Sehabis liqo...ngobrol bebas
Seorang teman tiba-tiba menyeruak diantara obrolan berdua aku dan ustadzah liqo kami. Waktu itu aku sedikit berkonsultasi *sekaligus curhat* ke beliau tentang salah satu adik asuh yatim di yayasan yang tingkahnya sangat menguji kesabaran, bukan hanya kami tetapi juga terutama mas pengasuh yang sehari-hari mendampinginya di asrama.
Hemm...menjaga keikhlasan...kata-kata yang menarik, karena untukku, sekedar meraihnya saja sulitnya bukan main, apalagi menjaganya...duh, mungkin aku memang masih jauh dari pintu itu, harus susah payah merangkak kesana hikss...(God, speed us...)
Saya jadi ingat kata-kata seorang teman yang luar biasa yang hidupnya sangat memberikan inspirasi kepada aku dan suami (kisahnya bisa dibaca di Sepaket Anak Yatim Bagian 1). Dia bilang gini :
“Anak-anak yatim yang miskin itu ya lumrahnya memang begitu, Mbak...apalah orang menyebutnya, nakal, bandel, susah diatur dan lain-lain itu!.... Itu sudah paketnya!”
Aku pikir-pikir bener juga. Sekarang coba bayangkan bagaimana hidup ini dimata mereka. Kehilangan kasih sayang dan tanggungjawab seorang ayah adalah satu cerita. Perjuangan beratnya bertahan hidup karena ketiadaan sang ayah, ini tentu menjadi satu cerita yang lain.
Sang ibu yang mau tak mau harus banting tulang mencari nafkah. Tak jarang sangat menyita waktu dan tenaga sehingga in the end of the day, si anak bukan saja kehilangan ayah, tetapi praktis kehilangan perhatian dan waktu dari si ibu juga. Belum lagi kalau masih ada adik yang harus diurus. Atau dia harus membantu si ibu, mencari nafkah. Atau, malah dia yang akhirnya harus menjadi pencari nafkah tulang punggung keluarga...
Seriously! Bagaimana kita akan mengharapkan mereka akan punya prestasi yang bagus di sekolahnya?
Seriously! Bagaimana kita akan mengharapkan mereka tidak menjadi anak-anak sekeras batu yang tidak akan begitu saja nurut dan tunduk kepada orang lain?
Seriously! Bagaimana kita akan mengharapkan mereka menjadi anak-anak yang manis sementara hidup begitu pahit untuk mereka?
MasyaAllah...
Seriously! Kalau semua orang mengharapkan menyantuni anak-anak yatim yang manis dan berprestasi di sekolahnya, maka betapa sedih seharusnya hati kita...
Karena itu berarti kesempatan kita untuk bisa sedekat jari telunjuk dan jari tengah dengan Rasululah kelak di surga, hanya akan segelintir saja!
Karena itu berarti kita akan kehabisan tenaga dan waktu, selalu mengejar sebuah keikhlasan tanpa pernah bisa menggenggamnya!
:::::.....
Ya Allah Yang Maha Agung...berilah kami kekuatan dan kesabaran yang tak akan berbatas dalam berlari menggapai ikhlas dan ridlo-Mu...sampai kelak waktu kami habis di dunia ini, Ya Allah...
Da, Subhanallah...aku udah baca part 1 dan 2. Salut untuk kawanmu dan suaminya... Masha Allah
BalasHapusMemang, kalau smua maunya ngurus yg baik2 yg pinter2 kasian mereka2 yg ngga masuk kriteria.
Aku sendiri, belum sanggup mengurus anak yatim secara fisik, baru sebatas menyumbang dana
Trimakasih berbaginya, Wahida, buat renunganku di akhir tahun
(ngga peduli kata org "ngapain thn baru masehi merenung dan membuat resolusi". bagiku lebih baik merenung dan ber-azzam, daripada hanya protes)
yang dihitung kan niat dan keikhlasannya kak, dan Allah Maha Tahu :-)
BalasHapuswah siapa sih dudul protes gitu, orang merenung kok diprotes?? kalo kita bisa lho, mau pas hari apapun juga harus selalu merenung (bukan selalu protes), mau memanfaatkan momen apapun itu untuk merenung kan nggak ada salahnya??? *ikut gemes*....
iya, tetapkan saja niat kita kak, manusia bukan tempat kita mempertanggungjawabkan segala perilaku dan hati kita kok, cuek aja hehe...
ada aja yg protes via PM, ktnya kok Ummi2 ikut bikin resolusi :(
BalasHapushihiy...pdhal akunya juga udah ngga baca2 lg postingan resolusi-ku
iya deh, sukses ya semuanya
dan kita semua boleh yakin deh, jumlah mereka yang nggak masuk kriteria ini akan jauuuuuhhhhhh lebih banyak daripada yang tidak!
