Rabu, 08 April 2009

Kenalan Dengan dr. Fang Yuukk!! (3-Tamat)

Kalo ada satu hal yang sangat tidak bisa diharapkan dari terapi pengobatan Cina, itu adalah hasil yang instan. Kalo kita pergi ke dokter karena sakit kepala, dokter akan memberikan obat anti rasa sakit, kita minum, kemudian wallah...sakit kepala kita bisa langsung pergi.

Pengobatan Cina memang lebih bersifat terapikal. Dr. Fang pernah bercerita, ketika dia berusia 26 tahun dulu dia pernah mengalami kecelakaan. Kurang jelas bagaimana (karena nggak tau kenapa logat cwongkoknya hari itu kental banget), melibatkan acara terpeleset, punggung terbentur pojok meja plus kejatuhan  lampu besar, yang pasti waktu itu tulang kakinya bergeser dan beberapa bagian ada yang remuk retak.

Dokter yang merawatnya memutuskan di kaki dr. Fang harus dipasang beberapa pen. Dua hari menjelang operasi pemasangan pen, barulah master chikungnya dr. Fang mendengar berita ini, dan langsung memerintahkan dr. Fang untuk membatalkan operasi dan mengambil alih penanganannya.

Selama sekitar 3 bulan kemudian, dr. Fang harus rela bergelut dengan rasa sakit yang teramat sangat selama menjalani terapi dengan masternya. Betapa tidak, selain rupa2 herbal dan totok chikung, sang master melakukan pengembalian tulang yang bergeser itu dengan cara manual. (Duh ngeri sekujur tubuhku waktu dr. Fang menceritakan bagian ini). Dan dalam sehari, bukan hanya satu dua kali si tulang kembali bergeser...tapi bisa 5-6 kali dan tiap kali itu pula si master (sekali lagi secara manual) mengembalikan si tulang pada tempatnya lagi. Hiiiyyyy nggak terbayang sakitnya kaya apa.

Si master chikung kemudian menjelaskan bahwa operasi pemasangan pen yang banyak dilakukan dokter-dokter itu baginya tak lain adalah "jalan pintas dan mudah" untuk mengatasi masalah tulang bergeser. Selama 2 tahun bahkan lebih kemudiannya, pen yang ditanam di tubuh pasien ini akan menjadi sumber penderitaan bagi si pasien. Di waktu malam dan udara dingin, si pen akan menjadi sumber nyeri yang amat sangat. Si master merasa lebih baik dr. Fang kesakitan sekarang, dalam waktu 3 bulan, daripada nanti dr. Fang harus bertahun-tahun menderita karena pen yang ditanamkan di kakinya.

:::::.....

Akupungtur sama sekali tidak instan, aku tahu itu. Itulah kenapa bulan2 pertama aku menjalaninya dengan tanpa harapan apa-apa. Mirip iklan Nike, pokoknya I just do it!

Menginjak 1,5 bulan, jujur aku tidak juga merasakan perubahan apa-apa (karena memang aku tidak mengharapkan apa-apa dlm waktu secepat ini), tapi rupanya orang lain yang melihatnya.

Komentar pertama datang dari Mas Iwan. Dia merasa mukaku lebih segar, lebih kelihatabn berseri. Kulitku juga jauh menjadi lebih halus (jangan ditanya gimana caranya dia bisa tau yaa :P).  Beberapa bagian kulit lenga atasku yang dulu dihiasi banyak bintik2 merah kecil (seperti bekas suntikan) yang mengumpul di beberapa tempat, eh sekarang memang sudah menghilang.

Komentar selanjutnya dari teman2 yang sehari-hari bertemu, terutama sesama walimurid di sekolah. Yang aku lebih langsing-lah, yang lebih seger-lah...dan memang kurasakan beberapa celana menjadi agak longgar terutama di bagian perut padahal timbangan badanku tidak berubah.

Kalo kuingat2 lagi, dalam 2 minggu terakhir aku memang cenderung gampang kenyang dan tidak gampang lapar. Setelah kutanya, Dr. Fang, selain menerapi jantungku, ternyata juga menusuk titik2 metabolisme tubuhku. Selain itu, aku yang biasanya paling susah BAB (bisa seminggu cuma sekali loh), akhir2 ini jadi lebih lancar.

Akhirnya beberapa minggu yang lalu, aku didiagnosa lagi oleh dr. Fang. Dia setuju bahwa aku sudah membaik. Dia bilang, raut mukaku sudah tidak pucat seperti dulu, sudah lebih menunjukkan kearah lebih sehat. Jantungku juga sudah mulai menguat kembali.

Dan ketika itulah kemudian aku memutuskan untuk menulis tentang dr. Fang dan mempostingnya disini... Terapiku sih masih 2,5 bulan lagi...mudah2an semakin kedepan, hasilnya akan semakin membaik terus...aminnn... :)

:::::.....

Dua hari lalu, aku cerita ke dr. Fang bahwa aku menulis tentang dia, dan akibatnya banyak teman minta diantarkan terapi ke dia. Dr. Fang tertawa geli cukup lama sambil bilang "Terima kasih....terima kasih...nanti kalau mau diskon bilang saja ya..." (Hahahaha)

Oh ya, aku sudah cerita belum, kalau banyak orang yang salah, mengira umur dr. Fang masih 40-an, padahal dia sudah hampir 60 tahun loh!!!
Dan sudah pulakah aku cerita kalau banyak teman2ku yang salah mengira...mereka pikir yang namanya dr. Fang itu adalah LAKI-LAKI????

:-D

:::::.....

