Minggu, 23 Agustus 2009

Doa Hari Ke-3 Ramadhan

Ya Allah....

Kami percaya sepenuhnya, SEMUA hal yang terjadi, apapun itu, kecil maupun besar, baik maupun buruk, tidak akan pernah terjadi kecuali atas pengetahuan dan ijinMu jua.

Maka, jika kejadian yang baik membuat kami sombong dan lupa diri, aku mohon tundukkanlah kepala kami.

Jika kejadian yang buruk membuat kami jatuh tersungkur, maka tegakkanlah hati kami untuk bangun kembali menjadi lebih kuat dan menjadi manusia yang lebih dekat kepadaMu....

Dan jadikanlah kami orang-orang yang selalu menemukan hikmah...
Amin Yaa Robbal Alamiin...


Sabtu, 22 Agustus 2009

Abe dan ABG (Anak Belum Gede)

Kemarin di tulisan sebelumnya aku cerita soal anak-anak yang menjadi dewasa sebelum waktunya. Kali ini, aku ingin menulis cerita yang sama sekali berbeda.

Ada seorang anak istimewa, teman sekolah Abe. Sama-sama duduk di kelas 3 tapi beda kelas. Sebut saja namanya si N.

N ini boleh dibilang adalah cowo idaman di kelas 3, bahkan di seluruh SD. Idaman murid-murid cewe dan idaman ibu-ibu walimurid juga. Pokoknya, boleh dibilang walimurid yang punya anak cowo harus berhadapan dengan keinginan supaya anaknya bisa seperti N, dan kalau perlu walimurid yang mempunyai anak cewe, udah sibuk mendekati N dan ortunya sambil berharap nanti anaknya berjodoh dengan N. Hehehe.

Wajahnya ganteng, dandanannya selalu rapi. Dari potongan rambut sampai garis setrikaan di bajunya selalu licin. Walaupun sekolah fullday dan baru pulang jam 4 sore pun dia masih terlihat rapi. Anaknya pintar, termasuk salah satu yang terpintar di sekolah. Tutur katanya lembut dan sopan, dengan sikap tubuh yang teratur. Wess pokoknya nyenengin! Titik!

Suatu hari, waktu mau nonton film King di Bioskop 21, aku ketemu dengan N ini. Waktu itu dia juga mau nonton, bersama salah satu tantenya yang aku kenal juga, dan sepupunya (anak si tante). Aku? Datang berempat, dengan ABEA dan MI.

"Assalamualaikum..." sapaku buat mereka bertiga. Salam-salaman, N juga maju menyalamiku dengan senyum dan sikap tubuh yang sopan. Setelah bersalaman, dia mundur dan berdiri dengan tenang, tangan terlipat ke belakang pinggangnya. Duuhhh anak ini memang nyenengin banget, tak heran kalau fans nya banyak.

Setelah ngobrol bentar dengan si tante, aku celingukan mencari Abe. Kalau tidak salah dia barusan nginthil bapaknya untuk beli tiket. Maksudku ingin kasih tahu Abe kalo ada N disini. Beberapa detik kemudian aku temukan sosok Abe, dan tak urung membuatku (mungkin juga N dan tantenya juga) cukup melongo.

Disanalah Abe berada. Nggak tahu apa persisnya yang dia lakukan, entah memprakekkan jurus Aang The Avatar atau berlatih konser gitar (dengan tanpa pegang gitar tentunya). Yang jelas dia terlihat loncat-loncat...memutar-mutar kepalanya ke semua arah...mulutnya terlihat selalu komat-kamit...tiba-tiba merentangkan tangan kesana kemari...dan puncaknya, menutup aksinya dengan berlutut di karpet lobi bioskop.

Oh...ternyata belum. Mungkin karena karpet disitu tebal dan nyaman, akhirnya Abe memutuskan menambah bonus aksinya dengan menyerahkan punggungnya ke hamparan karpet...dia pun dlosoran disitu...dengan nyamannya!! Dan baru bangun setelah aku panggil untuk bersalaman menyapa N dan tantenya.

Itupun, acara salaman Abe dihiasi dengan gedubrakan seperti biasanya. Selama ngobrol dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari tantenya N yang cuma tak lebih dari semenit itu, beberapa kali Abe menabrak badanku dan menginjak kakiku yang berdiri di belakangnya.