BalasHapusdalem mbak...
BalasHapusdalem...
tfs mbak, so inspiring... jadi inget pas di bandung, ada anak yg minta2 sumbangan buat panti asuhan. iseng nanya, kalo di panti asuhan diajarin apa. dia bilang, diajarin minta2... :(
BalasHapusseriously... dunia memang terlihat tidak adil, namun lebih tidak adil lagi kalo semua keinginan orang dikabulkan oleh Allah... lalu ... dimana letak sebuah perjuangan?
BalasHapuskarena usaha dan doa (http://harissolid.multiply.com/journal/item/7/kenisah_doa_orang_kecapekan) yang membuat hidup kita di dunia tetap bergeliat.
thanks....
Hahh???
BalasHapusIya ya Mbak... Apalagi yang mau ngurus yang pinter-pinter itu rasanya udah banyak... Mana jatah buat mereka yang 'kebetulan' berada dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk jadi pinter? Mereka kan juga berhak ya... Duh aku ngomong gini juga belum bisa mraktekin...
BalasHapusjeru, kalo orang jawa bilang, hehe..
BalasHapus:-D
thx, semoga bermanfaat...
BalasHapusitu panti dudul banget yak!!! *jadi gregeten* &#(!@#*()!+_@)+_!#)@()
duh link nya mantabs! tfs mas hen...*guys pls read it too* :-)
BalasHapusiya, doa dan usaha, sangat setuju... :-)
semua berawal dari hati, La, dengan ngomongin tandanya sudah menancap di hati, belum tentu mereka yang melakukan bisa lebih ikhlas daripada yang sekedar ngomong lho...we'll never know, hanya Allah yang Maha Tahu isi hati manusia :-)
BalasHapushehehe... seneng aja baca catatan seorang yang biasa2 aja...
BalasHapusdulu mas haris itu seniorku di majalah kampus waktu kul di unibraw dulu...
mbrebes mili lagi mbak....
BalasHapusamin.....
tau ndak mas, aku punya impian dudul bikin perush penerbitan shg bisa menerbitkan buku2 yang ditulis oleh "org biasa yang luar biasa" atau biografi "org biasa yang justru hidupnya yang biasa2 saja itu sgt inspiratif" atau "penulis2 biasa yang tak melek bahasa penulisan tapi makna isi tulisannya fantastis"
BalasHapus**ngayal poll!! hihihi**
ooo baru tau mas hendry dulu kul di unibraw...jurusan apa angkatan piro mas? temen2ku yang dari tulungagung banyak banget yang kuliah disitu *aku angkatan 95* jadi kalo punya temen sekitar angkatan itu dan dari tulungagung, bisa2 kenal, huehehehe :-D
niki mas, tenang taksih kathah kok tisune... :-)
BalasHapushayah... satu angkatan... aku juga angkatan 95
BalasHapuskuliah di FT jurusan mesin... tapi pas lulus malah murtad...
abis gak kuat kerja di pabrik... bosen... hehehe
aku dulu akeh konco arek tulungagung..
ya dulu waktu kuliah, namaku lumayan terkenal di FT, kekekekekek...
soalnya aku lebih dikenal sbg fotografer kampus
eehhh.. gpp... sebuah kesuksesan dimulai dari cita2 yang luar biasa...
Subhanallah
BalasHapus>> mas hendry : wah lek ngrasani konco2 di PM ae, gak enak nang kene huheheheeheh :-D
BalasHapus>> lala : iya subhanalloh juga... :-)
kisah yang menyentuh,
BalasHapuskami masih bercita-cita ke arah sana mbak, maksudnya kayak temennya di part 1 itu, tapi baru sebatas cita-cita, hiks.. semoga Allah kelak mengabulkannya, amin...
hiks....