Foto ki-ka : dr. Fang, Bea, Abe dan aku. Hari itu adalah pertama kali aku ajak anak2 ikut aku tusuk jarum. Kacau dan heboh, sampai sekarang aku masih kapok ajak mereka, kasihan dokter dan pasien lainnya **keluh**



:::::.....

Sabtu, 04 April 2009

Kenalan Dengan dr. Fang Yuukk!! (2)

Cerita menarik pertama yang dibawa oleh mas Dion (teman yang mengenalkan) tentang dr. Fang adalah kisah kepindahannya ke Indonesia.

Konon, di Tiongkok sana tepatnya di kota Guangzhou, ada seorang dokter sinshei yang bertahun-tahun menjadi langganan bos-bos besar Surabaya. Tak kurang dari bos Kedaung Group, Maspion, Jawapos Group dan Pasar Atum pun pernah menjadi langganannya.

Entah bagaimana ceritanya, si dokter yang juga menguasai akupungtur, terapi tenaga chikung sekaligus mendalami psikologi ini, akhirnya berhasil dibujuk untuk pindah ke Indonesia. Konon kepindahannya ke Surabaya ini atas sponsor bos Kedaung Group yang juga salah satu pendiri Masjid Cheng Hoo dan PITI (dulu Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, sekarang menjadi Pembina Iman dan Tauhid Islam). Untuk dr. Fang, disediakannya rumah dan tempat praktek di klinik akupungtur tepat disamping Masji Cheng Hoo. Akupun belum menemukan keterangan pasti ataupun menanyakan langsung ke dr. Fang, tetapi yang jelas sekitar tahun 2000 itu jugalah dia mengikrarkan syahadat untuk masuk Islam.

Cerita kedua yang dulu diungkapkan mas Dion adalah, dokter satu ini dikenal memiliki diagnosa yang jitu. Konon kata mas Dion, sudah banyak cerita mengenai hal ini. Salah satunya terjadi pada mas Dion sendiri. Suatu hari pas ketemu dengan dr. Fang, dia pas mengeluh meriang dan kurang enak badan. Dengan memeriksa nadi, dr. Fang langsung mengungkapkan ada kemungkinan besar mas Dion terkena demam denggue. Ternyata memang 2 hari kemudian badan mas Dion panas, dan ketika hari ke-3 diperiksa darahnya di lab, hasilnya memang positif DBD.

Oke juga nih, pikirku waktu itu. Menurutku diagnosa sangat penting karena dengan diagnosa dokter akan bisa memilihkan jenis pengobatan yang tepat kan? Tapi kemudian ada cerita lagi...

"Kita dateng ke dokter aja mbak, nggak usah cerita apa-apa dia akan bisa melihat apa penyakit mbak."

Nah ini...masak sihhh?? Sudah kebiasaan ya, aku itu kalo mendengar sebuah cerita yang terasa terlalu fantastis, pasti bawaannya merengutkan alis dulu, meragukan.

Tapi baiklah, mengingat jauhnya Master Saeho di Jakarta, dan mengingat para bos besar saja sering bela2in pergi ke Tiongkok untuk berobat ke dia, bahkan akhirnya ada yang sampai rela "mbandani" dokter Fang untuk pindah ke Surabaya, rasanya pantas untuk dicoba deh..

HARI PERTAMA BERTEMU DOKTER FANG

Pas ada bapak-ibukku, dan akhirnya kami bertiga diantar mas Dion ke tempat praktek dr. Fang. Tempatnya ada didalam kompleks Masjid Muhammad Cheng Hoo di Jl. Gading Surabaya.

Mata yang ramah, itu kesan pertama yang kulihat. Melihatnya ngobrol dengan mas Dion dalam bahasa mandarin jadi sensasi tersendiri buat telinga (sambil diam2 menahan geli mendengar mas Dion fasih ngomong cungkok sementara selama kenal dia, kita biasa ngomong pake boso jowo :D).

Diagnosa pertama dilakukan pada Bapak. Bapak yang berangkat dengan mindset "saya pengidap diabetes" cukup surprised karena dokter malah menyinggung punggung Bapak. "Bapak sering sakit punggung?" dan memang iya. "Sering kaku di leher?" memang iya. "Itu dari MAAG Bapak.."

Ya Allah, kita bertiga berpandangan. Bapak memang punya gangguan maag kronis, sejak dia muda dulu. Sejak Bapak terkena DM belasan thn yg lalu, urusan maag memang cenderung terlupakan, padahal tanpa disadari, kaku leher dan sakit punggung itu masih sering dialami Bapak, sampai Bapak nyaris tiap hari berkubang koyo, minyak gosok, counterpain dan sejenisnya. Bapak malah fokus menangani diabetesnya, rajin olahraga, mengatur diet, dll.

"Kencing manis saya gimana dok?" ditengah2 pemeriksaan nadi Bapak tak tahan bertanya.

"Nggak terlalu masalah...Bapak rajin olahraga ya? Peredaran darah juga lancar, nggak masalah" kata dokter Fang.

Singkat cerita kami bertiga pun di tusuk jarum hari itu. Waktu pulang, Bapak berkali-kali mengungkapkan pengakuannya atas diagnosa dokter. "Kuakui jitu ya...soal maag itu aku sama sekali nggak kepikiran loh, ternyata semua masalah punggung dan leher itu dari maag...ah, sahabat lamaku..." ungkap Bapak.

Dan sudahlah...kalau aku masih ragu padahal Bapak yang master of criticus itu sudah mengakui, berarti aku nggak tahu diri namanya, hehe...

:::::.....

Hasil diagnosa Ibu tidak mengejutkan. Tanpa babibu Ibu hanya mengangguk2 ketika dr. Fang memeriksa nadi Ibu dan menyebutkan soal kolesterol dan beberapa gangguan yang memang sesuai dengan yang dialaminya selama ini.