Dari arah lain kulihat wajah Mas Iwan hanya bisa kelihatan geli dengan semua pemandangan ini. Beberapa saat kemudian, setelah kita terpisah dari rombongan N, Mas Iwan nyeletuk. Sebuah celetukan yang dari tadi juga sebenarnya mendesak di kepalaku, menunggu untuk kuteriakkan...

"Rasanya sulit dipercaya kalau mereka berdua itu sama-sama kelas 3 SD..."

**garuk-garuk sambil nyengir tak jelas**


Doa Hari Ke-2 Ramadhan

Ya Allah....takutku, maluku, beraniku dan muliaku hanya akan berarti bila itu didepanMu.

Hanya penglihatanMu lah yang berarti
Hanya penilaianMu lah yang mampu adil membalas semua perbuatan kami.
Kaulah satu2nya hakim Maha Adil,

Maka aku mohon, ampunilah kami, selamatkanlah seluruh keluarga kami dari murkaMu. Jadikanlah kami orang-orang yang selalu belajar dan tegak dalam insyaf.

Amin Ya Robbal Alamiin

Doa Hari Pertama Ramadhan

:::::....."Ya Allah, aku telah jatuh cinta lagi...dan lagi dan lagi...selalu semakin indah dari sebelumnya...semua hanya karenaMu jua, lindungilah keluarga kami dari niat-niat jahat baik yang terselubung maupun yang terang2an, dan kumpulkanlah kami kelak dalam indah dan kekalnya cinta dan surgaMu...Aminnn Yaa Rabbal Alamiinn....":::::.....

Minggu, 09 Agustus 2009

Anak Menor

Kira-kira pikiran apa yang akan terlintas di pikiran Anda (terutama yang sudah menjadi orangtua) melihat foto diatas?

Pemandangan seperti ini banyak aku temui kemarin di pelataran THR Surabaya. Minggu pagi, 9 Agustus 2009 memang sedang ada pentas anak-anak TK disitu. Aku kebetulan sedang mengantarkan Bea dan teman-temannya ikut lomba menyanyi bersama, mewakili sekolahnya. Tidak akan terlihat (karena aku sungguh tak sampai hati memasang wajah anak-anak ini disini), tetapi make-up di wajah mereka sungguh menor!! Bahkan seringkali jauh mengalahkan gaya make-up orang-orang dewasa yang menor sekalipun.

FYI, sekali lagi ya...anak-anak itu masih TK...umur juga masih kisaran 5-6 tahun... Tetapi bahkan dandanan mereka yang seperti itu bukanlah yang paling membuatku prihatin. Hati ini merasa gak karuan demi melihat cara mereka berjalan, cara mereka pose didepan kamera ketika diminta foto. Aduhhh....

Jadi inget... Dulu Bea sekolah Playgroup di lembaga sekolah yang berbeda dengan yang sekarang. Waktu itu Bea ikut lomba seperti ini juga. Minggu-minggu latihan selalu ditempuhnya dengan semangat. Sampai kemudian sekitar 2 hari menjelang hari-H, semangat Bea yang membumbung tinggi langsung terhempas begitu dia tahu dia harus pakai kostum KEBAYA dan KAIN BATIK. Dia langsung menyebut kostum itu ANEH. Keadaan tambah memburuk ketika hari-H, dia datang ke sekolah (tempat berkumpul sebelum berangkat ke THR) dan masuk kelas mendapati teman-teman di make-up oleh Ibu Guru.

Apa yang dilakukan Bea?? Dia langsung menuju ke belakang papan tulis, pura-pura bermain disitu. Ngambek nggak mau ikut duduk dan menyerahkan wajahnya untuk di make up. Kali lain, dia masuk ke bawah meja dan menolak untuk keluar apapun yang terjadi.Ketika semua Ibu Guru ribet membujuknya, aku hanya kuasa mendoakan “semoga sukses” untuk semua, terutama Ibu Guru. Waktu itu akhirnya Bea berangkat ke THR tanpa make-up sendiri. Di THR, entah bagaimana cara Bu Guru membujuk (dugaanku, dia meminta Bea melihat sekelilingnya, yang memang sedang penuh dengan ANAK-ANAK BER MAKE-UP), akhirnya di menit-menit terakhir baru Bea mau memakai kostumnya, dan sedikit make-up. Itupun, waktu Bu Guru memberi make-up ke Bea,  sudah diisi penuh dengan acara Bea melengoskan wajahnya ke arah lain.

