Senin, 26 Juli 2010

Hari Yang Linglung

***

Sudah 2 minggu Bea resmi menjadi murid SD. Semua keharuan itu, ketika menjahitkan badge di seragamnya, ketika menyampuli buku-bukunya, ngeprint fotonya untuk dijadiin sticker, melihatnya pertama berangkat dengan seragam merah hatinya, tentu saja semua itu sangat klise tapi tetap sangat menyentuh. Bulan ini aku asli banyak meweknya. Ya Allah, rahmatMu Ya Allah...

Tetapi baru Senin (26Juli'10) kemarinlah kurasakan efek sebenarnya. Selama dua minggu pertama Bea masih MOS, dan pulang siang jam 12, sama seperti sebelumnya waktu dia masih di TK. Hari masih terasa 'normal'. Sepulang sekolah kita masih pergi berdua, main dakon atau nonton dvd dirumah, atau masak berdua makanan buat dibawain nanti sorenya waktu jemput mas Abe.

Senin kemarin, akhirnya Bea mulai fullday pulang jam 4 sore. Bea sendiri sudah mulai kemarin-kemarinnya bersemangat. Bangga bener dia karena sudah sekolah pulang sore, sama kaya Mas Abe. Dan dia lunjak-lunjak tiap kali ingat "horeee, akan ada mata pelajarannn!!". Aku geli karena latihan soal di buku paket Bhs. Indonesia dan Bhs. Inggris kelas 1 itu sudah habis dilalap Bea sampai bab tiga. Abe sampai keheranan "Bea itu kenapa sih Buk kok suka sekali pelajaran sekolah?? Heran deh! Enakan maen game!"

Hayaahhh

Kemarin, sehabis ngedrop kids pagi, jam 7.30 aku sudah balik kerumah. Sarapan, lalu berniat gelar yoga mat, tapi urung. Akhirnya pegang BB chat sana-sini terutama dengan MI yang dari kemarin luar kota. Buka-buka buku sebentar baca apapun yang bisa dibaca (karena nisfu sya'ban ini kok yaaa pas mens hiks), sekitar jam 10 baru aku sadar sesuatu.

Aku linglung....

Rumah dan hati ini, entah bagaimana tiba-tiba terasa sangat sepi. Huhuuuu. Sentimentil ya. Semacam terlalu dini untuk syndrom Empty Nest. Dua puluh tahun terlalu dini. Tapi ah, biarin aja. Habis mau gimana lagi, ini yang kurasakan. Mungkin juga karena MI pernah janji akan menemani jika hari ini tiba, tapi ternyata dia malah harus keluar kota. Hiks.

Jam 12.00 siang. Beaaaaaa, Ibuk rinduuuuu! Huhuuuu :'(

Pengen curhat, telpon ibukku tapi jam segitu pasti Uti umek makan siang, dhuhur, tutup toko waktunya istirahat.

Linglung bingung mau ngapain dirumah. Ya Allah, bukannya sekali ini sendirian sepi dirumah. Tapi kenyataan bahwa ini hari pertama Bea sekolah sampai sore kenapa membuatnya jadi beda ya. TV kabel kok yaa nggak membantu. HBO dudul semua filmnya, Discovery lagi bahas atom (gak ngerti!), bahkan AFC pun tak ada yang lezat.

Spontan bin impulsive, aku bergegas ganti baju dan ambil kunci mobil. Ngemall aja lah (padahal gak hobi ngemall tuh wkwkwk).

So, sepuluh menit kemudian aku sudah luntang lantung di Cito deket rumah. Akhirnya (masih dengan impulsive ikut kemana kaki melangkah tanpa dikomando hati) akupun pergi nonton, dan merasa sangat aneh. Karena ini pertama kalinya aku nonton SENDIRIAN. Huhuuuu. Nggak enakkk!! Padahal kalo ada ibu-ibu nonton sendirian, dulu suka komentar "Mas, aku gak pingin begitu, luntang-lantung nonton sendirian kaya Ibu itu." Hayaahhhh kena karma kan...? :'(

Kelar nonton, liat jam, masih jam 2 siang. Jadi masih dua jam lagi anak-anak baru pulang?? Yahhh luntang-lantung lagi. Jadi biasanya kan kalo ke mall suka jelas tuh mau kemananya, atau mau beli atau hunting apa. Aku nggak suka window-window shopping gitu. Tapi kali ini aku yang bener-bener keluyuran di mall gak ada juntrungannya. Wkwkwkwk. Tapi lumayan masih dapet beli beberapa DVD di toko depan bioskop.

Selesai bungkus makanan dari foodcourt untuk anak-anak, aku langsung menuju sekolah. Otakku linglung beneran karena nggak bisa mencerna bahwa jam pulang masih satu jam lima belas menit lagi.

Tentu saja parkiran sekolah masih sepi. Hikmahnya, aku bisa dapat spot parkir yang paling diidamkan semua orang, hihihi. Tumben-tumbenan loh ini! Buka bebe sebentar, habis itu linglung lagi. Ah, andai nggak mens pasti bisa ngendon di masjid, sambil ngadem *nyengir*.

Impulsive lagi (karena GR merasa jadi perhatian bapak2 sopir antar jemput) akhirnya aku keluar dari mobil, dan berjalan menuju arah yang terserah.

Eh, dengan dudulnya aku malah menuju ke gerbang sekolah yang sepi dan tergembok rapat. Dengan wajah memelas kugenggamkan kedua telapak tanganku ke jeruji besinya, sambil mata celingukan mencari-cari "Bea mana ya...?"

"Dudul, Bea ya masih di kelas dong!"

"Ah siapa tahu dia lewat depan gerbang, mungkin mau beli-beli ke kantin atau apa"

"Ealah, ini kan bukan jam istirahat?? Lihat, halaman dan lorong sekolah sepi!"

"Siapa tau Bea mau pipis ke kamar mandi yang dideket kantin?? Kan berarti lewat sini?"

"Ngapain?? Kalo kebelet pipis kan mending di toilet siswa deket kelas???"

"Namanya juga usaha.... Siapa tau..."

Tega bener tuh alter ego, apa dia nggak sadar mukaku makin melas begini?? Huhuuuu Beaaaaa, Ibuk rinduuuuuuuu :'(

Bener ya ini masih sejam lagi?? Oh no...
Akhirnya aku balik kedalam mobil, menghibur diri dengan bebe, ngendem disitu sambil nyalain AC (maap ya MI, aku tau gak boleh begini lama-lama, tapi gimana lagi? Diluar masih panas karena masih jam 3, dan sepi pula hiks).