Untukku, dr. Fang juga menghadiahkan kejutan soal jantungku yang agak melemah...yang otomatis menjelaskan kenapa aku gampang deg2an, keringat dingin dan lemas, seperti yang kusebut di tulisan tentang dr. Fang bagian 1 kemarin...

Kelak, ketika sudah banyak mengobrol dengan beliau, dr. Fang bercerita tentang serba-serbi akupungtur dan chikung yang dia pelajari. Dia sempat mengungkapkan keheranannya. Ada salah satu mantan pasiennya, yang kemudian tertarik dengan akupungtur. Banyak menimba ilmu tanya ini itu ke dr. Fang selama terapi, memutuskan pergi ke Tiongkok selama 3 bulan untuk kursus menusuk jarum (ya, hanya 3 bulan saja, bandingkan dengan dr. Fang yang belajar akupungtur sampai 4 tahun bahkan lebih), kemudian kembali ke Indonesia dan buka praktek disini. Tentu saja dengan tempat praktek mewah, tarif yang tinggi dan harga obat cina yang sampai puluhan juta (untuk satu paket obat untuk sebulan).

"Lucu ha..." begitu komentarnya sambil senyum dan geleng-geleng, dengan bahasa Indonesia yang kental berlogat Tiongkok.

Oh ya, ada satu tips menarik dari dr. Fang. Sekarang ini di Indonesia (khususnya yang aku lihat sendiri adalah Surabaya), memang menjamur tempat-tempat praktek akupungtur segala rupa. Bagaimana kita bisa tahu akupungturis mana yang baik dan (paling tidak) kompeten dengan ilmunya?

Dr. Fang pun menjelaskan 3 kata Tiongkok (jgn harap aku ingat kata2nya) yang menjadi pedoman para akupungturis dan chikung, untuk mendiagnosa gangguan kesehatan pasiennya. Tiga kata itu kira2 intinya "saya melihat, saya mendengar, dan saya merasakan".

Saya melihat : begitu seorang pasien datang, sesungguhnya seseorang yang menguasai ilmu chikung sudah bisa sedikit memperkirakan gangguan apa yang diderita pasien itu. Misalnya: daerah sekitar hidung memucat menandakan gangguan di organ A. Sekitar mata memerah menandakan organ B terganggu, dlsb. Apalagi kalau ada penampakan yang lebih jelas, misalkan wajah menghitam (tanda liver sudah parah) atau bibir menghitam (tanda pasokan oksigen kurang, itulah kenapa para perokok berbibir hitam, karena pasokan oksigen ke otak kurang, dan ini menjelaskan keherananku selama ini kenapa walaupun sama sekali tidak merokok tapi bibir Mas Iwan agak hitam, tentu karena asma nya kalau begitu).

Saya mendengar : ternyata suara seseorang juga bisa dipakai untuk mendeteksi gangguan kesehatan. Mau contoh yang gampang, ya aku sekarang ini, suaraku serak karena batuk, bindeng karena pilek. Konon, ada banyak model "serak" yang mengindikasikan banyak gangguan, dari yang sederhana (flu) sampai serak model pengidap kencing manis yang sudah berada dalam level keparahan tertentu.

Saya merasakan : akhirnya, memeriksa dan merasakan nadi pasien lah yang menjadi senjata diagnosa. Cara ini juga yang selalu kulihat dipakai Master Saeho dalam memeriksa pasiennya.

So, inti dari tipsnya, ketika Anda baru pertama kali datang ke seorang akupungturis atau ahli chikung, jangan katakan apa-apa tentang keluhan Anda. Mestinya, dia akan bisa tahu dengan sendirinya, kira2 gangguan kesehatan apa yang Anda derita. Kira2 organ tubuh mana dari Anda yang sedang mengalami gangguan. Bukan magic bukan sihir, tetapi dalam ilmu chikung Cina, hal-hal ini memang sudah ribuan tahun diajarkan.

Dan kalau ketika Anda datang ternyata yang Anda hadapi adalah pertanyaan "Gimana Pak/Bu, apa keluhannya?", maka mungkin lebih baik kalau Anda tidak usah datang lagi ke tempat prakteknya itu.

(Bersambung)

Sabtu, 28 Maret 2009

Kenalan Dengan dr. Fang Yuukk!! (1)

Kenalan dengan dr. Fang yuk...

Yang kebetulan sering baca status Facebook ku pasti sudah nggak asing lagi dengan nama ini. Dua kali dalam seminggu aku nyaris selalu pasang status "kencan dengan dr. Fang".

Cerita perkenalanku dengan dokter satu ini nggak lepas dari sejarah diabetes ku sejak 8 th yang lalu. Aku memang beresiko besar mengidap diabetes karena keturunan (dr ayah). Siapa bilang warisan dari orangtua itu hanya bisa berupa harta? Ternyata diabetes pun sekarang menjadi warisan bapakku yang sangat aku syukuri.

Walaupun aku berharap warisan ini tidak berlanjut kepada anak-anakku (apalagi anak pertamaku laki-laki, konon secara hereditas Abe lebih beresiko daripada Bea yang anak kedua dan berjenis kelamin sama denganku), dan walaupun ketika pertamakali divonis dulu aku sempat down, tetapi alhamdulillah penyakit ini telah membuat aku merasa lebih dekat dengan Allah pada akhirnya. Bukankah itu yang terpenting? Apalagi seorang teman meyakinkan bahwa penyakit adalah penghapus dosa-dosa kita. Subhanallah.