BalasHapusthen you already done the biggest step mbak In! bersyukurlah dengan cita2 itu, insyaalloh akan ada jalan mewujudkan...amin *hug*
BalasHapus:-)
BalasHapustisu, Mbak? *hug*
Hmmm...jazakillah khairan katsira.....terus diingatkan diri ini bahwa smakin banyak memberi -> semakin banyak yg kita dapat. (dunia n akhirat)
BalasHapusSubhanallah…dan untuk itu semua nya…..ternyata kuncinya adalah TOTALITY….baik totality/keseriusan kita dalam mencurahkan perhatian ‘dan juga materi’ untuk berbagi dengan saudara-saudara kita, yang secara kasih sayang dan materi ‘tidak seberuntung’ kita.
Hik hik hik….jadi teringat kisah bagaimana manusia yg paling lembut hatinya, Rosulullah SAW, menyapa dan mencurahkan perhatian serta kasih sayangnya kepada seorang bocah yg bersedih ketika menyambut ‘Iedul Fitri, karena ayahnya telah tiada…...dan bahkan Rosullah SAW mententramkan hati sang anak dengan menawarkan untuk ‘menjadi’ ayahnya. (asbaabun furudl hadits tentang posisi di surga bagi para penyantun n pemelihara anak yatim yg begitu dekat dengan Rosulullah SAW, laksana jari telunjuk dan jari tengah)
Hmmm…tawaran untuk menemani Rasulullah SAW di surga layaknya jari telunjuk dan jari tengah …merupakan TAWARAN YANG SERIUS dan tentunya hanya bisa digapai dengan KESERIUSAN pula…..
Allahu Robbi…
bimbing kami hambaMu ini untuk menggapai ridlo Mu… sungguh masih banyak kesia-siaan yang masih sering kami kerjakan…. padahal Engkau telah menyapa kami dengan segala nikmat yang terus Engkau curahkan.
Robb, berikan keringanan kepada hati ini untuk selalu memberikan yang terbaik…dan terbaik
“Kamu sekali-kali tidak akan pernah sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu meng-infaqkan dari apa-apa yang kamu cintai, dan apa saja yang kamu infaq-kan maka Sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (Ali ‘Imran:92)
ketika dalam suatu sidang menejemen yang mbahas soal personalia, mbahas soal bagi2 dan mutasi bawahan...biasanya saya berusaha tidak berebut anak buah teladan....biarlah bila ada anak buah bandel jadi bawahan saya...saya akan berusaha sekuatnya...((pada akhirnya biasanya malah mereka yang ga kuat sama omelan saya ...))
BalasHapuskalo semua berebut punya anak buah yang ganteng, cantik, dan pinter...lantas yang bego, yang goblog, yang bandel, siapa yang ngajarin...?
hehehehe iya ya mas?! bener juga...
BalasHapusmungkin dengan begitu, keikhlasan kita diuji dan mudah2an kesabaran yg dimiliki bisa menjadi ladang amal...ya?!
tepatnya ga cuma kesabaran kita, tapi yang 'ga pinter' juga musti tahan mental kalo sy kejar2 masalah kerjaan....well.... jadi kaya hitler nih sy...:P
BalasHapusmasyaallah....terimakasih banyak mas iik... **you have been the window of more wide perspective for me** jazakillah juga :-)
BalasHapuswah salut nih sama mas haris, dan susahnya jaman sekarang ini jarang ada orang yang mau kaya gini...semoga mas haris tetap sabar dan semangat :-) thx mas...
BalasHapussetuju :-)
BalasHapushehehehe bisa aja mas, saya selalu percaya bahwa dalam diri SEMUA orang, pasti ada sesuatu yang akan bisa dijadikan pelajaran, even hitler!
BalasHapuspart about to be open-minded is when we can see the bad thing even from the best, and see the good thing even from the worst...
Hmm....
BalasHapusudah deh ga bisa ngomong....
hiks...hiks...
novi biasanya semangat...ternyata dalamnya peka juga nih anak hehe... *hug novi*
BalasHapus