Dan akhirnya terdengar lagu "Bintang" tapi tanpa lirik itu. Tanda pelajaran berakhir dan gerbang pun dibuka. Aku berhambur masuk dan berdiri di tiang lorong tempat biasanya janjian kalau jemput anak-anak.

Rasanya asli deg2an, kayak sedang nunggu waktu ketemu pacar saja rasanya. Hihihihi. Dan begitu kulihat wajah mungil yang kusayang itu, dia sedang termenung ditengah lapangan, wajahnya terlihat ngowoh sendiri di lautan siswa berseragam. Tangan kanannya terangkat kedepan dada, dan diatas telapak tangannya yang terbuka keatas, ada sesuatu. Benda kecil keunguan.

"Beaaaaaa" semburku lalu kupeluk dia. Huwaaaaaa senengnya bisa memeluk Beaaaa.

Aku berlutut demi melihat dia nggak seheboh biasanya. Wajahnya masih termenung, kelihatan capek. (Fyi, aku sudah mengira dia akan begini, karena hari Minggu sebelumnya itu kita pergi dari pagi sampai malam. Dia ujian piano, lalu ada 3 undangan yang harus kami datangi, hari Minggu yang capek pokoknya).

"Ini apa sayang?" Tanyaku sambil menunjuk benda kecil ungu yang bertengger diatas kertas, di telapak tangannya.

Barulah kulihat binar matanya, "Ini burung lho Buuk, dari playdough, untuk Ibuukk!" Ahhh senangnyaaa, terimakasih sayang.... *peluk-peluk berlanjut* "Ibuk rinduuuu sama Beaaa..." kataku, dan Bea pun terkekeh riang.

***

Sepulang kerumah, kentara sekali Bea memang capek hari itu. Sisa-sisa gempor hari Minggu harus ditambah dengan hari pertama pulang sore kan. Akhirnya konsumsi peluk meningkat tajam, bahkan mas Abe juga ikut-ikutan. Dan kubiarkan Bea puas-puas melakukan kegiatan pemberi rasa amannya, yaitu owok2 (elus2 sambil colek2) perutku. Dari kecil Bea memang suka melakukan itu.

Sayang Bapak sedang luar kota, tapi alhamdulillah Ya Allah. Rumah terasa hangat kembali. Mata Bea sudah berbinar ceria kembali, bahkan ketika dia cerita "Aku tadi siang-siang pas di sekolah tiba-tiba pingin peluk Ibuk, tapi Ibuk nggak adaaa" katanya dengan suara merajuk tapi sambil terkekeh.

Ah, apa karena aku ling-lung ya, si Bea akhirnya ikut kebawa resah di sekolah?

Dan demi kerinduan yang tak kunjung reda, akhirnya Ibuk punya ide. Jam 9.30 pagi, waktu istirahat, Ibuk akan ke sekolah, dan kencan sebentar dengan anak-anak di cakeshop sekolah Akhirnya tadi itu yang kami lakukan. Bea masih memerlukan banyak pelukan dari Ibuk, dan kalau itu berarti Ibuk harus bolak-balik ke sekolah pas jam istirajat, sama sekali bukan masalah. Sampai kapan?? Selama diperlukan tentu saja ;)

Yang paling senang adalah mas Abe dong, karena selain dapat peluk juga, dia bisa minta traktir Ibuk beli snack di swalayan dan cakeshop. Serasa dapat ekstra uang saku lebih ya masss???? *jendul Abe dengan sayang* :-P

***

Sabtu, 17 Juli 2010

Ketika Si Jeki Puber

Sabtu, 17 Juli 2010. Sekarang jam 8 pagi dan baru saja kami (aku dan anak-anak) tiba di Coban Rondo - Batu untuk ikut menyaksikan kegiatan outbond para karyawan. Mas Iwan sudah dari kemarinnya datang.

Entah karena di perjalanan sama AbeA tadi sempat ngobrolin soal MONYET atau karena sekarang ini aku duduk beralas rumput di hutan yang udaranya sangat menyenangkan sementara AbeA seperti tak ada capek dan bosannya berlarian dengan gembira, aku jadi teringat JEKI.

*sungkem dulu sama ♏ba Jacqueline Rieza yang sangat kusayangi*

JEKI adalah nama MONYET yang pernah kami pelihara dirumah ibukku di Tulungagung. Jeki kami pungut semenjak dia masih bayi, sekitar tahun 2000, dan aku lupa bagaimana awalnya dia kami beri nama JEKI. Yang pasti Jeki jadi kesayangan semua orang dirumah ibukku.

Jeki diikat dengan rantai yang panjang di pohon mangga samping rumah ibuk. Dengan rantai sepanjang itu dia jadi leluasa bergerak, mengitari pohon atau memanjatnya. Kebetulan rumah ibukku jadi satu dengan toko, gudang dan kantor Bapak, jadilah si Jeki punya banyak teman main, dari para sopir yang akhirnya suka membawakannya aneka makanan sepulang kirim barang, sampai karyawan yang suka duduk bersama Jeki sambil sekedar menikmati mangga mateng yang jatuh dari pohon.

Ibukku terutama, paling dekat dengan Jeki, saban hari dia yang kasih makan si Jeki, mengajaknya bermain dan menggoda si Jeki dengan sayang. Setiap kami mudik ke Tulungagung (waktu itu Abe masih bayi) ibuk selalu mengajak Abe bermain-main juga dengan si Jeki.

Pokoknya Jeki jadi kesayangan semua orang. Dia monyet yang lincah, suka mengeluarkan suara riuh yang (paling tidak kami artikan) sangat ceria.

Kira-kira 2tahun setelah kami pelihara, suatu hari ibukku memergoki tiba-tiba Jeki "mengeluarkan darah". Perkiraan kami, Jeki sudah menstruasi, alias sudah puber. Dan sebagai sesama mamalia, harusnya kami tidak terkejut dengan perubahan sikap Jeki kemudian.

Suara-suara yang biasanya terkesan ceria ketika disamperin bermacam orang, berubah semakin bervariasi. Kadang terdengar nyolot, kadang mencicit dan agak menakutkan. Yang dudul, lama kelamaan semua orang setuju bahwa suara mencicit dan lain-lain yang kurang ceria itu cenderung Jeki lakukan kepada kami yang berjenis kelamin perempuan.