Waktu itu, pencetusnya adalah kehamilan Abe. Dan sampai sekarang aku mencoba mengontrolnya dengan berusaha hidup disiplin terutama soal olahraga dan makanan. Apakah kadang-kadang aku dudul bosan atau lepas kontrol? Tentu saja. Tetapi overall aku bisa hidup mesra dengan kadar gulaku. Aku juga nggak mau tergantung obat2an, karena udah ngeri duluan dengan efek sampingnya.

Anyway..
Sekitar 7 bulan lalu, datang sebuah musibah berupa sebuah kabar buruk. Memang sudah waktunya, karena selama ini Allah sudah terlalu banyak mengujiku dengan nikmat. Jadi rupanya memang sudah waktunya musibah itu datang.

Nggak perlu diceritakan disini karena tentu saja nggak relevan, tetapi rupanya musibah itu telah membawa perubahan pada tubuhku. Sejak itu, nggak tau kenapa aku jadi gampang sekali berdebar-debar. Waktu yoga, sering sekali tiba2 napas tersengal, bahkan ketika sekedar jalan sekeliling Masjid Al Akbar.

Keringat dingin juga kadang-kadang menyertai, dan aku merasa kualitas tidurku menurun. Kadang-kadang, di saat-saat tertentu napas terasa agak berat dan sesak. Aku langsung merasa badanku sangat tidak beres. Menyikapi musibah dengan hati ikhlas tentu memang yang harus dilakukan, tetapi urusan badan rupanya tak sesederhana itu. Untuk waktu 1-2 bulan aku benar-benar merasa sangat tidak sehat. Kuputuskan, sudah waktunya mencari cara dan bantuan untuk kembali sehat.

Urusan kesehatan, nggak tahu kenapa sudah sejak lama aku sangat menyukai cara-cara Cina. Mungkin karena cara yang dimiliki salah satu peradaban tertua di dunia itu selalu terkesan ALAMI buatku. Mungkin juga karena aku terlalu banyak tumbuh ditemani film-film kungfu yang berseri-seri itu. Atau mungkin karena aku menghabiskan sebagian besar masa kanak-kanakku di klub bulutangkis dan bergaul dengan banyak teman beretnis Cina. Di klub, dulu kami selalu dikawal seorang sinshei kalau ada masalah kesehatan. Dari situlah aku mengenal cara-cara seperti chikung, totok, tusuk jarum sampai dengan ramuan2 herbal segala rupa warna dan bau. Menarik benar buatku waktu itu, karena mirip dengan di film-film kungfu yang kutonton, hehe.

Kata orang, kunci keberhasilan suatu pengobatan adalah keyakinan pasien itu sendiri. Itulah kenapa sudah beberapa tahun ini setiap ke Jakarta aku selalu menyempatkan mengunjungi Master Saeho, seorang terapis chikung di Jakarta yang sempat belajar langsung di kuil shaolin sana selama hampir 10 tahun. Tiap kali keluar dari rumah master di bintaro itu, badanku selalu terasa lebih segar. Tapi disaat begini, rasanya aku perlu terapi yang lebih intensif, dan jarak Surabaya-Jakarta tentu saja jadi terasa merepotkan. Nggak terbayang kalo sampai harus kerumah master seminggu sekali aja, harus ninggalin anak-anak, juga konsumsi waktu dan biaya pasti luar biasa.

Disaat yang tepat itulah, oleh seorang teman kami diberitahu dan dikenalkan kepada dokter Xie Fang. Teman ini dulu kebetulan memang pernah 2 tahun tinggal di Tiongkok, dan disanalah dia mengenal dokter yang kisah kepindahannya ke Indonesia tahun 2000 lalu, juga kisah kemualafannya, sangat unik dan menarik ini.

Tapi kok tulisan ini belum-belum sudah panjang duluan ya...
Bersambung aja kali ya, biar nggak capek bacanya, hehe. Next, aku akan cerita bagaimana hebatnya sih dokter ini menurutku, sampai aku menyerah dalam tusukan jarum-jarum akupungturnya...? :D

(Bersambung)

Rabu, 25 Maret 2009

Abe, MiniZoo dan Duri Idaman

:::...

Rabu kemarin 25 Maret 2009, ada kegiatan MINI ZOO di sekolahnya Abe. Tema bulan ini sepertinya memang giliran kecerdasan natural (natural intelligence), karena minggu lalu itu proyeknya tentang kebun dan tumbuhan, eh sekarang giliran binatang.

Semua siswa kelas 2 diminta untuk membawa poster binatang (untuk dipasang di seputar dinding kelas) dan Rabu kemarin itu, membawa binatang (hidup). Mulai minggu lalu, sebelum sakit, Abe sudah ancang-ancang membawa binatang yang diinginkannya.

Dia terang-terangan bilang, pingin bawa LANDAK!!!

Gubrak nggak sih?? Landak?? Aku awalnya cuma bisa melongo... Terus terang yang seperti ini memang sering terjadi dengan Abe. Daya kreativitasnya yang tinggi seringkali membuat kami speechless kalo pas keluar ide yang sangat “out of the box” dari dia begini.

“Landak??” tanyaku memastikan

“Iya Buk, landak!! Pasti seru, biar beda sama yang dibawa teman-teman nanti. Paling yang dibawa teman-teman nanti kalo gak kura-kura, kelinci, ya hamster...aku pingin yang lain.”

“Maksud Abe hedgehog?? Bukankah hedgehog jarang sekali ada di Indonesia?”

“Bukan hedgehog, Buk, tapi landak!! Yang durinya jigrak ituu!!!”

Setelah menguasai diri sebentar, aku pun berpikir. Bukankah LANDAK termasuk binatang yang berbahaya? Dan tidak dijual di petshop-petshop?? Hemm... Abe sudah 7 tahun, sepertinya sudah waktunya untuk sedikit saja mengenalkan realita kepadanya. Mungkin beberapa teman masih ingat dengan tulisanku yang ini http://cikicikicik.multiply.com/journal/item/164/Ulang_Tahun_Yang_Sangat_Penting patut dicoba juga deh...