Cerita selengkapnya bissa dilihat disini : http://cikicikicik.multiply.com/journal/item/126/Dudul_When_Tomboi_Meets_Kebaya

Juga foto-fotonya :http://cikicikicik.smaboy.com/images/73/BEA_Tomboi_Girl_Gone_Menorrr



Untunglah, begitu masuk TK dan bersekolah di Sekolah Al Hikmah, akhirnya setiap kali ikut lomba menyanyi atau acara-acara seperti ini, Bea sudah BEBAS dari make-up apapun, bebas dari atribut-atribut yang sesungguhnya sangat tidak cocok dipakai oleh anak-anak



.:::::.....


Menurutku, wajar kalau Bea berjengit menjauh ketika disodori make-up dan kostum dewasa. InsyaAllah, selama ini aku selalu berusaha memberikan lingkungan yang wajar untuk anak-anak. Wajar dalam arti, bahwa kalau ada sesuatu yang tidak sesuai untuk anak-anak, maka serta-merta akan kita (aku+suami) putuskan bahwa memang itu BUKAN untuk mereka.

Yang mengundang pertanyaanku tentu saja adalah ternyata, banyak anak-anak sekarang, yang walaupun masih balita sekalipun, bisa merasa exciting dengan sesuatu, barang-barang, pernak-pernik atau gaya berdandan dewasa seperti ini.

Kemarin di THR, aku sempat melihat dua orang anak2 menor yang terpaku takjub ketika melihat seorang anak menor lain lewat....dan kedua anak menor ini pun lalu sibuk mendiskusikan betapa kerennya anak menor yang baru lewat itu. Aku hanya terpaku melihat tingkah anak-anak TK yang mendadak menjelma menjadi dewasa sebelum tiba waktunya itu....

Iseng, kemudian aku tanya Abe : “Be, anak itu keren gak menurutmu?” sambil aku menunjuk kearah anak menor yang baru lewat tadi. Abe melihat sekilas dan mendadak bergidik.

“Hih!! Ibuk!! Anak aneh gitu kok dibilang keren sih??”.......Ya Allah, lega hatiku.....*hihihi*

Sekali lagi, yang mengundang pertanyaanku adalah anak-anak yang justru merasa exciting terhadap barang2 orang dewasa seperti ini. Lalu, apa sebenarnya yang mereka serap dalam kehidupan sehari-hari??

Satu contoh saja, kira-kira tontonan macam apa yang mereka lihat ketika mereka asyik menyalakan TV?? Sinetron dewasa kah? Acara-acara gosip yang penuh dengan suasana gemerlapnya dunia artis kah? Ataukah sebenarnya tidak seperti itu?? Mungkin mereka hanya menonton sang Ibu, yang memang terlalu asyik menonton semua tayangan dewasa itu DIDEPAN anak2nya??? Dan kalau si Ibu sudah jadi korban MEDIA, apalah lagi yang bisa dilakukan oleh sang anak selain ikut menjadi korban juga?? Bukankah anak-anak akan meneladani semua perilaku, bahkan nilai yang dianut orangtuanya??


Menurut Anda gimana??

:::::.....

Rabu, 05 Agustus 2009

Kisah Ajaibnya Kata "JANGAN"

Just wanna share this. Tulisanku di Majalah Sekolah "Al Hikmah" bulan ini. Versi lengkapnya, pdf, bisa didownload disini.


KISAH AJAIBNYA KATA “JANGAN”
Oleh : Wahida Ariffianti  

Sekitar 25 tahun yang lalu, saya punya seorang teman sepermainan. Dia laki-laki dan galaknya minta ampun. Suatu hari tanpa sengaja saya terpukul oleh dia cukup keras, pas di mata kanan saya. Saya pun menangis kesakitan. Apa yang kemudian dilakukan teman saya itu? Dia berseru “Jangan menangis!”. Akibatnya, saya pun semakin keras menangis.  

Sebagai orangtua, kita tentu pernah mengalami, bahwa ketika kita melarang anak-anak kita berbuat sesuatu (misalnya : jangan ribut, jangan ganggu adik, atau jangan rewel), yang terjadi adalah sebaliknya, anak-anak malah semakin menjadi, malah melakukan apa yang kita larang tadi.  

Sudah lama saya diam-diam menyadari (mungkin sejak terpukul di mata 25 tahun yang lalu itu), bahwa kata “JANGAN” seringkali sangat tidak efektif untuk menghentikan sebuah perilaku. Karena apatis dengan kata ini jugalah, saya pun akhirnya seringkali memilih untuk melakukan trik “pengalihan perhatian” ketika anak-anak berbuat sesuatu yang tidak saya kehendaki. Mengalihkan perhatian sekedar supaya dia berhenti melakukan perbuatannya yang tadi, dan seringkali ini pun sangat susah dilakukan (yang dalam banyak kejadian, mengalihkan perhatian juga sangat menyita waktu, tenaga dan juga emosi).