Lama-lama banyak yang merasa tidak nyaman lagi dengan Jeki karena bahkan sekarang tangan Jeki suka merayuk dengan sikap menyerang kepada orang yang mendekat atau sekedar lewat. Agresif, kadang siap mencakar dan ketika sekali dua dia berhasil mendaratkan telapak tangannya ke baju dan rambut (kerudung) seseorang, dia langsung tarik-tarik seakan tak mau melepas lagi.

Lama-lama, bahkan ibukku pun sudah menjadi korban keagresifan si Jeki. Padahal selama ini ibukku yang paling merawatnya. Yang lebih dudul lagi, si Jeki justru makin mesra kalau sama bapakku. Lembut, nurut, gak pernah tuh sampe nyolot apalagi mencakar. Heran kan??

Setiap kali ibukku curhat soal Jeki, aku sampai nggak bisa menahan tawa dan godain ibukku. Kubilang "Jangan-jangan Jeki sudah bikin Ibuk cemburu yaaa". Biasanya godaan itu manjur, karena tergantung moodnya ibuk akan selalu bereaksi, kalo nggak ngakak ya makin ngedumel hahaha.

Begitulah, makin lama makin parah kelakuan si Jeki. Aku pun lama-lama sudah tidak berani membiarkan Abe terlalu dekat dengan Jeki. Hal yang sulit karena Abe sangat menyukai binatang dan dia sangat tidak bisa diam. Dan bukan saja kami, korban keganasan Jeki sudah mencakup para tamu yang datang kerumah kita. Sudah nggak lucu lagi dan memang sangat mengganggu.

Akhirnya, seorang sopir menawarkan diri untuk membantu. "Biar saya lepas Jeki di hutan saja Bu"

"Dibuang maksudnya??" tanyaku dari seberang telepon di Surabaya, waktu Ibuk cerita soal ide pak sopir.

"Bukan dibuang, tapi dilepas di hutan, biar dia bisa menemukan pasangan hidupnya. Jeki kayaknya udah kebelet kawin banget itu. Dan aku sudah merasa cukup sama tingkahnya dia."

Sebenarnya aku masih ingin menyarankan ke Ibuk untuk memelihara monyet jantan saja. Tapi akhirnya kusimpan ide itu. Mungkin memang benar Uti sudah merasa cukup dengan tingkah Jeki yang sudah berubah sejak pubernya itu.

So, suatu hari ketika pak sopir tersebut berangkat kirim, dia membawa serta Jeki, dan menurunkannya di sebuah hutan diluar kota yang terkenal banyak monyetnya.

Ah, si Jeki.... :D

::::.....

Pengen deh posting kisah ini bersama foto Jeki, tapi apa boleh buat aku masih diatas gunung di alas Coban Rondo :D

Senin, 05 Juli 2010

Abe, Jiehan dan Kostum Bola

Suatu hari, Abe lagi pergi "boys-time" sama Mas Iwan dan om Rendra ke Malang.

Di sebuah pertokoan yang ramai menjual atribut bola...

MI. : "Be, kita berburu jaket bola yukk."
Abe : "Ayuk Pak! Kita cari yang bajul ijo (buaya hijau-red) Persebaya yaaaa."

Semua orang pasti tahu dong kalo para bonekmanianya Persebaya lagi bersitegang dengan aremanianya Arema? Nah setelah blusukan kemana-mana, ternyata jaket kecil (ukuran anak-anak) nggak ada yang warna HIJAU. Dimana-mana cuma ada warna BIRU milik Arema.

Ada sebuah yang bagus, BIRU, dan kelihatannya cocok dengan Abe. MI pun menawarkan "Beli yang ini ajakah Be??"

Abe tidak menjawab. Setelah melirik sebentar ke penjual kaosnya (seperti berahasia), Abe kemudian menarik MI keluar dari toko itu. Diluar setelah yakin jauh dari si penjaga toko, dia berbisik ke kuping bapaknya.

"Pak, kita batal aja beli jaket. Selamanya aku nggak akan mau berkhianat dan pakai jaket BIRU kayak gitu Pak!"

Meledaklah tawa MI dan Om Rendra. Nggak nyangka urusan WARNA kok Abe bisa sesentimen itu. Selama ini MI selalu ajarin Abe utk jadi bonekmania yang baik, beretika dan tidak bermusuhan dengan supporter lawan. Tetapi tak urung MI ngakak juga melihat anaknya bertingkah begitu. Hehehe.

Nah, itu kejadian sudah dua minggu yang lalu. Barusan, ada seorang teman yang BBM aku, dan membuatku ngakak juga.

Topiknya?? Masih tetap urusan tim sepakbola dan WARNA KOSTUM mereka. Oya, penting untuk diingat, Abe itu sekarang umurnya 8 tahun. Sedangkan si teman yang BBM ini bulan lalu baru saja berultah yang ke
25 tahun. Simak BBM kami berikut ini....

Participants:
-------------
*˚*☀ WåHidå ☀*˚*, Jieα̩̩̩̩̥ipaS̤̥̈̊Ƨ̷̜̩̌̋a

Messages:
---------
Jieα̩̩̩̩̥ipaS̤̥̈̊Ƨ̷̜̩̌̋a : Mbaaaa...nanya dong
Jieα̩̩̩̩̥ipaS̤̥̈̊Ƨ̷̜̩̌̋a : Team sepak bola sub apa namanya ♏ba?
*˚*☀ WåHidå ☀*˚*: Sorry br bukaaa
*˚*☀ WåHidå ☀*˚*: Persebaya jieee
*˚*☀ WåHidå ☀*˚*: Knp say?
Jieα̩̩̩̩̥ipaS̤̥̈̊Ƨ̷̜̩̌̋a : Persebaya yg bajunya orange kan ya ♏ba?
*˚*☀ WåHidå ☀*˚*: Dudul
*˚*☀ WåHidå ☀*˚*: Bokaaannnn
*˚*☀ WåHidå ☀*˚*: Persebaya ya hijo jieee
*˚*☀ WåHidå ☀*˚*: Wkwkwkkw *getok*
Jieα̩̩̩̩̥ipaS̤̥̈̊Ƨ̷̜̩̌̋a : Loooh?bukannya orange ýαh ?
*˚*☀ WåHidå ☀*˚*: Orange bukannya belanda kan??