“Ide bagus itu Be, bawa landak!! Boleh-boleh!!” kalimat ini yang kemudian kuucapkan sebagai respon setelah melongoku usai. Dengan antusias yang kuusahakan pas dalam suaraku, lengkap dengan acungan jempol sambil nyetir dalam perjalanan pulang.

“Sekarang, dimana ya kira-kira kita bisa beli LANDAK??”

“Ya di petshop buk!!”

“Oke, kita lihat sampai hari Senin ya, kalo memang kita berhasil menemukan landak yang dijual, ya kita beli, dan Abe akan bisa bawa landak ke sekolah. Tapi kalo Senin itu kita tidak bisa menemukan orang yang menjual landak, ya Abe bawa binatang yang ada dirumah saja. Kelinci atau kucing. Setuju?”

“Oke Buk! Setuju!”

 

Sampai dirumah, kita browsing lah petshop-petshop yang online di internet. Nihil. Ya iyalah aku juga sudah mengira hasilnya, tetapi kucoba biarkan Abe menemukan sendiri realita itu...kalo “cuma” omongan Ibuknya, mana cukup untuk membuat dia percaya..??

Besoknya, pencarian dilanjutkan. Sementara itu, semakin banyak orang rumah yang dibuat melongo oleh berita bahwa Abe akan beli LANDAK untuk dibawa ke mini zoo sekolah.

Browsing lagi di petshop-petshop, bahkan kami mencoba membuka-buka forum-forum pecinta dan jual beli binatang. Hasilnya, memang tidak ada yang menjual landak. Telpon beberapa teman yang bekerja di petshop, jawabnya pun sama. Intinya kami sudah melakukan semuanya untuk menemukan seekor landak yang dijual dan bisa kami beli.

Satu lonjakan ide “KITA BELI DI KEBUN BINATANG AJA!!”, sebelum kemudian Abe pun menyerah...dengan sukarela.... Sepertinya memang tidak ada yang menjual landak yang dia inginkan (sekali lagi, yang berbulu keras dan jigrak). Apalagi kemudian ditunjang dengan info-info tentang betapa susahnya kalau kita harus memelihara LANDAK. Terutama menyangkut bulunya yang benar-benar keras, runcing dan berbahaya itu.

Akhirnya, dengan sukarela Abe pun memutuskan untuk membawa binatang lain saja. DENGAN SUKARELA, ya...ini memang tujuanku! Yang paling penting, adalah Abe tahu bahwa kita sudah berusaha sebisa kita untuk mewujudkan idenya. Supaya Abe juga belajar, bahwa terkadang, ujung dari sebuah ide adalah sesuatu yang bernama realitas....sebagus dan sefantastis apapun ide itu. Apalagi kemudian dia sempat sakit panas selama 5 hari.

Hari Senin siang, ketika dia masih terbaring sakit sembari rajin memohon-mohon supaya Rabu dia diperbolehkan masuk supaya bisa ikut mini zoo, tiba-tiba kulihat dia sibuk membawa-bawa satu kotak bekal plastik kecil. Ditaruhnya seonggok gula didalamnya. Kemudian dia minta bantuanku untuk melubangi kotak-kotak itu kecil-kecil dengan garpu panas.

“Ini untuk apa Be?” tanyaku sembari melubangi bagian atas wadah, melihat onggokan gula disitu, sepertinya aku bisa mengira kemana arah jawaban Abe.

“Untuk ngumpulin semut Buk, aku mau bawa semut aja untuk minizoo nanti.”

“Semut???”

“Iya, di halaman samping ada semut rang-rang yang muerah dan buesar-besar di dekat pohon kelapa. Aku mau ngumpulin yang buanyakkkk trus kubawa ke mini zoo”

Duuhh... Entah kenapa, aku kok seperti kembali ke awal tulisan ini ya.... **gubrax......**

:::::.....

Catt. : akhirnya Abe memutuskan membawa KELINCI abu-abu piaraannya ke mini zoo di sekolah. Ini setelah Mas Iwan mengijinkan Abe membawa gerombolan semut rang-rangnya (yang waktu itu memang sudah terkumpul...hhiiiyy mengingatnya saja aku sudah merasa gatal semua) dengan syarat bahwa Abe mau dan mampu bertanggungjawab kalau puluhan bahkan mungkin ratusan semut rang-rang itu lepas dan menggigit semua yang ada di kelas Abe (termasuk ustadz/ah) sampe bentol-bentol.... “Karena, bahkan Bapak pun nggak akan mampu bertanggungjawab, Be!!”

:-D

 

:::::.....

Senin, 23 Maret 2009

Renovasi Liku Liku

:::::.....

Akhirnya, minggu ini jadi juga kami pindahan rumah...
Untuk sementara, kami akan tinggal di rumah kontrakan yang jaraknya 4 rumah saja, selama rumah kami direnovasi...

Inilah ujung dari rencana yang sebenarnya sudah dimulai sejak awal 2006 yang lalu. Ketika itu kami merasa bahwa sudah waktunya Abe punya kamar sendiri. Tak berapa lama kemudian kelak Bea pun pasti juga sama. Sementara dirumah kami hanya ada 3 kamar. Satu kamar utama, satu kamar yang akhirnya menjadi kamar tamu (mengingat seringnya Uti-Kakung dan ponakan-ponakan menginap di Surabaya), dan satu lagi kamar mbak2 diatas.

Dalam perjalanannya, rencana merenovasi rumah harus berkali-kali ditunda, bahkan hampir berubah menjadi rencana lain yang berbeda.