Yang sungguh-sungguh tidak saya pahami, adalah KENAPA? Kenapa kata “JANGAN” ini sangat tidak efektif?? Sangat ajaib karena efeknya seringkali justru berlawanan dengan maksud diucapakannya kata itu sendiri.  

Jawabannya secara ilmiah baru saya temui beberapa waktu lalu di sebuah kelas pelatihan NLP for Parenting yang saya ikuti. Waktu itu dr. A. Fadly Noor (narasumber yang juga seorang dokter dan master NLP) membeberkan tentang bagaimana struktur dan fungsi otak kita. Dan bagaimana perilaku kita sangat ditentukan oleh apa yang sedang terjadi di otak kita.  
Selain membeberkan betapa luar biasanya organ tubuh ciptaan Allah ini dalam menentukan perilaku kita, dr. Fadly juga menggambarkan bagaimana cara kerja sel-sel neuron-neuron dalam otak kita. Sel-sel neuron adalah sel-sel pembentuk otak yang bertanggung-jawab pada proses penerimaan dan pengolahan data yang kita terima dari alat indera, dan karenanya sel-sel neuron bertanggungjawab pada suatu tindakan kita. Tetapi rasanya bukan ini yang ingin saya bahas disini, karena saya tentu akan sangat tidak kompeten menjelaskan hal yang sangat tidak saya kuasai ini.  

Satu fakta dari hasil penelitian yang dikemukakan dr. Fadly adalah, bahwa dalam melaksanakan tugasnya neuron otak kita cenderung jauh lebih gampang menerima VERB (KATA KERJA). Dan ah, berbarengan dengan ucapan dr. Fadli selanjutnya saya juga langsung membatin, tentu saja, kata “JANGAN” bukanlah merupakan kata kerja! Karena bukan merupakan kata kerja, maka kata “JANGAN” atau “DON’T” atau yang sejenisnya, akan jauh lebih sulit diterjemahkan oleh neuron kita.  

Jadi, lanjut dr. Fadly memberi contoh, ketika kita menyerukan “Jangan Berteriak” kepada anak kita, maka yang cepat direspon oleh otak si kecil adalah jenis kata verb, yaitu “Berteriak” nya sehingga otomatis si kecil akan cenderung malah berteriak!  

Kata “JANGAN” juga seringkali tidak efektif menghentikan suatu perbuatan karena kata “JANGAN” lebih merujuk pada suatu pencegahan (sebelum sesuatu itu terjadi). Misal, ketika anak kita akan berangkat main sepeda dan kita memberi pesan “Jangan jauh-jauh” itu akan lebih mudah diterima karena toh si anak belum memulai kegiatan bersepedanya. Tetapi ketika 25 tahun yang lalu saya menangis (perbuatan “menangis” sudah kadung saya lakukan), maka kata-kata “Jangan Menangis” tidak akan efektif lagi menghentikan perbuatan saya, karena perbuatan itu sudah terjadi, tak dapat dicegah lagi. Neuron otak saya malah sangat cepat menangkap verb “menangis” sehingga tangisan saya pun malah semakin menjadi.  

Lantas, bagaimana caranya kalau suatu waktu kita harus menghentikan suatu perbuatan yang sudah kadung dilakukan, sedangkan perbuatan itu tidak kita inginkan (misalnya dilakukan oleh anak kita)?

Waktu itu, dr. Fadly memberikan alternatif, gunakanlah kata “BERHENTI”. Karena “BERHENTI” adalah merupakan kata kerja.  

Ah..seandainya waktu itu teman saya berkata “Berhentilah Menangis”, apalagi dengan intonasi yang lembut, mungkin serta merta saya akan menghentikan tangisan saya ya...



:::::.....

Buas dan BugyL

Kasihan sekali wanita2 yang jadi adik iparku.....

Aku punya adik 2, cowo semua....
Adikku yang satu namanya ASNAN, jadi istrinya bakalan dipanggil BuAs.......
Adikku yang satunya bernama AGYL, jadi istrinya bakalan dipanggil BuGyL donggg???....

Atau malah kasihan diriku sendiri?? punya ipar kok BUAS dan BUGYL???....


:::::.....