Jieα̩̩̩̩̥ipaS̤̥̈̊Ƨ̷̜̩̌̋a : Sebentar..serius persija bkn orange ♏ba?
*˚*☀ WåHidå ☀*˚*: Kok persija???
*˚*☀ WåHidå ☀*˚*: Bukannya ​kα♏ŭ tanya persebaya tadi??
Jieα̩̩̩̩̥ipaS̤̥̈̊Ƨ̷̜̩̌̋a : Eh apa tdi team sub ♏ba?
*˚*☀ WåHidå ☀*˚*: *siapin ulegan buat nggetok*
Jieα̩̩̩̩̥ipaS̤̥̈̊Ƨ̷̜̩̌̋a : Oh iyaaa..persebayaaaa
Jieα̩̩̩̩̥ipaS̤̥̈̊Ƨ̷̜̩̌̋a : :p
*˚*☀ WåHidå ☀*˚*: PERSEBAYA jiehaannnnnn!!b
*˚*☀ WåHidå ☀*˚*: *pingsan*
Jieα̩̩̩̩̥ipaS̤̥̈̊Ƨ̷̜̩̌̋a : Iyaaa...persebaya warnanya bkn orange ýαh ?
*˚*☀ WåHidå ☀*˚*: Bokaannn
*˚*☀ WåHidå ☀*˚*: Knp sih tanya2??
Jieα̩̩̩̩̥ipaS̤̥̈̊Ƨ̷̜̩̌̋a : Yg suka nonton bola di lebak bulus pake baju orange team mana dooong?
Jieα̩̩̩̩̥ipaS̤̥̈̊Ƨ̷̜̩̌̋a : Boss ku punya anak 3 demen bgt bola...trus koleksi baju bola dri team ² indo.... αкŭ pesenin persebaya warna orange
Jieα̩̩̩̩̥ipaS̤̥̈̊Ƨ̷̜̩̌̋a : Salah yak?

-------------------
Wait, biar kuulangi lagi bagian ini...

Jieα̩̩̩̩̥ipaS̤̥̈̊Ƨ̷̜̩̌̋a :
"Boss ku punya anak 3 demen bgt bola...trus koleksi baju bola dri team ² indo.... αкŭ pesenin persebaya warna orange....Salah yak?"

---------------------

Jieα̩̩̩̩̥ipaS̤̥̈̊Ƨ̷̜̩̌̋a : Pantes orng kaosnya ngotot
*˚*☀ WåHidå ☀*˚*: ​‎​‎​‎​àk=))☀̤̣̈̇áK:) ː̗̀☀̤̣̈̇ː̖́âk:$☀̤̣̈̇áK:&ː̗̀☀̤̣̈̇ː̖́âk=D☀̤̣̈̇ªK>:Oâkː̗̀☀̤̣̈̇ː̖́......:&


*˚*☀ WåHidå ☀*˚*: Trus? Jadinya gimana kaosnyaa??
Jieα̩̩̩̩̥ipaS̤̥̈̊Ƨ̷̜̩̌̋a : αкŭ tetep pesen...gengsi amat batalin n ngaku salah. Yg persibaya ijo αкŭ pesen tmpat lain ajaaaa
*˚*☀ WåHidå ☀*˚*: Yaelah wakakakak! Trus yang orange mau dibuat apa donng?? Dipake buat nobar jerman ajaaa haahaahah
Jieα̩̩̩̩̥ipaS̤̥̈̊Ƨ̷̜̩̌̋a : Buat αкŭ aja...nonton bola dirumah n nobar...:)) =))
Jieα̩̩̩̩̥ipaS̤̥̈̊Ƨ̷̜̩̌̋a : Masalahnya αкŭ udh ngotot mbaaaa.... Sampai ngmong..masa warna team bola sub aja gα tau sih? Gtuuuu
*˚*☀ WåHidå ☀*˚*: Wkakakakak

---------------

Whakakakakakakka Jieeee, ​kα♏ŭ emang bener nduukkk. Bener sekali!

MASA WARNA TEAM BOLA SURABAYA AJA GAK TAU SIH??

*cuma mengulangi kata-kata Jiehan sendiri sambil kasih kado Jie kostum bola INDONESIA berwarna PELANGI berlambang BURUNG GELATIK*

Jiehan sayang, maaf ya, aku nggak berani tunjukin NOTE ini ke Abe, aku takut dia kecewa nanti.

*ngikik*

:::...

Malam Yang Dudul Sempoyongan

:::...

Kemarin tuh dudul...

Minggu 4 Juli 2010, jam 6 pagi kita udah ngumpul dirumah Abah (bapak mertua) karena hari itu kami sekeluarga besar berangkat berwisata ke Wisata Bahari Lamongan (WBL). Carter bus, berangkatlah kami rame-rame lengkap dari pakde bude sampai cucu-cucu ber-47 orang.

Seru, tentu. Heboh, pasti. Dan WBL asli penuh sesaakkk (maklum lagi liburan sekolah) ibaratnya mau napas aja musti rebutan oksigen *lebay* wkwkwk. Semua wahana antri, beberapa malah sampai mengular. Ampuunn. Terus terang baru kali ini kami ke WBL pas libur sekolah. Sebelumnya kami kesini di weekend biasa (bukan liburan). Toh kita semua semangat walopun udara pantai lagi panas, aku coba ngikutin baterai alkaline-nya Abe dan Bea yang ngotot nyoba semua wahana. Ngantrinya ini yang asli banyak menyedot energi, dan ketika kita pulang (nyampe kembali dirumah Abah jam 6 sore) Bea sudah tertidur dan aku juga lumayan teler.

Cleguk-cleguk iri melihat Bea yang sudah lelap, aku coba memompa semangat karena persis jam 6 itu aku harus temani suami ke undangan pernikahan salah satu kolega. Sudahlah badan capek, tak sempat duduk barang sebentar aku langsung numpang mandi dirumah mertua, dan melakukan satu lagi hal yang selalu melelahkan bagiku, yaitu DANDAN!

Sementara anak-anak ngepos dulu dirumah mertua, berangkatlah aku dan MI ke tempat undangan. Aku sempat surprised begitu tahu kalau tempat resepsinya di XO Ballroom. Capek sedikit teredam, karena baru kemarinnya aku menyampaikan ke MI betapa aku kangen makan di XO, eh kok ndilalah sekarang dapet undangan disitu.