Penundaan pertama, adalah karena tahun 2006 Mas Iwan sangat memerlukan membangun gudang dan kantor di Tulungagung. Akhirnya budget yang disiapkan untuk renovasi, kami pakai dulu untuk membangun gudang disana. Padahal rencana dan gambar sudah kelar dibikin Mas Awi (teman MI yang juga arsitek kami). Setahun kemudian, 2007 ketika budget terkumpul kembali, ternyata Mas Iwan memerlukan untuk membangun gudang lagi, kali ini di Surabaya (mengingat gudang yang lama masih jadi satu dengan kantor, maka sudah waktunya usaha MI memiliki gudang yang lebih memadai). Rencana renovasi rumah pun tertunda lagi karena budget terpakai untuk membeli tanah dan membangun gudang.

Awal tahun 2008, rencana renovasi rumah mulai mendapat perhatian lagi. Walaupun pada tahun ini MI memerlukan untuk membangun gudang dan kantor (lagi) di Jember dan Sulawesi, tapi rupanya budgetnya tidak perlu lagi “mengorbankan” budget renovasi rumah. Ternyata oh ternyata, jalan menuju renovasi masih saja harus tertunda...

Tiba-tiba saja muncul ide untuk PINDAH. Ya, pindah dalam arti yang sebenarnya. Membeli tanah dan membangun rumah di daerah lain. Kali ini yang menjadi incaran tentu saja daerah Gayungsari karena didaerah itulah anak-anak sekolah. Sudah lama Abe sangat pingin bisa berangkat sekolah sendiri naik sepeda. Idenya, tahun ini mungkin kita gunakan budget renovasi untuk membeli lahan yang lebih luas disitu, kemudian menabung lagi dan 2-3 tahun kemudian baru membangun rumah impian kita disitu. Secara ekonomis, ini tentu lebih tidak “mubazir” dibandingkan kalau kami harus membongkar rumah kami yang sekarang (dari RAB yang diajukan arsitek, konon biaya bongkarnya saja bisa sampai Rp. 100 juta alamakkk).

Pikir-pikir...bingung-bingung...kami pun sudah sempat lama ngiter daerah Gayungsari dan sekitarnya untuk hunting lahan. Tapi ternyata, pada akhirnya kami merasa bahwa memang standar yang dimiliki rumah mungil kami sekarang ini kami nilai terlalu tinggi sehingga sulit dicari gantinya.


RUMAH MUNGIL KAMI

Rumah pojok di lahan 200 m2 ini adalah rumah yang pertama kami beli tahun 1998 ketika pernikahan kami baru berumur 2 tahun. Bagaimana kami bisa mampu membeli rumah ini, itu semata-mata adalah keajaiban Allah. Ceritanya bisa dibaca disini deh http://multiply.com/m/item/cikicikicik:journal:45. Ketika mengajukan KPR dulu, nyaris semua bank menolak kami karena melihat umur kami berdua yang masih 21 dan 22 tahun. Usaha yang dijalankan MI juga baru saja berjalan. Akhirnya terpaksa kita pun membeli dengan tunai, dan memaksa MI untuk memakai sebagian besar modal usahanya. Apa boleh buat, mumpung ada rumah pojok yang dijual murah (karena nggak ada yang mau beli rumah tusuk sate itu).

Meskipun konon awalnya ini adalah rumah yang tidak diinginkan banyak orang, yang pasti semakin lama ternyata nilai rumah ini bagi kami sekeluarga semakin tinggi saja...

Dulu kami sempat mimpi bisa mempunyai rumah pojok, dan didepan masjid. Setelah 3 tahun tinggal disini, eh di lahan fasum depan rumah ternyata dibangun masjid!! Senangnya...minimal kami bisa mendengar suara adzan mengalun lantang 5 kali sehari.

Kompleks perumahan kami sekarang ini juga sudah tumbuh menjadi lingkungan yang akrab. Abe dan Bea mempunyai banyak sekali teman di sekitar rumah. Pendeknya, anak2 tetangga kami adalah juga sahabat2 anak2. Bahkan, rumah ini kerap kali menjadi tempat bermain dan berkumpulnya anak2 sekitar. Aku memang lebih suka anak2 itu main dirumah daripada sebaliknya. Pun seiring waktu, tak ada kekhawatiran sedikitpun ketika Abe dan Bea “nonggo” kesana-kesini karena lingkungan tetangga disini sudah saling mengenal dengan baik. Ah, anak-anak....Abe belajar yoyo dari Ivan (tetangga yang berjarak 2 rumah)...Abe juga sering berjualan ini itu dari pintu ke pintu, dan para tetangga lah yang selama ini membuat dagangan Abe selalu laris....bahkan yang melatih Bea sehingga bisa membaca di usianya yang masih 3,5 tahun dulu, adalah Ina tetangga blok sebelah yang suka mengajak Bea main sekolah2an tiap sore di teras masjid...

Mas Iwan juga, sahabat2nya adalah bapak2 tetangga kami. Begitu kompaknya mereka cangkrukan, bahkan kabar seputar ibu2 justru biasanya kami dengar dari bapak2 ini. “Eh Bu A sudah melahirkan loh”.....“Anaknya si Bu B lagi opname di Rumah Sakit lho”.....begitu oleh2 yang sering dibawa MI setiap pulang cangkruk di pertigaan depan rumah kami. Selain cangkruk, bapak2 ini kompaknya bukan main dimana mana...di kegiatan masjid, makan2, saling mendukung dalam pekerjaan, sampai liburan bersama roadtrip ke kota2 bahkan pulau lain pun pernah mereka lakoni. Ah, Bapak-Bapak itu...

