kelucuan dan kebandelan sendiri2. Kesannya pasti sangat dalam buat Bu Guru yang rata-rata memang modelnya penyayang anak itu (maklum guru TK).

 

Waktu melihat Bu Guru mulai sesenggukan demi melihat anak-anak menyanyi di panggung kemarin, aku jadi mengira-ngira apa yang ada dipikiran mereka. Harus merelakan anak-anak yang sudah sangat dekat di hati itu untuk meneruskan sekolah ke SD, meneruskan perjuangan mereka mencapai cita-cita. Membayangkan hari-hari kemarin berada ditengah-tengah hangatnya anak2 dan hari2 selanjutnya yang hanya tersisa kenangan. Pantas saja kalo sangat mengharukan, pasti terbayang satu2 wajah anak2 dan terbayang segala kejadian berkesan yang dialami selama bersama anak-anak.

 

Aku sendiri termasuk walimurid yang sangat sering ‘berkeliaran’ di sekolah. Maklum ibu rumah tangga, tak ada pekerjaan lain selain ngurusin anak-anak. Secara pribadi, aku sangat dekat mengenal para guru, bukan hanya yang kebetulan mengajar Abe.

Karena tugas dari Komite Sekolah, kalo ada guru yang sakit, seringkali aku datang menjenguk. Begitupun kalo ada yang melahirkan, tertimpa musibah (misal lumpur lapindo atau kematian anggota keluarga), aku seringkali datang kerumah mereka, berinteraksi dengan keluarga mereka dan lain sebagainya. Aku jadi tahu betapa dekatnya para guru dengan anak2. Ketika mereka berkumpul pun, topik yang dibcarakan adalah juga anak2. Tentang si Pasya yang susah dilarang kalo sudah mengejar pingin peluk si Amel, tentang si Ghofur yang suka menyusup ke kelas lain, tentang Chalita yang dorong2an bertengkar dengan Ofi di kolam renang. Everything! Kalau dipikir2, waktu yang dihabiskan ibu guru disekolah dengan anak2, bisa-bisa sama intensitasnya dengan waktu yang mereka habiskan dirumah bersama anak2 kandung mereka sendiri.

 

Rasa sayang dan kedekatan mereka kepada anak2 kita, bukan mustahil sama dengan rasa sayang kita yang orangtua kandung ini...

 

Jangan bayangkan guru TK akan sama dengan guru SD, SMP atau SMA lho!! Guru-guru TK ini, mereka bukan hanya mengajar, mereka juga mengasuh dan menjaga. Mereka menenangkan ketika anak2 kita rewel. Mereka membelai rambut anak-anak kita ketika bersalaman. Mereka merawat luka anak-anak kita ketika terjatuh. Mereka memberikan pelukan ketika anak-anak kita membutuhkannya. Mereka menyayangi dengan sepenuh hati...

 

Dalam sesengukan Ibu Guru kemarin, aku melihat semua...

Mereka melepas anak-anak pergi....

Mereka menyiapkan hati untuk siap menyayangi lagi, murid2 angkatan baru yang nantinya akan menghiasi hari-hari mereka lagi...selama 2 tahun....untuk kemudian melepas mereka lagi ketika lulus nanti...

Tak terbayang banyaknya rasa sayang yang ditebarkan para guru untuk anak-anak selama bertahun2 mereka mengajar ya...

 

Aku jadi rindu dengan guru TK ku dulu....

Namanya Bu Sangadah. Terakhir aku melihatnya sekitar 2 tahun lalu di Tulungagung, beliau sudah renta (maklum waktu dulu aku TK, dia adalah guru senior yang sudah setengah umur). The point is, dalam memoriku masih jelas tergambar sosoknya ketika mengajarku 26 tahun yang lalu. Masih jelas tergambar gaya sanggul rambutnya, tahi lalat besar di pipi kirinya, senyum teduhnya tiap kali menyambut di pagi hari, badannya yang agak membungkuk (mungkin karena terlalu banyak merendahkan wajah untuk bicara dengan anak-anak), sepatu hitam ala minnie mouse yang kuingat tak pernah berganti selama aku TK dan suara ketak-ketok yang ditimbulkan ketika beliau berjalan, aku masih bisa mengingatnya lho!! Suara seraknya yang tiba-tiba bisa menjadi tegas kalo menghadapi anak yang bandel, rasanya masih bisa kudengar dengan jelas terngiang di telingaku sekarang!! (aduh Ibu...doaku untukmu...)

 

Tak terbayang, berapa banyak para murid yang sampai sekarang masih mengenang beliau seperti aku. Seluruh hidupnya, yang beliau lakukan hanya mengajar dan mengajar. Kubayangkan hatinya sekarang pasti sudah berkemilau selaksa batu berlian karena terasah dan tersepuh untuk mencintai anak-anak didiknya silih berganti. Menerima mereka dalam asuhan kasih sayangnya dan melepas dengan doa dan haru airmata ketika anak-anak itu lulus sekolah. Subhanalloh...

 

Benar-benar pahlawan tanpa tanda jasa. Seperti sebuah puisi yang pernah kubaca, “Ibu Guruku...kau adalah bagian dari doa malamku...”

 

(nostalgia tentang Bu Guru kita yuuk...)

5 komentar:

  1. irma irmawidyati30 Juni 2007 pukul 21.07

    Andai semua guru dari smp s/d sma n perguruan tinggi, sesayang guru2 tk.
    Andai semua orang menyadari besar jasa para guru mereka selama ini.
    Andai... pemerintah mau meningkatkan kesejetahteraan guru2 kita diatas para pejabat2 kita yang malah kerjanya makan uang rakyat.
    Andai...... aku dan mba Wahida tidak secengeng ini melepas anak2 yang masih TK,
    lha gimana kalo suatu saat nanti harus melepas anak ketika perguruan tinggi dst, atau kelak... diminta orang?..
    Huaaaaaaaa :((

    BalasHapus
  2. katanya, yg disebut orang tua itu sesungguhnya ada tiga ya... ortu, mertua, dan guru.... lupa tepatnya deh.

    BalasHapus
  3. irma irmawidyati1 Juli 2007 pukul 03.23

    setujuhh mba Nelly.. Mamiku sendiri juga bilang begitu :D

    BalasHapus
  4. wahida ariffianti1 Juli 2007 pukul 11.13

    iya aku juga setuju....cuman yang melas, kita ini baktinya ke guru kok kurang sekali ya rasanya....contoh saja, masihkah kita sekarang pergi silaturahmi ke (misal) guru TK, SD gitu...?
    hikss.....paling pol ya cuma bisa doain ya...udah terlalu umek sama urusan keluarga kita masing2 (walopun terlalu naif kalo itu jd alasan sich) hiks...

    BalasHapus
  5. kata Al Gozali, jika ingin pandai dalam menuntut ilmu, salah satu syaratnya : hormatilah guru

    BalasHapus