Sampailah kita ke XO Ballroom, dan malam itu asli aku mendapat pelajaran : kalau dalam keadaan normal saja seseorang itu sudah dudul, maka ketika dia sedang capek dan ngantuk, hidangan seenak apapun tidak akan bisa menolong meringankan.

Resepsinya berupa round-table, satu meja berisi 10 orang. Mas Iwan duduk disebelah kiriku, dan disebelah kananku duduk tamu lainnya, laki-laki yang tampaknya seusialah dengan kita. Aku tidak kenal laki-laki itu, tapi rupanya malam itu juga menjadi malam yang dudul buat dia.

Food parade belum juga dimulai. Di panggung masih dilakukan seremoni khas pernikahan ala Chinesse-modern. Tapi pertunjukan dudul disini, di meja tempatku duduk sudah dimulai.

Haus, aku berniat mengambil gelas didepanku yang berisi es teh itu. Dari ekor mataku kurasakan tamu disebelah kanan bergerak agak kurang wajar. Tapi kemudian gerakannya itu menjadi wajar dimataku setelah kusadari bahwa gelas berisi es teh yang kuambil tadi, adalah MILIKNYA! Kontan aku cuma bisa maap-maap sambil nyengir. Di sebelah kiri kulihat MI lagi fokus ke big screen menonton video pengantin, entah nonton beneran atau entah sedang ekting "tidak mengenalku".

Untuk menghibur diri aku sok sibuk saja dengan bebe. Update-update status twitter karena kata Wawa twitter ini tempat yang cocok untuk bawel (biasanya aku jarang tuh buka twit). Dan sekarang ini aku sedang ingin meracau ngelantur karena asli badan capek dan juga ngantuk. Belum lagi malu sama tamu disebelah. Argh...

Sembari twittering, aku tak lupa mempraktekkan salah satu hobi katrokku, yaitu melepas alas kaki ketika duduk dibelakang meja begini. Kedua kaki yang nyeker kutumpangkan begitu saja di salah satu sendal. Kemudian asyik twitteran lagi. Saking asyiknya aku tidak memperhatikan bahwa ini waktunya mempelai melakukan toast. Akupun gedubrakan panik ketika tau-tau si MC meneriakkan "Mari! Hadirin silahkan berdiri!"

Aku reflek langsung berdiri tanpa ingat memundurkan dulu kursiku yang lumayan mepet ke meja. Akhirnya pahaku menyundul bawah meja lumayan keras, sampai ibu2 yang diseberang meja melihat kearahku ketika dengan agak panik aku memundurkan kursi agak kebelakang dan meraih gelasku (dengan fokus supaya yang kuambil benar2 gelas milikku), kemudian berdiri.

Kalau dilihat, bagian tubuh pinggang keatas, aku cukup anggun lah. Ibu2 seberang meja juga tampaknya sudah melupakan kejadian barusan. Tapi pinggang kebawah, tak terlihat oleh siapapun, terjadi kekacauan karena kaki kiriku sudah tenang bersarang kembali di sandal sementara kaki kanan panik karena tidak menemukan alasnya.

Nah nah! Lho, lho! Dimana sandal kananku?? Mau celingukan kebawah nggak mungkin karena celingukan memerlukan mata dan kepala sedangkan bagian pinggang keatasku sedang anggun dan fokus ke panggung menunggu aba-aba toast.

Akhirnya kugerakkan saja kaki kananku, merogoh-rogoh kearah belakang kebawah kursiku. Tapi sandal tak kutemukan juga! Wah, jangan-jangan si sandal kusandung dan terlempar agak jauh waktu pahaku menyundul meja tadi?? Sebuah reflek manusia ngantuk kemudian membuat kakiku makin giras rogoh sana-sini, mencari-cari alasnya (pinggang keatas? tetap anggun dong!). Rogoh sana rogoh sini sampai aku kemudian kaget, begitu menyadari bahwa kakiku sudah terlalu jauh. Posisinya sekarang sudah terlalu kekanan, berada di area bawah meja yang harusnya menjadi kekuasaan si tamu sebelah. Kontan kutarik kaki kananku, dan akhirnya (karena kaget) paha ini kembali menyundul meja. Untungnya, kali ini semua orang sedang fokus ke panggung. Dan aku merasa lebih beruntung lagi karena kaki dudulku yang sedang asyik merogoh-rogoh kesana kemari itu tidak mengenai kaki tamu sebelah. Karena aku yakin tadi itu pasti sudah dekaaat sekali, apa jadinya coba, kalau sampai kakiku menyenggol kaki si tamu?? Bisa-bisa aku dilaporkan polisi karena dugaan tindakan asusila kan!!

Si sandal akhirnya kutemukan ketika kami duduk kembali, di bawah kursiku sendiri, terlempar agak kedalam lagi.

Rasa capek dan ngantuk agak tersisihkan ketika food parade dimulai. Aku mencoba menyibukkan diri mengupload foto-foto hidangannya ke twitter. Itupun tak berhasil lama karena di hidangan ketiga atau keempat (aku lupa) acara upload foto sudah berjalan dudul. Nama hidangan yang kutulis di caption sudah ketukar-tukar nggak keruan, dan di lidahku makanan-makanan special dari salah satu restoran favoritku ini sudah mulai terasa sama rasanya : rasa sendal jepit semua! Aku bahkan sempat mbliyur jatuh kesadaran tertidur sedetik waktu sedang mengunyah! Aku nyerah, begitu kulihat MI sudah berhenti menyapa2 kolega yang dia kenal disitu, akupun memelas minta pulang.

"Nggak nunggu desert?" tanya MI yang kujawab dengan mulut menguap dan mata mengerjap karena sudah pedih bin sepet.

"Tapi aku ke toilet dulu ya"

Aku bangkit berdiri, terseok-seok, sudah tak bisa kurasakan lagi kakiku melangkah. Saat kukira kakiku sudah bebal, sejurus kemudian kurasakan "DUG!" aku menyandung tiang buket. Untung nggak roboh tuh buket tinggi langsing! Jalan lagi, masih sempat kulihat seorang mbak-mbak waiter ngepot menghindariku. Hanya ada satu kemungkinan, bahwa satu diantara kami rupanya berjalan seperti orang mabuk, terserah pembaca menilai yang mana yang begitu.