Belakangan, kami juga tidak boleh melupakan bahwa sedikit banyak kami ketitipan anak-anak lain yang sekarang tinggal di asrama panti di blok sebelah. Setiap hari Mbak Pin juga sudah kadung menikmati memasakkan lauk pauk untuk mereka. Kalau kita pindah, berarti harus dicari tukang masak lain yang dekat asrama dan kesempatan Mbak Pin untuk memasakkan mereka pun jadi hilang. Ah, Mbak-Mbak itu... Asisten2 rumah tangga di tetangga sekitar juga rata-rata teman mbak sekampung. Karena sudah 5 tahun bekerja di keluarga kami, tak heran teman-temannya sudah banyak yang “disalurkan” untuk bekerja disini...

Kemudian ketika kami hunting lahan di daerah Gayungsari...entah kenapa kami malah kurang menemukan suasana rumah yang selama ini kami nikmati. Di daerah ini, rata-rata rumahnya besar-besar, dan berpagar tinggi-tinggi. Sempat ada kapling tanah yang dekat dengan masjid memang, tetapi urusan tetangga jauh dari yang kami nikmati sekarang dirumah ini. Mungkin benar kata Mas Iwan, bahwa dia itu tipe orang yang “ngampung” alias lebih suka tinggal di kampung daripada di perumahan, apalagi perumahan yang individualis.

Aku pribadi, lama mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa selain pertimbangan ekonomis (urusan bongkar-membongkar tadi) tinggal di kawasan Gayungsari mungkin menawarkan banyak kelebihan. Mengantarkan anak-anak sekolah menjadi sangat dekat, kalo biasanya perlu nyetir 10 km ke sekolah, maka ini hanya bilangan ratusan meter, paling maksimal 3 km saja. Kantor MI juga hanya tinggal 1 km saja dari situ. Di Gayungsari dan sekitarnya juga masih sangat memungkinkan untuk mempunyai rumah dengan kavling yang luas, mau 500 m2 bahkan lebih masih banyak. Di rumah yang sekarang, sudah tidak memungkinkan karena untuk memperluas kavling, tetangga kanan-kiri juga sudah penuh ditinggali.

Tapi, membayangkan pindah dari tempat yang sekarang ini saja, hatiku selalu mendadak terasa pilu dan kelu...

Masih terbayang seorang teman yang baru pindah juga ke kawasan Gayungsari sana. Dia kebetulan pindah dari rumah sebelumnya di kawasan perumahan menengah yang lebih kecil. Waktu itu dia bercerita bahwa dia sampai harus membayar anak pembantu tetangganya supaya mau menemani anaknya yang masih TK bermain. Karena anaknya memang tidak bisa menemukan teman di sekitar rumah. Jangankan “nonggo”, untuk sekedar membiarkan anaknya keluar dari pagar rumahnya saja, dia harus berpikir seribu kali.

Duhh...ternyata sempat pusing juga ya menimbang-nimbang masalah begini...Aku sampai sempat bikin daftar plus minus dari kedua tempat tinggal itu... Aku pun minta pertimbangan sana-sini yang berakhir dudul karena banyak orang (saudara dan teman2) heran denganku... Apa yang menurut mereka poin plus (misalnya lingkungan yang elite, kawasan yang lebih dekat dengan kota, dlsb) ternyata dimataku justru merupakan poin minus (yang individualistis lah, yang harus jauh kalo beli telur karena nggak ada tetangga yang buka warung lah dsb heuheuheu). Akhirnya hanya kata-kata “kamu memang aneh” yang kudengar sebagai kesimpulan akhir... Oalah...

Jujur, hati kami memang sudah tertambat di tempat ini. Ketika aku membayangkan sebuah tempat tinggal dan lingkungan yang terbaik buat anak-anak, ternyata disinilah tempatnya. Disini, anak-anak akan bisa bersosialisasi dengan lebih baik. Disini masa kecil mereka bisa dihiasi lebih banyak teman dari berbagai jenis (beda dengan teman sekolahnya) dan pengalaman sosial. Disini nuansa kampung sudah terbentuk dengan begitu kentalnya. Rumah-rumah disini memang rata-rata mungil, tetapi ketika kita melangkah keluar dari pagar halaman rumah kita, kemudian berjalan beberapa puluh meter kearah tetangga atau ke teras masjid, bahkan seratus meter kearah pos satpam, eh....ternyata kita masih bisa merasa dirumah sendiri lho....

InsyaAllah, ini jawaban dari istikharah kami...
Yes off course, we want to build a big HOUSE with these and those...
But above all, we just wanna being HOME...
Mohon doanya ya, mudah2an renovasi berjalan lancar....amin... :-)

:::::.....

Selasa, 17 Maret 2009

Ujian, Kelakuan dan Klepto Colongan

Sudah lama aku ingin sekali menulis cerita ini, sejak terjadinya, tapi kok ya lupa terus sampai sekarang.

Kalau ditanya apa enaknya menyekolahkan anak di Sekolah Al Hikmah, salah satunya adalah pembinaan walimurid di sekolah ini bagus sekali. Salah satu programnya adalah pengadaan kelas Al Qur'an, dari membaca tartil sampai dengan tarjim dan tafsir. Jadi, bukan hanya anaknya yang "sekolah" melainkan emaknya juga. Dengan kata lain, bukan anak2 saja yang harus menempuh UJIAN Al Qur'an, tetapi ibu2 juga walaupun dengan kapasitas otak dewasa yang mulai karatan ini.

Nah, Kamis 5 Maret 2009 yang lalu, tibalah hari ujian ghorib untuk kelompokku. Tanda kami sudah menyelesaikan kelas tartil di tingkat Juz 10-20 dengan materi ghorib (bacaan musykilat/hati2 dalam Al Qur'an).