Makin terseok jalanku saat kubaca tulisan TOILET dan panggung yang bergemuruh terasa seperti "bunyi kipas angin rusak" yang menguing di telingaku. Masuk toilet, gantian aku yang ngepot karena kulihat isi toilet pria semua. Alamak! Nyasar di toilet pria! Ngepoooottt!

Sekeluar dari toilet dan berjalan nyaris sempoyongan kembali ke meja, aku sibuk cari2 pegangan. Sandaran kursi, tiang buket, termasuk satu bahu yang aku tak senpat lihat siapa pemiliknya. Dan oohhh leganya begitu sampai di meja, dan menemukan tangan MI menangkapku. You are my herooo!!

Begitulah ceritaku tentang malam itu. Waktu keluar restoran pun, di terasnya aku masih sempat meleng nabrak X-sign, dan waktu berdiri menunggu valet sempat beberapa kali hilang kesadaran jatuh tertidur. Begitu masuk mobil aku sudah habissss.

Wakakakakak malam yang dudul.

Oya, serasa belum cukup, setiba dirumah mertua untuk jemput anak-anak (jam 9.30 malam), masih sempoyongan tau-tau aku mendapat kejutan yang sangat menyenangkan.... Waktu masuk rumah tiba-tiba aku disambut oleh suara yang sangat kukenal itu meneriakkan namaku penuh semangat...kemudian lari-lari menubruk memelukku.

"Ibuuuuuuuukkkkk!!!!"

Oh Tuhannn... Itu Bea... Dan ternyata dia baruuuu sajaaaaa bangun dari tidurnya.... Dan tentu saja, 199% fully-charged!!

Serasa tersedot ke ruang hampa udara deh rasanya..... *lemessss* :'(

:::...

Selasa, 15 Juni 2010

"Mama, SEX Itu Apa Sih?"

***

Kalau ada satu hikmah yang kurasakan dari blowing-up pemberitaan video Ariel-Luna Maya yang (menurutku) sudah over-exposed itu, adalah ramai dan serunya pembicaraan di kalangan sesama orangtua. Temanya? Apalagi kalau bukan ini : bagaimana anak-anak kami bereaksi terhadap pemberitaan video porno ArieLuna itu. Dibalik carut marut urusan moral dibelakang tersebarnya video itu, di sisi lain sungguh ini jadi momen yang sangat kondusif sebenarnya, untuk kami para orangtua belajar dan berlatih lagi menghadapi kejutan berupa pertanyaan-pertanyaan anak-anak mengenai hal yang selama ini hampir selalu membuat orangtua-orangtua mules, yaitu soal SEKS.

Barusan di BBM Mb Levie bercerita, bahwa keponakannya yang berumur 8 tahun, sempat membuat mamanya kehabisan kata-kata. Waktu itu ditengah-tengah acara keluarga besar, kebetulan si mama sedang berkutat dengan beberapa saudara membahas sebuah video di BB nya. Tanpa diduga si anak ngeloyor lewat didepannya sambil berseloroh “Video porno lagi....!! Video porno lagi...!!”

Semua orang kaget sementara setelah ditanya lebih lanjut, si anak ternyata nggak ngerti apa itu “video porno” dan dia hanya sering mendengar kata itu banyak disebut di berita TV akhir-akhir ini. Gubrax kan?? Si mama pikirannya udah shock kemana-mana tuh demi mendengar anaknya menyebut kata “Video Porno”.


“MAMA, SEX ITU APA SIH?”

Seorang teman pernah bercerita, saat itu anak cowoknya yang berumur 8 tahun sedang asyik membaca. Di ruangan yang sama, ada mama dan papa disitu. Tiba-tiba saja si anak bertanya.

“Sex itu apa sih?”

Mama dan papa kontan mematung, lalu saling pandang shock satu sama lain. Siap atau tidak, orangtua mana sih yang bisa selamat dari shock (walaupun sebentar) mendapat pertanyaan seperti itu dari anaknya yang masih 8 tahun? Dan didorong kepanikan yang sama, akhirnya tanpa bisa dicegah mereka menjawab bersamaan, tapi dengan jawaban yang sama sekali berbeda.

Mama : “Oh, itu artinya JENIS KELAMIN”

Papa : “Hus, itu kata-kata yang nggak baik nak!”

Selesai menjawab, kontan mama papa berpandangan lagi, tapi kali ini mama sudah melotot mendelik ke arah papa. Dan si anak garuk-garuk bingung. Mama pun buru-buru mengulangi jawabannya. “Itu kata dalam bahasa Inggris, artinya JENIS KELAMIN.” Si anak pun terlihat puas dengan jawaban itu, karena memang ternyata dia sedang membaca-baca form aplikasi sebuah brosur asuransi. Dan si papa harus menerima dengan lapang dada kesimpulan dari si anak “Oh iya sih, aku lupa, mama kan lebih jago bahasa Inggris daripada papa!” Hihihi.

Aku jadi teringat juga dengan cerita lain yang dituturkan seorang teman (Mbak Maya Wardhani) tentang keponakan cowoknya yang baru duduk di kelas 4 SD. Waktu itu sedang heboh berita kasus penolakan kedatangan artis Maria Ozawa alias Miyabi ke Indonesia.

Si mama sudah panik begitu pulang dari acara sekolah si anak lapor bahwa dia “melihat foto Miyabi”. Untunglah, mama sedikit lega ketika kemudian dia memastikan bahwa yang dilihat oleh anaknya adalah foto Miyabi di poster yang tertempel di dinding sebuah museum (yang artinya Miyabi sedang berbaju lengkap). Tetapi si mama terhempas kembali ketika si anak serius meneruskan rasa ingin tahunya.

“Miyabi itu siapa sih Ma? Mama kenal?”

“Miyabi itu bukan orang baik-baik, kamu gak perlu tahu tentang dia, karena gak ada yang bisa dicontoh darinya.” susah payah si mama ini akhirnya menjelaskan. Kita lihat apa kata si anak kemudian.

“Ohhh, pasti karena Miyabi sering nyontek ya ma, kalau ulangan. Makanya dia terkenal karena keburukannya. Aku nggak mau kayak dia, aku mau belajar aja biar pintar..”

“Iya... yaa... Iya, kamu belajar aja, jangan tiru Miyabi yang suka nyontek...” sahut si mama lemas dan langsung mengalihkan perhatian anaknya. “ Sana mandi dulu, abis itu kita makan malam yaaa...”

Habis perkara. Si anak kemudian berangkat mand dan si mama sibuk didapur menyiapkan makan malam sambil menjeduk-jedukkan kepalanya di panci dan sibuk mengunyah cabai merah keriting. Wkwkwk.

Oke. Pelajaran dan teori tentang pendidikan seks untuk anak-anak, udah lumayan banyaklah yang aku dapat selama ini. Katanya, satu kata kunci yang harus diperhatikan dalam pendidikan seks adalah UMUR anak-anak. Beda umur beda pula model dan metode pendidikannya.

Secara kognitif, mungkin anak-anak remaja sudah bisa diajak berdiskusi panjang lebar mengenai apapun itu, termasuk pendidikan seksual mereka. Rata-rata mereka juga sudah mendapat bekal dari sekolah tentang banyak hal seperti : alat reproduksi, reaksi kimia, dan lain-lain itu. Sekolah tertentu bahkan sudah menerapkan pendidikan karakter dan moral menyangkut bagaimana kita berhubungan dengan teman lawan jenis (misalkan menerapkan kelas terpisah antara siswa laki-laki dan perempuan di sekolah-sekolah berbasis Islam). Tetapi yang paling seru dan menegangkan memang kalau berurusan dengan anak-anak yang lebih muda umurnya. Let’s say 10 tahun kebawah. Asli mengejutkan dan bikin deg-degan!

Kenapa??

Karena jarak pengetahuan kognitif antara orangtua dan anaknya memang jauh. Pihak yang satu adalah anak-anak yang dunianya masih sederhana. Jumlah kata-kata yang dia mengerti saja masih sangat terbatas. Walaupun demikian, rasa ingin tahunya besar sekali, dan seringkali mereka sangat kritis dan bersemangat besar mengejar jawaban-jawaban yang diinginkannya. Apalagi kalau dia merasa belum puas dengan jawaban yang diberikan. Sedangkan di sisi lain, orangtua adalah pribadi dewasa yang tentu saja sudah belajar dan paham hal-hal seperti moral, soal mana sesuatu yang bersifat pribadi mana yang tidak, mana yang tabu dibicarakan mana yang tidak (menurut norma keluarga masing-masing tentu saja). Intinya, dunia orangtua adalah dunia yang sudah penuh dengan kerumitan.

Dan ketika anak-anak datang tiba-tiba dengan pertanyaan atau komentar seputar seks, mau tak mau orangtua hanya bisa melongo speechless kehabisan kata-kata. Seorang dosenku di Psikologi dulu mengatakan, bahkan dia yang sudah merasa sangat siap pun, pasti masih sempat mengalami fase “speechless” entah sedetik dua detik sebelum memberikan reaksi yang dirasa tepat. Itu tentu wajar, karena kita hidup dan dibesarkan di lingkungan yang sedikit banyak masih menganggap tabu urusan seks.



“AKU MAU SESENDOK SAJA MA, BUKAN SEBAKUL!”

Pengalaman dengan pendidikan seks untuk kedua anakku, Abe (8 tahun) dan Bea (6 tahun) sebenarnya cenderung lurus-lurus saja, tak banyak cerita heboh. Lima tahun pertama paling ya mengajak anak-anak memahami perbedaan laki-laki dan perempuan.

Ketika usia 4-5 tahun Abe pernah bertanya bagaimana proses dia lahir ke dunia ini. Aku santai saja menjelaskan bahwa dia lahir setelah dokter mengoperasi, mengiris dan membuka perut Ibuk, lalu menariknya keluar. Setelah itu dijahit kembali.

Waktu itu, jawaban itu memang masih cukup membuat Abe puas sambil kuperlihatkan saja bekas luka operasi diperut. “Waktu Bea lahir, bekas luka ini dibuka kembali untuk mengambil Bea.” Selebihnya, dia hanya tanya masalah “Apakah itu sakit” dan lain-lain.

Baru beberapa waktu kemudian ketika adik iparku melahirkan dengan cara normal (bukan caesar), dan Abe ngotot ingin melihat bekas luka (yang tentu tidak ada) di perut adik iparku, aku merasa jawaban yang dulu itu sudah tidak mencukupi lagi. Barulah aku menjelaskan tentang adanya “Lubang ajaib ciptaan Allah, yang tempatnya dekat dengan lubang pipis para perempuan, yang ketika wanita itu melahirkan maka Allah akan membuatnya melebar, cukup lebar sehingga bisa dilewati bayi di perut yang akan dilahirkannya dan lubang itu kemudian menutup kembali setelah adik bayi lahir.” (Note, kata-kata yang kugunakan memang persis seperti itu adanya, dan kuucapkan dengan intonasi yang biasa saja).

Aku ingat, kebetulan waktu itu Abe sedang belajar juga tentang kebesaran Allah dan ciptaanNya dan penjelasan pun dengan sukses kubelokkan tentang macam-macam kebesaran kebesaran Allah lainnya, seperti misalnya dia yang bisa sembuh dari pilek tanpa minum obat (aku memang sangat jarang memberikan obat2an kepada anak-anak kecuali memang sangat diperlukan). “Iya, itu karena memang Allah yang memberikan kesembuhan kepada kita.”

Berikan penjelasan secukupnya sesuai dengan yang mereka tanyakan. Dan tak perlu menjawab berlebihan (baik kata-kata maupun sikap). Selalu tips itu yang kuingat dari artikel-atikel yang kubaca.

Dan memang kalau dipikir-pikir, anak-anak kan memang masih sederhana ya dunianya? Jadi seiring waktu, aku hanya belajar dan berlatih untuk tidak over-reactive. Untuk memastikan apa sebenarnya yang ditanyakan oleh mereka (karena persepsi mereka bisa sangat beda dengan yang kita kira), kemudian memberikan jawaban sesederhana mungkin. Titik.

Memasuki kelas 3 SD setahun terakhir ini, keadaan menjadi jauh lebih rumit untuk Abe. Pulang sekolah, dia sudah mulai membawa oleh-oleh berupa segala macam teka-teki, ungkapan dan sajak-sajak yang agak berbau “pornografi” dari teman-teman sekolahnya. Pendidikan seks untuk Abe memasuki tahap baru, dimana informasi yang dia dapat bukan hanya berasal dari rumah dan orangtua. Tetapi juga dari pergaulan dengann teman-teman sebaya yang tentu saja bermacam-macam modelnya. Aku makin waspada, tentu. Tapi masih dengan usaha untuk tetap tidak over-reacting tentu saja.