Menjelang ujian, ketegangan kami sudahlah jangan ditanya lagi. Mana tugas hapalan surat pendeknya panjang-panjang lagi. Ada Al Bayyinah yang panjang dan Al Alaq yang sempat bikin nyeng2 karena biarpun pendek2 tapi ayatnya banyak.

Siang itu sehabis dhuhur sampailah kami dihadapan Ust. Muzammil di gedung SMA Al Hikmah untuk ujian. Satu persatu dari kami masuk ke ruangan ujian, meninggalkan yang lain dug dug der di lobby. Jujur, kalo urusan begini aku lebih memilih maju pertama saja. Semakin cepat berakhir, semakin bagus. Tapi apa daya, huruf depan namaku selalu saja membuatku harus rela menahan debar jantung lebih lama dari yang kuinginkan.

Dari 9 orang anggota kelompok kami, aku masuk ujian nomor 7. Ketika aku masuk, teman2 lain sudah pada haha hihi lega karena ujian telah mereka lewati, alhamdulillah dengan baik semua. Tinggal aku...

Masuklah aku kedalam, dan inti dari cerita ini bukanlah isi ujianku. Tapi apa yang terjadi setelahnya, sesuatu yang entah kenapa, selalu menyertai segala kejadian dalam hidupku, yaitu kedudulan...

Duduk didepan ust Muzammil, kukeluarkan segala perbekalan. Kubeber diatas meja mushaf Al-Qur'an, kartu absen dan pensil untuk penunjuk. Buku ghorib tidak keluar, karena untuk ujian harus pake buku ghorib ust yang masih polos itu, bukan buku kami yang penuh coretan, contekan bahkan banyak smiley2 aneka rupa itu (hehe oke oke aku ngaku, mungkin cuma bukuku yg ada smiley2nya :D).

Hafalan 5 surat, alhamdulillah lancar...
Bacaan ghorib, alhamdulillah selesai...
Ada lagi ustad?? (lho kok nantang?? Haha)

"Nggak Bu...sudah selesai..." kata Ustadz sambil senyum.
Alhamdulillah...aku pun memberesi perbekalan dari atas meja dan kumasukkan kembali ke tas ku. Kemudian aku keluar menuju lobby dimana teman2 masih menunggu dan menyambut dengan pertanyaan itu lagi..."Gimana?? Lancar kan???"

Sungguh, belum puas ekspresi kelegaan kukeluarkan. Teman-teman juga masih seru menanyakan ini itu jalannya ujianku tadi....tiba-tiba ada suara pintu ruang ujian terbuka, disusul suara Ust. Muzammil menanyakan sesuatu...

"Ibu-Ibu...SIAPA YA YANG MEMBAWA BUKU GHORIB SAYA??"

Aku tengak-tengok kanan kiri. Anehnya semua orang yang kutengok, kok malah ngliatin aku semua sihhh???

"Mau saya pakai ujian lagi nih bukunya!" seru ustad lagi, sambil -anehnya- ngeliatin aku juga...??

Sebentar kemudian baru aku sadar apa yang terjadi...

"Astaghfirullah!! Kebawa masuk ke tas saya ya Ustad...??" seruku sambil tepok jidat. Hanya bisa cengengesan, segera kuambil buku ust didalam tasku dan setengah berlari kukembalikan pada Ust. Muzammil. Hihihi maap ya ustad.... :D

Ramailah teman2 getokin aku. "Gimana sihhh?? Kok bisa kebawa???"

Satu orang lagi malah berujar... "Kamu tuh ya, kelakuan, pikun gak berubah2...Itu tadi biarpun ujianmu bagus, kamu pantesnya nggak dilulusin aja...alasannya : akhlak buruk!! Klepto!! Hahahaha" semburnya sambil ketawa nunjuk2 aku. Hihihihihi. Masak sih bisa gak lulus karena alasan itu???

Untung ustad baik, dan aku diluluskan... Hehehe.
:D

Jumat, 13 Maret 2009

Memang Inspiratif !!

:::::

Alhamdulillah, satu tugas telah rampung minggu lalu. Selama hampir dua bulan ini, aku berkutat dengan lomba menulis yang diadakan untuk walimurid di Sekolah Al Hikmah. Karena jadi ketua panitia, ada 2 tugas utamaku yaitu :

#1. Mengurusi lomba *tentu saja, dudul!! hihi*. Untunglah panitia dibantu PENUH oleh seluruh staf humas sekolah, dari archieving naskah sampai tetek bengek print-out, menghubungi pihak sana sini sampai gunting2 bikin plakat juara...subhanallah...terimakasih buat semua... **terharu**

#2. Dilarang ikut lomba!! **keluh**

:::::

Sabtu kemarin, di acara talkshow parenting di sekolah sudah diumumkan tulisan2 siapa yang jadi pemenang. Oya, tema lomba menulis kali ini adalah "Pengalaman Unik dan Inspiratif dalam Mendidik Anak"

Mau tahu detil dan bagaimana menginspirasinya kah tulisan yang memenangkan lomba tersebut?? Silakan dibaca di blog walimurid kami http://keluargaalhikmah.wordpress.com (memang inspiratif lho!!)

Dan tugas berikutnya pun sudah menanti... Sebagian besar naskah-naskah tulisan peserta dan tulisan walimurid yang ada di blog walimurid itu rencananya akan kami ajukan ke penerbit untuk dijadikan buku. So, dengan segala kerendahan hati, minta doanya kepada semua yaa...semoga proyek ini dimudahkan, bermanfaat dan diridloi Allah...aminnnn...aminnnn...

::::