Dirumah ini, penjelasan soal seks kebetulan kami sampaikan dengan intonasi yang sama biasanya dengan penjelasan hal-hal umum yang lain. Sebisa mungkin kami usahakan tak ada seruan “iiihhh!!” ataupun “husss!!” ataupun “masyaAllah!!!” ataupun “astaghfirullah!!” yang berlebihan.

Betapa leganya aku ketika suatu kali Abe datang dengan cerita ini.

Abe : “Heran, si A tadi itu (*menyebutkan nama temannya*) kok cekikikan ya Buk waktu pelajaran tentang tubuh manusia?? Trus gambar di buku paketnya dicoret-coret!”

Ibuk : “Lah, Abe kan juga suka gitu? Coret-coretin gambar di buku paket kan??” gambar2 manusia di buku paket Abe memang penuh ‘gambar tambahan’, dari kacamata, topi, roket, robot, pesawat, banyak!

Abe : “Lha tapi lho Buk, sama si A masak di tititnya dikasih gambar rambut-rambut gitu?? Pake spidol lagi! Titit kan aurat?!?!?”

Ibuk : *speechless sambil diam2 bersyukur bahwa Abe menganggap itu bukan sesuatu yang lucu*




“AKU TAK MUNGKIN TINGGAL DI CANGKANG YANG TERTUTUP MA!!”

Suatu kali, Abe bercerita bahwa seorang temannya mengajarkan pantun yang (setelah kudengar) agak-agak nyerempet. Bahasa Jawa, mulanya dia anggap itu lucu karena bunyinya yang berirama, dan didalamnya mulai terkandung kata-kata yang porno seperti penyebutan bagian-bagian tubuh wanita tertentu secara vulgar. (Eeerrgghhhhh it makes me angry betapa hal-hal macam ini tak bisa kita cegah untuk terjadi). Akhirnya aku jelaskan saja satu per satu apa arti kata-kata itu (yang ternyata sebagian besar Abe nggak ngerti apa artinya loh!) dan bahwa itu adalah aurat perempuan yang harus ditutupi, dan tidak sopan untuk dipakai becandaan seperti itu. Ternyata penjelasan itu pun cukup untuk Abe, dan dia pun segera melupakan pantun yang dimaksud.

Seiring mereka tumbuh, mereka memang sudah tidak sesederhana dulu lagi ya. Lingkup pergaulan anak-anak akan makin luas, sehingga informasi yang mereka terima pun makin banyak dan bermacam-macam. Apalagi dengan terjangan teknologi informasi jaman sekarang ini, rasanya mustahil kalau kita berharap bisa melindungi anak-anak dengan cara “MENCEGAH informasi tetentu sampai kepada anak kita”. Harapan ini menurutku terlalu naif karena prakteknya, di negara kita tercinta ini informasi apapun itu, sangat mudahnya diakses dari mana saja di sekitar kita. Tidak menonton TV tapi mungkin mereka akan tahu dari internet. Tak ada akses internet mungkin mereka akan dengar dari radio atau baca di koran. Tak baca koran, tapi lihat saja baliho dan billboard iklan-iklan di jalanan yang terkadang juga mengandung unsur pornografi. Didepan mata dan ditengah jalanan yang biasa kita lewati! Bayangkan! Belum lagi dari bisik-bisik dan obrolan diantara teman sebaya. Duh...

Mungkin akan lebih realistis untuk sedini mungkin mengajak anak-anak kita berlatih MENYARING informasi, sambil sekuat mungkin membentuk KARAKTER mereka sehingga anak-anak akan bisa bertahan menghadapi informasi-informasi yang seringkali sudah tidak pandang moral dan kesopanan ini.

Seminggu terakhir ini, sejak berita video ArieLuna tersebar, aku sebenarnya harap-harap cemas. Setengah bertanya akankah Abe akan bertanya tentang berita itu. Aku memutuskan untuk diam saja dan tidak proaktif tanya duluan karena takutnya Abe yang sebelumnya nggak tahu malah jadi tahu gara-gara aku bertanya. InsyaAllah aku tahu Abe, kalau dia tahu maka dia akan menanyakan ke aku.
Dan tadi siang, sepulang sekolah, (ditengah-tengah minggu UAS lagi!) meluncurlah pertanyaan itu...


“Buk, Ariel Peterpan katanya ditangkap polisi ya Buk?”

Ibuk yang sedang menyiapkan makan siang sempat berhenti mengaduk saus spaghettinya. “Iya, kata berita sih gitu... Abe tahu darimana?”

“Kemarin ada temen yang bilang di sekolah. Trus ini tadi lihat yahoo kok ada judul beritanya, Abe jadi inget deh.”

Temen di sekolah?? Ibuk aduk lagi saus di panci, kali ini agak terlalu kencang ngaduknya. Ya Allah!! Anak kelas 3 SD jaman sekarang, kok yaaaa sudah ada yang bergosip artis sihhh??

“Emang kenapa sih dia ditangkap polisi Buk?”
Ingat Ibuk, jawab secukupnya, berikan dia sesendok demi sesendok, jangan sebakul yaaa.... (*Ibuk wanti2 ke dirinya sendiri*)

“Orang kalo sampai ditangkap polisi ya berarti dia diduga melakukan sesuatu yang melanggar hukum, Be...”

“Trus Ariel diduganya ngapain??”....oh, dia minta sesendok lagi...didukung dengan tatapan mata yang menuntut menanti jawaban lagi...

“Polisi menduga dia membikin video yang melanggar peraturan gitu!”

Kulirik wajahnya dengan ekor mata (sambil terus mengaduk saus di panci)....

“Ohhh.... Videooooo toh....” katanya lalu ngeloyor teriak-teriak panggil Bea untuk diajak maen badminton.

Pfuihh....leganya! Untungnyaaaa temannya Abe cuma menyebut “Ariel Peterpan” dan “Polisi” yah?? (kalo kata mb IYa, dasar orang Jawa, masih ajaaaaaa bilang untungnyaaaaa hihihihi) :-D


==============